Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin membuka peluang pembiayaan pasien COVID-19 nantinya ditanggung BPJS Kesehatan. Rencana ini masih akan ditinjau (review) dan dikaji lebih lanjut.
Kajian pembiayaan pasien COVID-19 lewat mekanisme BPJS Kesehatan ini pun melihat perkembangan situasi Tanah Air selepas pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Peninjauan pembiayaan akan dilakukan bertahap.
Baca Juga
"Secara bertahap, nanti akan kita review," ungkap Budi Gunadi di Istana Negara Jakarta, ditulis Rabu (4/1/2023).
Advertisement
Mekanisme pembiayaan pasien COVID-19 yang direncanakan ditanggung BPJS Kesehatan turut mempertimbangkan kondisi dan gejala pasien COVID-19, terutama berkaitan dengan komorbid. Pembiayaan pasien komorbid yang positif COVID-19 dapat ditanggung BPJS Kesehatan.
Artinya, apabila pasien positif COVID-19 memiliki riwayat komorbid, maka pengobatan dan pembiayaan yang menjadi tanggungan BPJS Kesehatan nantinya disesuaikan tergantung penyakit komorbidnya. Berbeda yang selama ini, pasien positif COVID-19 yang punya komorbid tetap ditanggung Pemerintah.
"Kalau dulu kan semua penyakit asal COVID-19 ditanggung (Pemerintah). Tapi kalau sekarang, oh sebenarnya yang bersangkutan penyakitnya jantung tapi dites ada positif COVID-19, itu mungkin kami kembalikan ke mekanisme normal, ke BPJS di mana karena ada sakit jantungnya," jelas Budi Gunadi.
"Atau dia sakit cancer (kanker) mesti lakukan kemoterapi, dites positif COVID-19. Dulu kan masuk juga sebagai COVID-19 (pasien positif COVID-19 yang punya riwayat komorbid)."
Rencana Ditanggung Asuransi atau Biaya Pribadi
Tak hanya rencana ditanggung BPJS Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin juga menyebut mekanisme lain dapat pula melalui asuransi kesehatan swasta yang dimiliki pasien bersangkutan.
Bahkan tak menutup kemungkinan pembiayaan pasien COVID-19 dapat ditanggung biaya pribadi.
"Nantinya mungkin akan kami kembalikan ke normal (pembiayaan melalui BPJS Kesehatan), jadi dia yang harus kemoterapi sakit cancer (yang positif COVID-19). Sehingga mengikuti mekanisme (BPJS Kesehatan) biasa," tutur Budi Gunadi.
"Kalau dia dicover (ditanggung) BPJS, ya pakai BPJS, kalau asuransi swasta pakai asuransi swasta. Kalau tidak ya dia biaya sendiri."
Ditegaskan kembali, gambaran rencana perubahan mekanisme pembiayaan pasien COVID-19 di atas, lanjut Menkes Budi Gunadi, termasuk bagian dari strategi transisi pandemi menuju endemi.
"Mungkin nanti ke depannya kira-kira gitu, dan akan bertahap. Ini sebagai salah satu strategi transisi dari pandemi," imbuhnya.
Advertisement
Akan Berlaku Resmi Setelah Masuk Endemi
Belum lama ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron Mukti mengatakan, nantinya bagi peserta BPJS Kesehatan, pembiayaan COVID-19 bisa menggunakan sistem pembayaran Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Â
"Bagi peserta BPJS yang sakit karena COVID-19 tergantung diagnosis utamanya apa, menggunakan pembayaran dengan Ina-CBGs," katanya dalam keterangan singkat.
Sementara mekanisme pembayarannya akan sesuai dengan klaim BPJS Kesehatan pada umumnya, yang mana penanggung akan bergantung pada jaminan kesehatan apa yang dimiliki pasien.Â
Namun, Ghufron menekankan, pembayaran pasien COVID-19 menggunakan BPJS Kesehatan akan berlaku saat pandemi COVID-19 secara resmi dicabut atau statusnya berubah menjadi endemi.Â
"Jika sudah dinyatakan secara resmi pandemi COVID-19 menjadi endemi. BPJS siap untuk melakukan tugasnya (menanggung pembiayaan pasien COVID-19)," pungkasnya.
Pedoman Tarif INA-CBGs
Secara umum, pedoman pelaksanaan sistem pembayaran Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) tertuang melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs).
Peraturan di atas diteken Menkes Budi Gunadi Sadikin tertanggal 10 Agustus 2021. Disebutkan pada Pasal 1:
Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan merupakan acuan bagi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan pihak lain yang terkait mengenai metode pembayaran INA-CBG dalam pelaksanaan klaim pelayanan Jaminan Kesehatan.
Sebelumnya, Pedoman pelaksanaan INA-CBG diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 76 Tahun 2016 tentang Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.
Namun, peraturan tersebut perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sehingga perlu disempurnakan.
Selain itu, saat ini masih banyak terjadi permasalahan di lapangan antara BPJS Kesehatan dan FKRTL khususnya terkait pengodean. Hal ini mengakibatkan terjadinya dispute dan pending klaim sehingga pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan ke FKRTL menjadi tertunda.
Untuk itu, diperlukan penyempurnaan Pedoman Indonesian Case Base Groups (INA-CBG) dalam Pelaksanaan Jaminan Kesehatan.
Tarif INA-CBGs adalah rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi hingga iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan kepada rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan.
Advertisement