Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI telah membuka produsen farmasi mana saja yang produknya tidak memenuhi standar (TMS). Hal itu lantaran produk yang dimaksud mengandung kadar etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) jauh melebihi ambang batas.
Kepala BPOM RI Penny K Lukito mengungkapkan bahwa dua produsen farmasi yang dimaksud adalah PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Baca Juga
"Dua industri farmasi yang diduga menggunakan pelarut propylene glycol yang mengandung EG-DEG di atas ambang batas yaitu PT Yarindo Farmatama yang beralamat di Serang, Banten dan Universal Pharmaceutical Industries yang beralamat di Medan, Sumatera Utara," ujar Penny dalam konferensi pers Hasil Penindakan IF yang Memproduksi Sirup Obat TMS ditulis Selasa, (1/11/2022).
Advertisement
Penny pun menjelaskan apa yang menjadi kesalahan dari kedua produsen tersebut. Lalu apa sajakah kesalahan yang dilakukan oleh PT Yarindo Farmatama? Berikut diantaranya.
- Menggunakan bahan baku obat tidak memenuhi syarat dengan cemaran EG dan DEG di atas batas aman.
- Tidak melakukan kualifikasi pemasok supplier bahan baku obat. Termasuk tidak melakukan pengujian bahan baku obat untuk parameter cemaran EG dan DEG.
- Tidak melakukan metode analisa untuk pengujian bahan baku sesuai dengan kompendia referensi yang terkini.
Terlebih, Penny mengungkapkan bahwa PT Yarindo Farmatama juga tidak melaporkan adanya perubahan bahan baku yang digunakan untuk obat sirupnya.
"Kesalahan pelanggaran PT Yarindo Farmatama dalam hal ini adalah mengubah bahan baku dengan menggunakan bahan baku yang tidak memenuhi syarat dengan cemaran EG di atas batas aman, sehingga produk tidak memenuhi persyaratan," kata Penny.
Bagaimana dengan Universal Pharmaceutical Industries?
Lebih lanjut Penny mengungkapkan bahwa kesalahan di atas ikut berlaku untuk Universal Pharmaceutical Industries. Kesalahan yang dibuat oleh pihak Universal Pharmaceutical Industries serupa dengan PT Yarindo Farmatama.
"Kalau yang PT Universal Pharmaceutical Industries juga kesalahannya sama. Semuanya sama karena memang kaitannya dengan kesakitan dan kematian. Gagal ginjal ini sedang dicari, tapi melihat dari indikasi yang ada memang ada keterkaitan," ujar Penny.
Menurut Penny, saat ini memang belum bisa dikatakan bahwa obat sirup yang menjadi penyebab utama dari gagal ginjal akut. Namun jika merujuk pada hasil, nampak ada kaitan antara obat sirup dan gagal ginjal akut yang terjadi.
"Tentunya kalau mengatakan semua kasus gagal ginjal dikaitkan dengan obat, itu belum bisa kita melangkah kesana. Harus ada satu kajian epidemiologi secara khusus. Namun dari setiap kasus per kasus, obat yang TMS kita lihat penelusuran, dikaitkan dengan pasien, itu kita bisa mengambil kesimpulan," kata Penny.
"Melihat dari kadar konsentrasi EG dan DEG-nya sangat tinggi. Bukan hanya cemaran lagi, dari sumber bahan bakunya sudah mengandung bahan EG dan DEG sangat tinggi. Bukan cemaran lagi, tapi memang sudah keracunan."
Advertisement
PT Afi Pharma Ikut Terseret
Berdasarkan hasil pengujian, ada tiga produsen farmasi yang produknya memiliki cemaran EG dan DEG sangat tinggi. Jika dilihat dari daftar yang diberikan Kemenkes RI, terdapat dua industri yang produknya tercemar EG dan DEG.
"Ada dua industri yaitu PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Pharma. Itu berdasarkan dari list 102 yang diberikan Kemenkes, kita mendapatkan dua industri yang tidak memenuhi standar (TMS)," kata Penny.
"Namun dengan pengembangan sampling. Kemudian ditemukan lagi satu yaitu PT Yarindo Farmatama," tambahnya.
Cemaran EG dan DEG dalam produk obat sirup sebenarnya diizinkan. Namun, ada ambang batas yang diperbolehkan yakni tidak melebihi 0,1 mg/ml.
"Dari perluasan sampling dan pengujian produk sirup obat yang berpotensi mengandung cemaran EG dan DEG, kami menemukan produk obat sirup paracetamol drop, paracetamol syrup rasa peppermint produksi PT Afi Pharma," ujar Penny.
Akan Kena Sanksi Pidana dan Denda
Sehingga merespons hal ini, PT Afi Pharma menjadi produsen selanjutnya yang dikenakan sanksi berupa penarikan dan pemusnahan produk. Setidaknya ada 7 produk dari PT Afi Pharma yang kadar EG dan DEG-nya melebihi batas.
"Berdasarkan pengujiannya, kandungan dari produk dan bahan baku (dari produk PT Afi Pharma) sudah menunjukkan kandungan cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas," kata Penny.
"Ada juga bahan baku yang menunjukkan kadar melebihi standar. Sehingga kami hold untuk seluruh produknya. Produk sediaan cair dari obat anak-anak, ini kami hold semuanya dan segera dikenakan sanksi administrasi."
Penny mengungkapkan bahwa perusahaan diberikan sanksi administratif berupa penghentian produksi, distribusi, penarikan barang, dan pemusnahan. Setelah itu, sertifikat keamanan dan izin edarnya pun dicabut.
Berdasarkan aturan yang berlaku, dua produsen tersebut akan dikenakan ancaman pidana paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Sedangkan dalam UU keamanan konsumen, produsen dapat dikenakan pidana paling lama 5 tahun dan denda sebanyak Rp2 miliar.
Advertisement