Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) memperkirakan ada 80.000 wanita yang akan melahirkan di Ukraina selama tiga bulan mendatang.
Namun, kondisi perang dapat memicu risiko besar pada kesehatan ibu dan bayi. Konflik dengan Rusia memicu terjadinya gangguan pada perawatan antenatal atau perawatan selama kehamilan.
Baca Juga
Dalam laporan External Situation Report #4 yang dikoreksi pada 28 Maret 2022 disebutkan bahwa gangguan pada perawatan antenatal dapat meningkatkan risiko obstetrik dan komplikasi neonatus.
Advertisement
“Ada juga penurunan kemampuan untuk mengelola kebidanan, termasuk melakukan prosedur seperti operasi caesar dan memberikan perawatan intensif neonatal,” mengutip laporan WHO Senin (29/3/2022).
Perawatan intensif dan berbagai prosedur kesehatan ibu hamil dapat terhambat karena tantangan akses, pasokan listrik dan oksigen yang terbatas, dan serangan terhadap pusat perawatan kesehatan termasuk rumah sakit bersalin.
Simak Video Berikut Ini
Ketahanan Pangan dan Gizi
WHO menambahkan, ketahanan pangan dan gizi di Ukraina juga ikut terancam.
“Perpindahan penduduk dalam skala besar, kerusakan infrastruktur pertanian, gangguan terhadap pasar dan rantai pasokan makanan kemungkinan besar akan berdampak pada ketahanan pangan dan mata pencaharian berbasis pertanian di Ukraina.”
Ancaman ini khususnya terjadi di komunitas pedesaan, rumah bagi sepertiga populasi (12,6 juta orang). Diperkirakan lebih dari dua juta anak di bawah usia lima dan wanita hamil serta menyusui di Ukraina membutuhkan bantuan nutrisi yang menyelamatkan jiwa.
Di Ukraina, tingkat pemberian ASI eksklusif rendah tapi persentase bayi tinggi. Hal ini diperburuk lingkungan perang yang kurang memungkinkan untuk orangtua menyiapkan susu formula secara higienis.
“Prioritas WHO adalah mendukung keluarga untuk selamat dan memberi makan bayi mereka dengan tepat di masa-masa sulit ini. WHO juga memberikan pedoman tentang makanan pendamping ASI yang aman dan tepat untuk diberikan kepada bayi dan anak usia 6 bulan ke atas sesuai kebutuhan.”
Advertisement
Trauma dan Cedera
Selain pada perawatan antenatal, perang juga berdampak pada trauma dan cedera.
Kantor Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mencatat, selama periode 24 Februari hingga 23 Maret sedikitnya ada 2.685 korban sipil di Ukraina, termasuk 1.035 meninggal.
Korban sipil yang cedera dan meninggal tak lain disebabkan oleh penggunaan senjata peledak.
Di sisi lain, akses terbatas ke perawatan kesehatan dapat meningkatkan risiko infeksi luka dan kematian terkait trauma. Selanjutnya, mengingat tingginya tingkat antimikroba yang dijual bebas sebelumnya dan akses terbatas ke pengobatan, potensi untuk Infeksi yang resisten terhadap banyak obat tetap menjadi perhatian besar.
Infografis Rusia Vs Ukraina, Ini Perbandingan Kekuatan Militer
Advertisement