Menkes Budi: Omicron BF.7 Tak Naik, Tidak Perlu Ada Pengetatan

Persebaran Omicron BF.7 di Indonesia tak terpantau naik signifikan sehingga tidak perlu ada pengetatan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 06 Jan 2023, 20:00 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2023, 20:00 WIB
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin hadir dalam peluncuran 'Buku Vaksinasi COVID-19 di Indonesia' di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Jakarta pada Kamis, 11 Agustus 2022. (Dok Kementerian Kesehatan RI)

Liputan6.com, Jakarta Persebaran subvarian Omicron BF.7 di Indonesia tidak mengalami pergerakan kenaikan yang signifikan. Bahkan jumlah kasus subvarian tersebut tidak bertambah semenjak pelaporan sebelumnya (29 Desember 2022), yakni masih berjumlah 15 kasus (per 5 Januari 2023).

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, Indonesia dinilai tidak perlu melakukan pengetatan dan pembatasan kegiatan walau sudah ada varian BF.7. Hal ini dikarenakan imunitas masyarakat terhadap virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 tinggi.

Bahkan Pemerintah juga telah mempertimbangkan matang pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yang melihat hasil sero survei antibodi bahwa imunitas masyarakat Indonesia terbilang tinggi di angka 98 persen.

"BF.7 tidak ada pergerakan naik -- masih 15 kasus. Jadi kita merasa ya tidak perlu mengetatkan kegiatan, mengurangi dan membatasi kegiatan masyarakat karena imunitas sudah tinggi," ucap Budi Gunadi usai 'Penandatanganan MoU Transformasi Kesehatan antara Kementerian Kesehatan - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah' di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta baru-baru ini.

Seperti diketahui, BF,7 yang merupakan varian 'anakan' Omicron termasuk varian baru yang pertama kali terdeteksi di China. Disebut-sebut varian ini ikut menyumbang lonjakan kasus COVID-19 di Negeri Tirai Bambu tersebut sampai saat ini.

Varian Omicron BF.7 masuk ke Indonesia, pertama kali terdeteksi di Bali. 

"Yang BF.7 masuknya 14 Juli 2022 dari Bali," sambung Budi Gunadi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Imunitas Orang Indonesia Tahan Lama

Antrean Warga Depok Terima Vaksin Pfizer Dosis Pertama
Warga saat diukur suhu tubuh sebelum menerima vaksin Pfizer dosis pertama di Kecamatan Beji, Depok,Rabu (1/9/2021). Pemerintah Kota Depok menggelar program Gebyar Vaksinasi Covid-19 secara serentak di 11 kecamatan di Kota Depok. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Menilik lonjakan kasus COVID-19 di China, Budi Gunadi Sadikin berpandangan bahwa kekebalan imunitas warga di sana, terutama yang diperoleh dari infeksi alamiah dan vaksinasi tidak terbentuk sempurna. Ini karena dampak penerapan lockdown.

Untuk mencapai terbentuknya kekebalan demi perlindungan terhadap varian Corona baru secara kuat dan tahan lama dapat diperoleh dari vaksinasi dan infeksi. Orang Indonesia disebutkan sudah memiliki keduanya sehingga kejadian infeksi di komunitas kini semakin menurun.

"Nah, di China karena lockdown-nya terlalu ketat, (kekebalan) yang alamiah itu tidak sebanyak di Indonesia, tidak terbentuk. Padahal, secara sains juga imunitas paling kuat dan tahan lama adalah vaksinasi plus infeksi," jelas Menkes Budi Gunadi.

"Kalau kita sudah divaksin, kemudian sudah terinfeksi, maka imunitas kita paling kuat dan paling (tahan) lama. Tapi jangan kebalikannya, kalau infeksi dulu, baru vaksinasi, ya itu kan ada kemungkinan wafat."

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril sebelumnya mengatakan, antibodi masyarakat Indonesia terhadap COVID-19 mencapai 98,5 persen. Hal itu berdasarkan hasil riset sero survei.

"Antibodi kita melalui sero survei sudah 98,5 persen. Menunjukan bahwasanya bangsa kita sudah mempunyai kekebalan, baik itu melalui infeksi maupun vaksinasi, sudah sangat membanggakan," katanya dalam 'Talkshow Masa Depan COVID-19' di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Jumat (30/12/2022).


Varian BF.7 Paling Dominan di China

Guangzhou Alami Lonjakan Kasus COVID-19
Seorang pekerja yang mengenakan pakaian pelindung berjalan melewati orang-orang yang mengantri untuk tes COVID-19 di tempat pengujian virus corona di Beijing, Rabu (9/11/2022). Lonjakan kasus COVID-19 telah mendorong penguncian di pusat manufaktur China selatan Guangzhou, menambah keuangan tekanan yang telah mengganggu rantai pasokan global dan secara tajam memperlambat pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu. (Foto AP/Mark Schiefelbein)

Perkembangan terkini di China, subvarian Omicron BF.7 atau yang juga dikenal dengan BA.5.2.1.7 menjadi salah satu paling dominan di sana, diikuti varian BA.5.2.

Varian-varian tersebut sudah diketahui dan telah menyebar di beberapa negara lain, dan saat ini tidak ada varian baru yang dilaporkan oleh CDC China, tulis pernyataan WHO di situs resminya, Kamis (5/1/2023).

Tim WHO yang memantau China adalah Technical Advisory Group on Virus Evolution (TAG-VE). Mereka menyebut ada beberapa sub-keturunan Omicron yang terdeteksi meski persentasenya rendah. Namun, varian Omicron tersebut juga bukan hal baru.

WHO berkata akan terus memonitor situasi di China dan semua negara. Turut diminta juga agar semua negara waspada dan memantau sekuensi sub-keturunan varian Omicron, serta meneliti keparahan yang disebabkan.

Berbagi data juga ditegaskan WHO sebagai hal penting untuk menyiapkan pencegahan. 

"Ini dapat dicapai dengan baik melalui pengiriman data secara cepat dan reguler melalui database-database yang bisa diakses secara publik," jelas pihak WHO.

Selain masalah di China, TAG-VE juga memantau varian XBB.1.5 yang sedang menyebar di Amerika Serikat. 

Dari laporan CDC Amerika Serikat, varian XBB.1.5 kemungkinan menular ketimbang varian-varian sebelumnya di AS. CDC AS masih memantau varian tersebut yang berpotensi menjadi 40,5 persen kasus secara nasional. 

Sejumlah rekomendasi yang diberikan CDC adalah vaksin booster, memakai masker di keramaian, dan tes COVID-19 sebelum acara kumpul-kumpul.


Pemantauan Varian BF.7 di Indonesia

FOTO: Lokasi Tes COVID-19 Mulai Ramai Akibat Varian Omicron
Petugas melakukan tes usap PCR kepada warga di Laboratorium Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Kamis (3/2/2022). Merebaknya varian Omicron memicu lonjakan kasus COVID-19 di berbagai daerah di Indonesia. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Berdasarkan Laporan Harian COVID-19 Kemenkes RI per 5 Januari 2023, berikut ini pemantauan varian Corona baru di Indonesia dari sisi jumlah lineage -- garis keturunan -- virus SARS-CoV-2:

  • XBB ada 1.072
  • BA.2.75 ada 515
  • BQ.1 ada 452
  • BF.7 ada 15

Data yang dihimpun Kemenkes bersumber dari jejaring surveilans genomik Indonesia yang dilaporkan ke Global Initiative on Sharing ALL Influenza Data (GISAID) juga menunjukkan, varian BA.5 masih mendominasi Indonesia dengan temuan lineage sebanyak 13.575.

Jika dilihat grafik, varian XBB justru mengalami peningkatan temuan lineage. Subvarian ini menduduki posisi ke-6 dari varian virus SARS-CoV-2 yang beredar di Indonesia.

Rinciannya, antara lain:

  1. BA.5 ada 13.575
  2. BA.1.13.1 ada 3.605
  3. BA.1.1 ada 2.124
  4. BA.2 ada 1.391
  5. BA.2.3 ada 1.367
  6. BA.1.15 ada 1.130
  7. XBB ada 1.072
Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Landa Korsel hingga China. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Waspada Lonjakan Kasus Covid-19 Landa Korsel hingga China. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya