WHO: Otorisasi Darurat Vaksin COVID-19 Perlu Perhatian Besar

WHO mengatakan, otorisasi kedaruratan vaksin COVID-19 memerlukan keseriusan dan pertimbangan besar.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 02 Sep 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 02 Sep 2020, 19:00 WIB
Sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. Beijing, China. (Xinhua/Zhang Yuwei)
Sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. Beijing, China. (Xinhua/Zhang Yuwei)

Liputan6.com, Jakarta Kondisi darurat pandemi COVID-19 membuat beberapa negara bersegera menemukan solusi untuk mengatasi penyebaran virus SARS-CoV-2, salah satunya dengan menghadirkan vaksin. Berbagai cara dan kebijakan ditempuh, termasuk mempersingkat proses pengadaan vaksin.

Meski setiap negara berhak mengambil langkah untuk menyetujui suatu vaksin tanpa menyelesaikan seluruh uji klinisnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan agar tidak lantas meremehkan hal tersebut.

Peringatan itu disampaikan oleh kepala peneliti WHO Soumya Swaminathan dalam sebuah konferensi, Senin (31 Agustus 2020), setelah Amerika Serikat mengumumkan mempertimbangkan pengadaan cepat kandidat obat.

WHO mengatakan, otorisasi kedaruratan vaksin COVID-19 memerlukan keseriusan dan pertimbangan besar.

Sebelumnya, kepala Food and Drug Administration (FDA) AS mengatakan bersedia memangkas proses persetujuan normal untuk pengadaan vaksin COVID-19 selama para pengambil kebijakan teryakinkan bahwa manfaat yang didapat melebihi risiko yang mungkin timbul.

Rusia pun telah memberi izin untuk vaksin COVID-19 buatan dalam negerinya pada bulan ini, setelah proses uji terhadap manusia yang berlansung kurang dari dua bulan sehingga menyebabkan para ahli di Dunia Barat mempertanyakan keamanan serta efikasi vaksin tersebut.

 

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

WHO Memilih Pendekatan dengan Data Lengkap

Swaminathan mengatakan, WHO lebih memilih pendekatan yang memiliki data lengkap sehingga bisa digunakan untuk tahap pra-kualifikasi vaksin. Dengan demikian, WHO akan mempertimbangkan efikasi serta keamanan setiap obat dengan berbasis kasus per kasus, melansir laman Channelnewsasia.

WHO berpengalaman menggunakan obat eksperimental untuk mengatasi Ebola di Afrika. Kepala program emergensi WHO Mike Ryan mengatakan, langkah tersebut terhitung berhasil.

Meski demikian, Ryan menekankan bahwa pendekatan pintas tanpa uji coba lengkap memerlukan pemantauan intensif serta tindak lanjut pengamanan. Selain itu diperlukan juga penghentian segera penggunaan vaksin atau obat jika muncul masalah.

"Jika Anda begerak terlalu cepat untuk vansin..., Anda bisa melewatkan efek merugikan pada jutaan orang," ujar Ryan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya