Tantangan Tenaga Kesehatan Saat Bertugas Selama Pandemi COVID-19

Mendapat penolakan dari masyarakat hingga APD yang minim merupakan dua dari banyak tantangan tenaga kesehatan selama menangani pasien di pandemi COVID-19.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 23 Agu 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 23 Agu 2020, 09:00 WIB
Eka Putri Puspita Aryanti
Eka Putri Puspita Aryanti (Kanan), tim Pencerah Nusantara COVID-19. Foto: Cisdi

Liputan6.com, Jakarta Perwakilan Kawal COVID-19 dokter Giovanni Van Empel mengatakan ada kesenjangan dalam penerapan rumah sakit dalam memastikan keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan yang bekerja selama pandemi. 

“Dalam kasus Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS), mereka tidak dalam posisi yang strategis untuk menyuarakan kebutuhan mereka karena mereka terhambat posisi sebagai pelajar dan struktur pekerjaan. Kita perlu terus mempelajari situasi mereka agar kita dapat membantu menyuarakan kebutuhan seperti alat pelindung diri (APD) dan fasilitas tes yang terbatas,” kata Giovani dalam rilis CISDI ditulis Minggu (22/8/2020).

Tidak hanya di rumah sakit, tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat primer seperti Puskesmas juga menghadapi tantangan. Salah satunya penolakan dari masyarakat. 

“Pendekatan tenaga kesehatan ke masyarakat untuk melakukan tes dan pelacakan kontak erat, kerap terhambat karena kerasnya penolakan dari masyarakat. Banyak juga masyarakat yang tidak jujur saat datang ke Puskesmas, sehingga risiko yang kita hadapi cukup tinggi,” ujar Eka Putri Puspita Aryanti, tim Pencerah Nusantara COVID-19.

Eka menambahkan bahwa mereka bertugas kerap bertemu dengan masyarakat tapi sayangnya yang ditemui kurang patuh pada protokol kesehatan. Sementara Eka dan kawan-kawan minim APD lengkap. Kondisi ini meningkatkan risiko para tenaga kesehatan ini terpapar COVID-19. 

“Pencerah Nusantara COVID-19 turut terjun mendampingi Puskesmas dalam melakukan tes, pelacakan, dan pendekatan ke masyarakat. Sekaligus, kami mencoba menyadarkan kembali masyarakat terhadap situasi darurat yang belum selesai, dan bahwa kebutuhan perlindungan tenaga kesehatan ini masih sangat diperlukan,” tambahnya.

Simak Video Berikut Ini:

Meningkatkan Komitmen Pemimpin Tertinggi

Nila Moeloek
Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM(K) (Kanan), Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2014-2019. Foto: CISDI.

Menanggapi penanganan pandemi yang beragam di berbagai daerah di Indonesia, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM(K), Menteri Kesehatan Republik Indonesia era 2014-2019, mengingatkan komitmen pemimpin tertinggi sebagai motor penggerak penanganan pandemi di Indonesia.

“Peneliti sudah memprediksi kehadiran COVID-19 di Indonesia sejak jauh-jauh hari. Namun, saat ini posisi kita tidak berpihak pada kesehatan maupun ekonomi. Komitmen dan kepemimpinan tertinggi di Indonesia sangat diperlukan untuk membuat kebijakan yang strategis agar kesadaran masyarakat meningkat serta memastikan perlindungan tenaga kesehatan secara optimal.”

Diah Saminarsih, Senior Advisor on Gender and Youth for WHO Director General & Pendiri CISDI turut menekankan impelementasi strategi dan kebijakan penanganan wabah yang menempatkan perlindungan bagi tenaga kesehatan sebagai agenda nasional.

“Dalam penanganan wabah, WHO menekankan prioritas pada penyelamatan nyawa masyarakat. Ini penekanan pada strategi penanganan wabah nasional yang seharusnya berangkat dari langkah-langkah mitigasi untuk memastikan, semakin banyak nyawa yang terselamatkan.”

“Sekarang dengan kasus yang belum juga menurun, penyelamatan nyawa ini kembali harus jadi prioritas. Termasuk di dalamnya adalah proteksi bagi tenaga kesehatan. Jika tenaga kesehatan saja tidak terlindungi, begitu juga kita,” ujar Diah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya