Periode Second Wave, Kasus COVID-19 Turun Paling Cepat 3 Minggu ke Depan

Pada periode gelombang kedua (second wave), penurunan kasus COVID-19 paling cepat 3 minggu ke depan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Jul 2021, 18:16 WIB
Diterbitkan 15 Jul 2021, 18:16 WIB
Wiku Adisasmito
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers perkembangan COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta pada Kamis, 17 Juni 2021. (Tim Komunikasi Satgas COVID-19/Marji)

Liputan6.com, Jakarta Pada periode gelombang kedua (second wave) yang tengah melanda Indonesia, penurunan kasus COVID-19 dinilai paling cepat 3 minggu ke depan. Perhitungan ini melihat pengalaman lonjakan pertama COVID-19 sebelumnya.

"Jika dilihat saat ini, lonjakan kasus COVID-19 mulai memasuki minggu ke-9 serta intervensi pengetatan lebih awal, yaitu dari minggu ke-8," kata Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Kamis (15/7/2021).

"Berkaca dari pengalaman lonjakan pertama, maka penurunan paling cepat baru dapat terlihat dalam 3 minggu ke depan."

Pemerintah berupaya menekan lonjakan kedua kasus COVID-19, baik penguatan kapasitas fasilitas kesehatan maupun kebijakan pembatasan mobilitas. Berbagai evaluasi dan peningkatan upaya penanganan COVID-19 terus dilakukan agar penurunan kasus dapat terlihat sesegera mungkin.

"Kapasitas rumah sakit dan laboratorium juga semakin meningkat. Saat ini, kurang lebih 120.000 tempat tidur isolasi dan ICU serta 7.930 tempat tidur di Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran," lanjut Wiku.

"Laboratorium kini terdapat 742 dengan capaian lebih dari 300 persen pemeriksaan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)."

 

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Pemantauan Tempat Tidur COVID-19 dan Tambah Tenaga Kesehatan

FOTO: Rusun Nagrak Cilincing Bersiap untuk Isolasi Pasien COVID-19
Petugas keamanan berjalan di Rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (15/6/2021). Masing-masing tower Rusun Nagrak memiliki 16 lantai dan 225 unit. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Pemerintah pusat bersama pemerintah daerah terus memantau kapasitas tempat tidur di rumah sakit. Upaya konversi tempat tidur pun menjadi salah satu strategi memenuhi ketersediaan tempat tidur COVID-19.

"Apabila konversi lebih 40 persen tempat tidur kurang, maka perlu segera dibuka dan difungsikan rumah sakit darurat atau rumah sakit lapangan khusus COVID-19. Penambahan tempat isolasi terpusat juga perlu menjadi fokus utama untuk menurunkan beban rumah sakit," tambah Wiku Adisasmito.

"Dengan skenario peningkatan kasus COVID-19 sebesar 30 persen, maka diperlukan tambahan kurang lebih 9.000 tempat tidur isolasi dan 6.000 tempat tidur ICU." 

Untuk penambahan tenaga kesehatan ikut menjadi fokus perbaikan penanganan COVID-19 yang dilakukan Pemerintah. Kebutuhan ini akan diisi dengan mahasiswa tingkat akhir dan perawat yang belum melewati ujian kompetensi.

Mereka dibantu dengan supervisi dari perawat senior, sedangkan penambahan dokter akan banyak diambil dari dokter yang telah menyelesaikan masa studi internship.

Upaya selanjutnya, peningkatan ketersediaan sumber daya penunjang, seperti oksigen dan obat-obatan juga akan dilakukan dengan melibatkan seluruh unsur kementerian/lembaga dan TNI Polri. Terkait pengadaan dan distribusinya, mengacu pada estimasi kebutuhan provinsi.

"Upaya yang telah dilakukan ini akan sulit terlihat dampaknya dalam penurunan kasus bila masyarakat tidak turut serta untuk menekan penularan," pungkas Wiku.


Belajar dari Lonjakan Pertama COVID-19

FOTO: Kesibukan RSUD Cengkareng di Tengah Peningkatan Kasus COVID-19
Pasien duduk di kursi roda di IGD RSUD Cengkareng, Jakarta, Rabu (23/6/2021). Meningkatnya kasus COVID-19 di Ibu Kota Jakarta dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan rumah sakit kewalahan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam penanganan kasus COVID-19, menurut Wiku Adisasmito, pembelajaran lonjakan kasus pertama serta situasi pada saat itu penting diketahui. Ini agar kita dapat mengidentifikasi apa yang bisa dipersiapkan dan diperbaiki agar lonjakan kasus kedua COVID-19 segera berakhir.

"Pada lonjakan kasus pertama butuh waktu 13 minggu untuk dapat mencapai puncak kasus COVID-19, sebelum akhirnya kasus perlahan menunjukkan penurunan. Sebelum mengalami kenaikan, kebijakan yang diterapkan adalah PSBB Ketat DKI Jakarta selama 4 minggu," paparnya.

"Kemudian dilonggarkan menjadi PSBB Transisi selama 13 minggu. Pada periode itu, kasus meningkat cukup tajam karena bertepatan dengan libur panjang Natal dan Tahun Baru 2021."

Lalu intervensi kebijakan yang lebih ketat lagi, yaitu PPKM Jawa-Bali diambil setelah kenaikan kasus COVID-19 sudah berlangsung selama 10 minggu. Dampak dari intervensi kebijakan terlihat selang 3 minggu, yang mana akhirnya kasus COVID-19 dapat turun.

"Penurunannya bertahan hingga 15 minggu. Pada periode lonjakan kasus pertama terdapat kurang lebih 45.000 tempat tidur di ruang isolasi dan ICU Rumah Sakit Rujukan COVID-19 serta 2.700 tempat tidur di Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet Kemayoran Jakarta," terang Wiku.

"Jumlah laboratorium COVID-19 yang beroperasi saat itu berjumlah 223 dengan capaian pemeriksaan kurang lebih 70 persen dari standar WHO."


Infografis Awas Indonesia Memasuki Gelombang II Covid-19

Infografis Awas Indonesia Memasuki Gelombang II Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Awas Indonesia Memasuki Gelombang II Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya