Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 48 kasus mutasi virus Corona N439K ditemukan di Indonesia, Ketua Satgas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menyampaikan, penyebaran tak secepat varian B117. Kedua mutasi virus ini pertama kali terdeteksi di Inggris.
Sejak kemunculan mutasi virus Corona N439K di Skotlandia pada Maret 2020, kini dilaporkan sudah menyebar lebih dari 30 negara di dunia. Dari laporan Kementerian Kesehatan RI, penyebaran N439K terdeteksi di Indonesia sejak November 2020.
Advertisement
"Varian N439K diduga muncul dua kali secara terpisah. Pertama kali, di Skotlandia pada waktu awal pandemi. Lalu, kali kedua, dengan jangkauan lebih luas di Eropa—dan saat ini sudah sampai Indonesia," terang Zubairi melalui akun Twitter pribadinya pada Sabtu, 13 Maret 2021.
"Yang jadi catatan epidemiolog, penyebaran N439K tidak secepat B117. Semoga ke depannya juga demikian."
Lebih lanjut Zubairi mengatakan, mutasi virus Corona N439K sempat dianggap menghilang saat lockdown di Skotlandia. Namun, diam-diam mulai menyebar luas.
"N439K awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia. Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas," lanjutnya.
Â
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Mutasi Virus Corona N439K Tidak Mempan dengan Obat Antibodi
Salah satu yang menjadi perhatian peneliti dunia, mutasi virus Corona N439K dapat menghindari antibodi alami yang terbentuk dari orang sembuh COVID-19. Artinya, kemampuan N439K mampu 'menjebol' antibodi.
"Yang paling disorot dari N439K adalah sifatnya yang resisten terhadap antibodi alias tidak mempan. Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi maupun antibodi yang telah disuntikkan ke tubuh kita," jelas Zubairi Djoerban.
Upaya yang sempat dilakukan Amerika Serikat dengan mengujinya menggunakan obat antibodi. Pengujian dilakukan, apakah N439K mampu diredam atau tidak.
"Amerika Serikat mencoba antisipasi N439K ini. Mereka mengeluarkan izin darurat penggunaan (Emergency Use Authorization/EUA) untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan COVID-19. Tapi, yang jadi soal, N439K ini tidak mempan diintervensi oleh obat tersebut," imbuh Zubairi.
"Dikatakan Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, N439K punya banyak cara mengubah domain imunodominan untuk menghindari kekebalan (tubuh manusia)—sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang."
Advertisement
Waspadai Mutasi Virus Corona N439K, Tetap Patuhi Protokol Kesehatan
Sebagai langkah pencegahan mutasi virus Corona N439K, Zubairi Djoerban berpesan masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan
"Pesan Saya. Tetap jaga jarak, pakai masker dan hindari kerumunan, apalagi di dalam ruangan. Jangan bosan saling ingatkan. Pandemi belum usai," pesannya.
Terkait mutasi N439K, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi menegaskan, mutasi ini lebih dahulu ditemukan dibandingkan varian B117. Ia juga meminta masyarakat terlibat aktif mencegah penyebaran virus dengan taat protokol kesehatan 5M.
Protokol kesehatan 5M, yakni memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas. Upaya ini menjadi cara paling efektif mencegah terjadinya penularan virus Corona, selain 3T (testing, tracing, treatment).
"Ini sebenarnya mutasi single, hanya ada satu mutasi pada jenis varian ini. Jenis varian ini bukan yang diminta oleh WHO untuk mendapat perhatian khusus," kata Nadia pada Sabtu (13/3/2021).
"Sampai saat ini belum ada data yang lebih lengkap mengenai, apakah mutasi virus N439K lebih menyebabkan keparahan sebuah penyakit dari COVID-19 atau tidak."
Infografis Virus Corona Covid-19 Bukan dari Laboratorium Wuhan
Advertisement