Liputan6.com, Jakarta - Saat ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sedang mengkaji penetapan fatwa soal vaksin Sputnik V asal Rusia dan Novavax produksi Amerika Serikat. Sementara itu, vaksin Moderna yang sudah disuntikkan rupanya masih terkendala dokumen, sehingga fatwa halal/haram belum dikeluarkan MUI.
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan, ada beberapa vaksin COVID-19 yang sedang proses pendalaman MUI untuk menentukan fatwa halal/haram. Walau ada yang belum terbit fatwa halal/haram, vaksin COVID-19 tersebut masuk kategori 'boleh' digunakan sesuai kedaruratan kesehatan.
Advertisement
Baca Juga
"Perlu juga kami sampaikan kepada publik, kenapa sih kok lama (sekali penetapan fatwa), padahal vaksinasi ini sudah mendesak? Majelis Ulama Indonesia ketika melakukan pembahasan fatwa itu atas dasar dokumen dan kelengkapan yang memadai atas komposisi juga prosesnya," jelas Asrorun saat konferensi pers di Kantor MUI, Menteng, Jakarta, Sabtu (9/10/2021).
"Kadangkala, kami terhenti dalam proses pemeriksaan, karena dokumen yang dibutuhkan enggak ada atau belum dilengkapi. Bagaimana mungkin kami bisa menetapkan fatwa kalau bahan yang akan dikaji enggak ada?"
Asrorun menyebut, ada 4 produk vaksin COVID-19 yang sedang dalam proses kajian, di antaranya, Sputnik V dari Rusia dan Novavax. Namun, ia tak menyebut lebih lanjut merek vaksin lainnya lagi.
"Intinya, ada 4 yang sedang dalam proses pengkajian dan pembahasan. Beberapa ada yang sedang dalam progres, ada yang berhenti karena tidak respons di dalam kelengkapan dokumen, salah satunya Moderna," terangnya.
"Sampai detik ini, (Moderna) belum difatwakan, karena memang akses terhadap dokumen untuk kepentingan pemeriksaan belum memadai."
Â
** #IngatPesanIbuÂ
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Realisasi Produksi Vaksin Halal
Dalam rangka vaksinasi COVID-19 untuk kepentingan mewujudkan kekebalan kelompok (herd immunity) agar penularan virus Corona dapat dikendalikan, menurut Asrorun Ni'am Sholeh, pemenuhan standar syarat mengenai kebijakan menggunakan vaksin yang halal dan toyyib termasuk penting.
"Kepentingan pemenuhan kebutuhan dalam rangka mewujudkan herd immunity ya kebutuhan syar'i tadi dimungkinkan menggunakan (vaksin) yang belum memenuhi standar halal, terbatas untuk kepentingan memenuhi kebutuhan hingga terwujud immunity-nya," ujarnya.
"Ketika sudah ada vaksin halal, maka vaksin yang halal digunakan untuk menutupi kebutuhan itu (vaksin yang tidak halal)."
Majelis Ulama Indonesia merekomendasikan kepada pemegang kebijakan untuk merealisasikan produksi vaksin yang sudah difatwakan halal. Tujuannya, demi melindungi masyarakat, termasuk perlindungan dalam hal keyakinan keagamaan.
"Hal ini juga menjalankan salah satu ketentuan konstitusional yang sudah ditetapkan melalui Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang udah dilakukan perbaikan di dalam Undang-Undang Cipta Kerja," imbuh Asrorun.
"Maka, penyediaan vaksin halal menjadi bagian tak terpisahkan dari mandat negara sebagaimana dimaksud di dalam undang-undang. Jika sudah ada vaksin yang halal, maka vaksin yang halal ini harus ikhtiarkan pengadaannya untuk kepentingan kebutuhan masyarakat dalam mewujudkan herd immunity."
Advertisement