RI Harus Waspada, COVID-19 Sebabkan 3.632 Anak di India jadi Yatim Piatu

Sekitar 3.632 anak di India jadi yatim piatu karena COVID-19

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 21 Jun 2021, 12:30 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2021, 12:00 WIB
Potret Anak-Anak Perkampungan Kumuh di India Ikuti Kelas Online
Anak-anak yang mengenakan masker sebagai pencegahan virus corona mengikuti kelas online di sebuah perkampungan kumuh di pinggiran Jammu, India, Senin, 14 Juni 2021. (AP Photo/Channi Anand)

Liputan6.com, New Delhi - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Tjandra Yoga, mengatakan, ada sisi manusiawi lain yang juga harus dapat perhatian selama pandemi COVID-19.

Selain angka-angka statistik, hal lain yang harus menjadi perhatian bersama adalah dampak langsung COVID-19 terhadap yang sakit dan keluarganya.

Dampak langsung ini khususnya pada anak-anak yang harus kehilangan ayah atau ibunya yang meninggal karena sakit yang diakibatkan virus Corona atau SARS-CoV-2.

Tjandra, memaparkan, ada 3.632 anak di India yang terpaksa menjadi yatim piatu karena kedua orangtuanya meninggal akibat COVID-19. Ini berdasarkan data per 5 Juni 2021.

"Dan, ada 26.176 anak yang kehilangan salah satu orangtuanya karena penyakit ini. Beberapa pihak bahkan menduga angkanya lebih tinggi lagi dari itu,” kata Tjandra dalam tulisannya yang dibagikan kepada Health Liputan6.com, Senin, 21 Juni 2021.

Tjandra, menambahkan, cukup banyak dari mereka yang meninggal karena peningkatan kasus dan kematian akibat COVID-19 di India pada April hingga Mei 2021.

Beberapa pihak menyebut hal ini sebagai dampak membekas yang amat menyedihkan akibat pandemi ini atau tragic legacy of India's pandemic.

Simak Video Berikut Ini


Anggaran untuk Yatim Piatu

Prof Tjandra Yoga Aditama
Prof Tjandra Yoga Aditama. Foto: Dokumentasi pribadi Prof Tjandra.

Lebih lanjut Tjandra, mengatakan, kabarnya pemerintah India menyediakan anggaran amat besar untuk kehidupan anak-anak ini.

“Tetapi nasi sudah menjadi bubur, anak-anak sudah kehilangan orangtuanya, jangan sampai hal seperti ini terjadi di negara kita,” katanya.

Dia mengingatkan bahwa COVID-19 bukan hanya masalah kesehatan masyarakat, bukan hanya tentang pandemi, bukan hanya tentang dampak sosial ekonomi, tetapi ini adalah masalah mendasar kemanusiaan.

“Kasus yang masih terus meningkat di negara kita harus segera dikendalikan dan salah satu upaya utamanya adalah dengan amat memperketat lagi pembatasan sosial secara nyata," ujarnya.

Kasus sudah meningkat beberapa kali lipat, kegiatan pembatasan sosial juga harus beberapa kali lipat lebih ketat lagi, tidak bisa hanya meneruskan program yang lama saja.

Pengetatan secara nyata harus dilakukan agar jangan sampai terus jatuh korban secara menyedihkan, ujar Tjandra.


5 Rekomendasi Tjandra

Guna mengendalikan lonjakan kasus, Tjandra merekomendasikan 5 langkah yang dapat dilakukan.

Pertama adalah pembatasan sosial, sesuatu yang mutlak diperlukan saat ini. Pembatasan sosial dapat saja hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai kepada lockdown total. 

“Yang pasti, dengan perkembangan sekarang, tidak mungkin lagi hanya meneruskan program yang sudah ada, sekarang harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas.”

Hal kedua yang dapat dilakukan adalah meningkatkan secara maksimal pelaksanaan tes (test) dan telusur (tracing).

“Dua hal ini angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua Kabupaten/Kota secara merata dengan komitmen yang jelas,” kata Tjandra.

Ketiga, karena kasus sudah tinggi, perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun di pelayanan kesehatan primer. Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, alat dan obat, sarana dan prasarana lain, tetapi yang paling penting adalah SDM petugas kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman.

“Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan," ujarnya.

Keempat adalah terkait kepastian tersedianya data yang akurat dan mutakhir. Analisa data ini juga harus dilakukan dengan dasar ilmu pengetahuan yang baik dan bijak.

Hal ini sangat diperlukan agar penentu kebijakan publik dapat membuat keputusan yang berbasis bukti ilmiah yang tetap (evidence-based decision making process).

Kelima, pemberian vaksinasi ke publik secara maksimal. Walau vaksinasi tidak akan secara cepat menurunkan angka kasus yang sedang tinggi di suatu tempat, tetapi jelas vaksinasi akan berperan amat penting dalam pengendalian pandemi.

 


Infografis Biang Kerok Lonjakan COVID-19 di Indonesia

Infografis Biang Kerok Lonjakan Covid-19 di Indonesia
Infografis Biang Kerok Lonjakan Covid-19 di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya