Liputan6.com, Jakarta Kepala Tim Kerja Surveilans Imunisasi dan PD3I Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Endang Budi Hastuti mengungkapkan bahwa hanya ada satu kasus polio di RI per 25 November 2022.
"Sampai dengan saat ini, kasus polio yang ada di Indonesia masih satu, kasus yang sudah dilaporkan kemarin di Pidie," ujar Endang dalam acara Meet the Expert: Penjelasan Mengenai Polio di Indonesia bersama Kemenkes RI ditulis Senin, (28/11/2022).
Baca Juga
Temuan satu kasus polio di Kabupaten Pidie, Aceh tersebut pun dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) level kabupaten dan telah dilaporkan pada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Advertisement
Di sisi lain, Indonesia sebenarnya sudah memiliki Sertifikat Eradikasi atau Bebas Polio dari WHO yang didapatkan pada tahun 2014. Lalu, bagaimanakah nasib sertifikat tersebut? Masihkah berlaku dengan temuan kasus baru yang terjadi saat ini?
Eks Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa sertifikat bebas polio milik Indonesia masih tetap berlaku, karena yang terdeteksi bukanlah virus polio liar (Wild Poliovirus/WPV).
Terlebih, kasusnya terhitung sangat kecil jika dibandingkan dengan kasus polio pada dua negara endemis polio yakni Afghanistan dan Pakistan.
"Hanya ada dua negara di dunia yang punya Wild Poliovirus. Jadi sertifikat Indonesia yang diberikan 2014 masih valid. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk seluruh negara di dunia kecuali dua itu. Hanya dua itu yang sekarang endemis," kata Tjandra.
Tjandra menjelaskan, ada pula target bebas polio di seluruh negara pada 2026. Sehingga diharapkan sebelum sampai pada 2026, seluruh negara sudah benar-benar bisa dinyatakan eradikasi polio.
Penyebab Munculnya Kasus Polio Baru
Lebih lanjut Tjandra mengungkapkan bahwa salah satu penyebab munculnya polio di Aceh sendiri berkaitan dengan cakupan vaksinasi atau imunisasi yang terhambat di masa pandemi COVID-19.
"Secara umum saya kira memang cakupan vaksinasi belum ideal tercapai, karena belum ideal itulah berbagai penyakit ini timbul," ujar Tjandra.
Tjandra menjelaskan, saat pandemi perhatian di dunia kesehatan tertuju pada COVID-19. Sehingga banyak imunisasi yang tertinggal dan menyebabkan capaiannya mengalami penurunan. Itulah mengapa menurutnya Kemenkes melakukan program BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional).
Belum lagi, banyak masyarakat di Aceh yang menolak untuk melakukan imunisasi. Menurut Tjandra, penolakan terhadap imunisasi memang terjadi di banyak tempat, alasannya beragam.
"Kejadian orang menolak vaksin itu terjadi di banyak tempat, alasannya banyak. Itu kenapa dari berbagai sektor harus menjelaskan kalau vaksin itu bermanfaat untuk melindungi kita. Jadi marilah kita meningkatkan cakupan vaksinasi," kata Tjandra.
Advertisement
Banyak yang Menolak Imunisasi di Aceh
Seperti diketahui, salah satu kemungkinan penyebab munculnya kasus polio di Aceh berkaitan dengan rendahnya cakupan imunisasi di sana. Menurut Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Direktorat Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI, dr Gertrudis Tandy, salah satu penyebabnya adalah takut terhadap jarum suntik.
"Terkait dengan penolakan masyarakat khususnya di Aceh memang masih kita temui. Waktu kami turun untuk investigasi kasus ini, catatan imunisasi anak-anak di Aceh banyak yang kosong terutama untuk yang jarum suntik," ujar Gertrudis.
Gertrudis menjelaskan, beberapa masyarakat pun menolak imunisasi dengan berbagai macam alasan lainnya. Seperti takut pada efek samping dan merasa tidak butuh imunisasi.
"Jadi tidak paham (manfaatnya). Ada juga yang alasannya karena isu haram vaksin. Berbagai upaya sudah kita lakukan untuk ini. Salah satunya dengan melibatkan tokoh agama, ulama di Aceh untuk mendukung imunisasi ini," kata Gertrudis.
"Sekarang pun kita ada pertemuan advokasi dan sosialisasi untuk menggalang dukungan terhadap pelaksanaan SUB PIN polio nanti di Aceh," tambahnya.
Perkembangan Kasus Polio di Indonesia
Dalam kesempatan yang sama, Endang turut menjelaskan soal temuan tiga anak di Aceh yang hasil pemeriksaan fesesnya memiliki virus polio. Namun, ketiganya tidak masuk dalam kriteria kasus positif polio.
"Memang ada tiga anak yang hasil pemeriksaan laboratorium dari sampel fesesnya juga ternyata positif virus polio tipe 2," kata Endang.
Ketiga kasus tersebut tidak masuk dalam kriteria kasus positif polio lantaran yang bersangkutan tidak mengalami gejala lumpuh layu. Berdasarkan pedoman WHO, suatu kasus polio dapat dinyatakan resmi bila anak yang bersangkutan mengalami lumpuh layu secara mendadak.
"Hasil positif ini tidak bisa ditetapkan sebagai kasus polio karena tidak memenuhi kriteria lumpuh layu akut. Jadi memang pada anak-anak ini ada terdeteksi virus polio. Tapi ini bukan kasus polio seperti kasus yang kemarin," kata Endang.
Sehingga, polio resmi di Indonesia hingga saat ini masih berjumlah satu kasus.
Advertisement