Liputan6.com, Jakarta Sebanyak 29 kabupaten/kota di Indonesia masuk zona merah COVID-19, epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono menyebut hal itu bersifat dinamis.
Sebelumnya, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mengungkapkan ada 29 daerah masuk zona merah y per 13 Juni 2021.
Penambahan zona merah COVID-19 di atas terbilang cukup banyak dibanding pekan sebelumnya, yang mana 17 kabupaten/kota. Zonasi wilayah dari Satgas COVID-19 dilihat berdasarkan 3 indikator, yaitu indikator epidemiologi, surveilans, dan pelayanan kesehatan.
Advertisement
"Pergerakan zonasi, yang masuk zona merah, mungkin itu dinamis ya. Kalau kasus COVID-19nya meningkat, kemudian pelayanan kesehatan buruk, akan menjadi zona merah," jelas Yunis kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (16/6/2021).
"Kemudian bisa juga daerah lain yang tadinya zona oranye menjadi merah. Lalu yang zona merah geser ke kuning oranye."
Perihal zonasi wilayah, menurut Yunis, tidak ada yang beda. Misal, daerah yang masuk zona hijau, belum tentu hijau. Yang paling penting adalah penegakkan penanganan pengendalian COVID-19.
"Zonasi merah, oranye buat saya sama saja. Lalu yang kuning dan hijau, belum tentu hijau. Daerah-daerah tersebut urgensi (penanganan COVID-19) belum adekuat," lanjutnya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Menarik Berikut Ini:
Hadapi Varian Virus Corona Baru
Untuk pengendalian COVID-19 bagi daerah zona merah, Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan, tergantung langkah sasarannya, apakah penanggulangan COVID-19 secara umum di seluruh Indonesia atau strategi menghadapi varian virus Corona baru.
"Menurut saya, itu dua hal yang berbeda penanganannya. Begitu ada varian virus Corona baru, kita harus lebih intensif, kemampuan testing, deteksi, tracing harus ditingkatkan di daerah yang ada varian baru atau diduga varian baru," katanya.
"Jadi, kalau ada varian baru ditelusuri bagaimana indikator epidemiologi harus dikembangkan, sehingga varian Alpa (B.117) yang sudah ada di Jakarta, varian Delta (B.1617.2) Bangkalan, Madura itu harus benar-benar dikendalikan agar tidak menyebar ke tempat lain."
Respons pengendalian COVID-19 terhadap adanya varian baru virus Corona juga harus tepat.
"Semua daerah harus seperti itu. Bila respons pengendalian kurang tepat, menurut saya, varian baru Corona akan menyebarluas ke daerah lain," imbuh Yunis.
Advertisement
Lockdown atau Karantina Wilayah Harus Diterapkan
Dalam pengendalian varian virus Corona, kata Tri Yunis Miko Wahyono, daerah yang ditemukan dan terdeteksi harus segera dilockdown atau karantina wilayah. Isolasi warga harus dilakukan dengan tepat.
"Kalau ada varian baru Corona secepatnya daerah diisolasi. Bila ada varian baru di Nusa Tenggara Timur (NTT) ya seluruh wilayah harus karantina wilayah atau di RT/RW dilockdown begitu," katanya.
"Menurut saya, semua warganya harus diperiksa, kemudian diisolasi dengan baik, jangan sampai meluas. Kalau satu kabupaten/kota sudah terdeteksi varian baru ya dilockdown."
Kudus yang mengalami kenaikan COVID-19 dan terdeteksi varian Delta, lanjut Yunis, seharusnya kabupaten/kotanya dilockdown. Begitu juga di Bangkalan dilockdown.
"Sekarang sudah sangat terlambat menurut saya. kesalahan penanganan. Kalau ada varian baru tingkatkan deteksi, tracing juga semua harus sesuai standar," lanjut Yunis, yang juga Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI).
Infografis Eropa Lockdown Covid-19, Indonesia Bertahan
Advertisement