Tindakan KemenPPPA Soal Kasus Eksploitasi Anak di Tempat Hiburan Malam NTT

Kasus eksploitasi anak masih terjadi, salah satunya di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Jul 2021, 16:00 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2021, 16:00 WIB
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar
Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar. Foto: KemenPPPA.

Liputan6.com, Jakarta Kasus eksploitasi anak masih terjadi, salah satunya di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Seperti yang ditemukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pihak-pihak terkait di mana ada kasus eksploitasi anak yang dipekerjakan di Tempat Hiburan Malam (THM).

Dari kasus tersebut. KemenPPPA terus melakukan pemantauan dan pendampingan kepada 17 anak yang diduga menjadi korban.

Anak-anak korban rencananya akan dipindahkan ke Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Naibonat milik Kementerian Sosial RI, Kabupaten Kupang, NTT pada Selasa, 29 Juni.

Pemindahan tersebut dilakukan untuk mempercepat pemeriksaan hukum lebih lanjut, proses rehabilitasi dan reintegrasi atau pemulangan dengan persyaratan yang dilengkapi.

“Kami bersama dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi NTT, Polda NTT, dan dinas lainnya akan terus melakukan pemantauan dan pendampingan kepada anak-anak korban,” terang Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar.

Ia menambahkan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kab. Sikka juga siap melengkapi dan memastikan surat-surat kelengkapan untuk perjalanan anak korban, seperti hasil antigen dan surat lainnya yang diperlukan.

Sementara itu, Polres Kab. Sikka dan Polda NTT siap melakukan pengamanan dan pengawalan anak-anak korban menuju BRSAMPK Naibonat milik Kementerian Sosial RI.

Simak Video Berikut Ini

Korban Berasal dari Jawa Barat

Seluruh anak korban diketahui berasal dari Jawa Barat dan berusia 14-18 tahun. Secara umum, masalah psikologis yang dialami anak adalah stres pada kategori sedang.

Anak korban belum siap direintegrasi ke kampung halaman, dengan alasan kebutuhan ekonomi keluarga. Kondisi ini membutuhkan layanan rehabilitasi sosial.

“Usia remaja merupakan usia mencoba hal-hal baru, sehingga ketika anak terkena masalah mereka mudah stres, karena tidak dibekali dengan pengetahuan yang cukup dan ketahanan iman yang baik.”

“Oleh karenanya, kami bersama pihak terkait akan melakukan upaya rehabilitasi, serta penanganan dan pendampingan berupa psiko-edukasi dan terapi psikologis bagi anak-anak korban,” ujar Nahar.

4 Korban Kabur

Nahar menambahkan bahwa saat ini sedang dalam tahap koordinasi dengan pihak-pihak terkait bersamaan dengan upaya untuk melengkapi persyaratan tahapan rehabilitasi dan reintegrasi.

Di samping itu, Nahar mengingatkan agar upaya dan solusi yang dilakukan tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak-anak korban.

Terkait informasi kaburnya 4 (empat) anak korban dari tempat penampungan sementara atau shelter, KemenPPPA juga telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk melacak keberadaan anak-anak korban tersebut.

“Kami telah berkoordinasi dengan Polres Kab. Sikka dan Polda NTT untuk melacak keberadaan 4 anak korban tersebut agar dapat mengikuti proses rehabilitasi dan reintegrasi.”

“Kepada siapapun yang mengetahui keberadaan anak-anak korban dan pihak-pihak yang terlibat dalam pelarian ini, kami mohon untuk segera melaporkan ke kepolisian terdekat, dan penegak hukum dapat menindaknya sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tutup Nahar.

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya