Liputan6.com, Jakarta - Jika pada sebagian orang yang terpapar Omicron mengalami gejala ringan atau tanpa gejala, Diah Saminarsih (48) tidak merasakan demikian.
Wanita yang bekerja di Markas World Health Organization (WHO) Jenewa, Swiss, itu merasakan sendiri tidak enaknya kena COVID-19 varian Omicron. Alih-alih bergejala ringan, varian dengan kode B.1.1.529 itu menimbulkan gejala yang cukup berat padanya.
Baca Juga
"Saya harus bilang enggak, karena saya merasakan gejala yang cukup berat," kata wanita yang menjabat sebagai Senior Advisor on Gender and Youth for the Director-General of WHO itu.
Advertisement
Awalnya, sekitar tanggal 4 Januari 2022 ia merasa seperti terkena flu. Gejalanya memang mirip flu seperti lemas dan pilek. Saat itu hasil tes PCR negatif COVID-19. Namun, dalam waktu yang cepat gejalanya memberat.
Ketika mengulang tes PCR pada 7 Januari 2022 baru terdeteksi wanita asal Indonesia ini positif COVID-19. Ia menduga terpapar usai melakukan kontak erat pada 2 Januari 2022.
Memang saat ini kasus COVID-19 di Swiss sedang tinggi. Dalam sehari bisa mencapai 30 ribu bahkan 67 ribu kasus COVID-19 dengan dominasi varian Omicron.
"Suara saya mulai serak, mulai meriang, demam. Lalu, sakit tenggorokan yang amat sangat. Mungkin enggak kayak orang yang sakit flu tapi tenggorokannya sesakit itu. Untuk menelan air saja sakit," tutur Diah lewat sambungan telepon dengan Health-Liputan6.com pada Selasa, 18 Januari 2022.
Ia tidak mengalami anosmia (kehilangan kemampuan indra penciuman) serta ageusia (pengurangan indra pengecapan), tapi ia merasakan sensasi pahit.
Tak selesai sampai di situ, ibu dua anak ini juga alami sesak napas serta batuk terus-menerus. Walhasil, ia perlu masuk rumah sakit guna menjalani perawatan yang lebih baik.
Selang dua minggu setelah terpapar, kondisinya jauh lebih membaik. Namun, beberapa gejala COVID-19 belum mau pergi.
"Masih batuk, suara juga masih serak, dan masih merasa fatigue (kelelahan)."
Â
Harus Hati-Hati, Tidak Meremehkan Omicron
Berdasar pengalamannya, Diah menekankan agar tidak menganggap enteng varian Omicron. Waspada terhadap COVID-19 itu harus.
"Kita memang harus hati-hati sekali. Tidak meremehkan Omicron dan men-dismissed Omicron itu ringan," tegasnya.
Memang, bila dibandingkan varian sebelum-sebelumnya, termasuk Delta, data awal pada saat varian ini dilaporkan pada 26 November 2021, menunjukkan gejala tidak seberat Delta.
Namun, jika tidak dibandingkan, dalam artian sakit terpapar Omicron dengan gejala seperti Diah atau yang lebih berat lagi, pasti rasanya tidak menyenangkan.
Lalu, perlu diingat juga bahwa varian ini memiliki tingkat penularan yang cepat serta bisa menimbulkan re-infeksi pada mereka yang dulu sudah pernah terpapar COVID-19. Jika tidak ditangani dengan baik, hal ini bakal membebani tenaga kesehatan dan rumah sakit.
"Yang sakit jumlahnya bakal banyak. Itu akan membawa beban tersendiri bagi fasilitas kesehatan. Lalu, bila terpapar, hal itu akan mengganggu society dan kelancaran hidup secara umum.
Â
Advertisement
Diah Sudah Divaksin Lengkap plus Baru Dapat Suntikan Booster
Ketika terpapar Omicron, Diah sudah menerima dua kali suntikan vaksin COVID-19. Ia juga sudah mendapatkan suntikan penguat atau booster di bulan Desember 2021. Bisa dikatakan, kondisi Diah mungkin masih lebih baik dibandingkan yang tidak divaksin sama sekali.Â
Memang, rata-rata yang kondisinya berat, masuk ICU dan meninggal adalah mereka yang belum menerima vaksinasi COVID-19. Maka dari itu, Diah menegaskan bahwa divaksin itu harus.
"Bagi yang tidak divaksin dan tidak taat prokes itu berbahaya sekali," katanya.
"Jadi, sebaiknya tidak meremehkan Omicron."
Â
Soal Vaksinasi Booster di Indonesia
Diah juga mengapresiasi langkah Indonesia melakukan vaksinasi booster. Namun, perlu diingat juga bahwa harus juga memperhatikan agar mereka yang belum mendapatkan dosis lengkap bahwa vaksin dosis satu perlu segera dilakukan.
"Selama kelompok populasi terutama kelompok rentan dan pekerja publikdan kelompok lain sudah terkover dengan vaksinasi lengkap artinya keberadilan vaksin tercapai, maka booster tidak ada salahnya," kata Diah.
Jadi, penting sekali untuk memastikan bahwa target sasaran sudah mendapatkan vaksinasi dosis lengkap. Baik itu di kota besar, kota kecil, desa.
Ia menyarankan agar pemerintah selain fokus pada lansia dan orang dengan penyakit penyerta, mendorong kepada para pekerja publik seperti teller bank, sopir, pedagang, serta mereka yang harus bekerja di luar rumah diutamakan mendapatkan vaksin booster.
Masyarakat juga sebaiknya patuh terhadap protokol kesehatan terutama pemakaian masker. Pastikan masker yang digunakan yang terbaik seperti KN95 atau N95 atau masker dobel.
Â
Advertisement
Tes COVID-19 Tak Menguras Dompet, Tes Antigen Gratis di Swiss
Wanita yang pernah menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Kesehatan era Nila Moeloek ini pun mengungkapkan warga di Swiss mudah untuk memeriksakan status COVID-19, baik untuk tes PCR maupun antigen.
Jika merasa tidak enak badan atau merasa baru saja melakukan kontak erat bisa melakukan tes COVID-19 dengan GRATIS.
"Jadi, walau harus pergi tempat pemeriksaan COVID-19 tapi tes antigen diberikan dengan gratis. Lalu, apabila saat tes hanya menggunakan masker kain atau masker bedah bakal diberikan masker pengganti seperti N95 atau KN95. Itu yang saya perhatikan."
Satu lagi keuntungan harus mendatangi tempat tes adalah pemerintah mendapatkan data yang jelas tentang jumlah orang yang terpapar COVID-19.
"Oh.. yang seperti ini menguntungkan pemerintah, berarti bakal diketahui berapa populasi yang negatif dan positif COVID-19. Bisa dilakukan pemantauan," tuturnya lagi.
Lalu, bagaimana pandangannya tentang upaya RI atasi pandemi?
Diah menilai yang dilakukan pemerintah sudah berusaha sebaik-baiknya dari keterbatasan yang ada.
"Seperti kalau datang dari luar negeri, ketika sampai Jakarta harus tes PCR. Itu tidak ada di sini. Lalu dibawa ke tempat karantina. Itu menurut saya effort yang perlu diapresiasi," pungkasnya menyudahi perbincangan dengan suara serak yang kentara terdengar.
Infografis 5 Cara Lindungi Diri dan Cegah Penyebaran Covid-19 Varian Omicron.
Advertisement