Menengok Kasus Malika Diculik, Lakukan 5 Hal Ini Usai Anak jadi Korban Penculikan

Bercermin dari kasus Malika diculik, begini yang mesti orangtua lakukan usai anak jadi korban penculikan

oleh Diviya Agatha diperbarui 09 Jan 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2023, 13:00 WIB
Ilustrasi Anak dan Orangtua
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/Ketut

Liputan6.com, Jakarta - Kasus penculikan anak masih terjadi di Indonesia. Salah satu yang paling baru terjadi pada Malika, seorang anak perempuan berumur enam tahun yang hilang pada Rabu, 7 Desember 2022.

Kini, Malika sudah ditemukan dan telah kembali bertemu orangtuanya. Sebelumnya, Malika diculik oleh Iwan Sumarno (42), pria yang memiliki tiga nama samaran yakni Yudi, Herman, dan Jacky.  

Psikolog anak dan keluarga, Anna Surti Ariani yang akrab disapa Nina mengungkapkan bahwa dari data-data yang ada, sebagian besar pelaku penculikan anak sebenarnya bukan orang yang 100 persen tidak dikenal korban atau keluarga korban.

Pada kasus penculikan Malika, Iwan Sumarno memang diketahui sudah seringkali mondar-mandir di warung milik ibu Malika. Iwan dikenal sebagai orang yang akrab dengan anak-anak di daerah tempat Malika tinggal.

"Dengan si orang ini beberapa kali mampir kewaspadaan orangtua bisa berkurang. Wajar sekali kalau kewaspadaan berkurang karena rasanya jadi sudah mengenal orang ini," ujar Nina pada Health Liputan6.com baru-baru ini.

Lalu, apa yang perlu dilakukan orangtua usai anak menjadi korban penculikan? Nina pun menyarankan beberapa cara, berikut diantaranya.

1.  Harus Berada di Dekat Anak Usai Kejadian

Nina mengungkapkan bahwa usai anak menjadi korban penculikan, hari-hari pertama setelah anak ditemukan, orangtua harus berada di dekat anak secara fisik dan psikologis.

"Orangtuanya perlu ada bersama dengan dia untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan. Bersama itu physically dan secara hati bersama. Usahakan orangtua tetap terlihat oleh si anak ini. Bisa jadi itu perlu dilakukan selama beberapa hari atau lebih tergantung seberapa anak ini merasa terpisah oleh orangtuanya," kata Nina.

2. Relasi yang Dibangun Harus Penuh Cinta

Ilustrasi Anak dan Orangtua
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/Ketut

Lebih lanjut Nina mengungkapkan bahwa pada saat masa-masa bersama dengan anak kembali, upayakan pula relasi yang dibangun penuh dengan cinta.

"Pada saat sudah bersama, usahakan memang relasinya penuh cinta. Banyak senyumnya, sampaikan rasa sayang, rasa kangen. Terus memberikan kasih sayang misalnya dengan mengajak makan makanan kesukaan anak, dipeluk, dikelonin ketika mau tidur, dan sebagainya," ujar Nina.

3. Kembalikan Rutinitas Anak di Rumah seperti Semula

Nina menjelaskan, penting untuk mengembalikan rutinitas yang biasa dilakukan anak di rumah seperti semula saat dirinya belum diculik. Serta, pertimbangkan dulu soal perlu atau tidaknya anak langsung kembali ke sekolah.

"Pagi tetap bangun pagi, sarapan, mandi, dan seterusnya. Apakah dia perlu langsung sekolah? Lihat saja dulu. Kalau misalnya anaknya memang kelihatan shock banget, libur saja dulu dari sekolah. Tapi kalau anaknya ingin sekolah, mau ketemu teman, ya sudah antar ke sekolah dan pulang dijemput," kata Nina.

Kenapa Rutinitas Penting untuk Dikembalikan?

Anak membaca
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/cottonbro

Dalam kesempatan yang sama, Nina menjabarkan tentang pentingnya mengembalikan rutinitas anak usai terpisah lama dari orangtuanya. Menurut Nina, hal ini penting untuk membangun kembali rasa aman anak.

"Rutinitas sebetulnya sesuatu yang relatif pasti. Ketika ada kepastian itu, anak bisa merasa aman. Nah, rasa aman itu yang dibutuhkan setelah dia terlepas dari rasa amannya karena penculikan," ujar Nina.

4. Cermati Sikap Anak

Setelah melakukan hal-hal di atas, Nina mengungkapkan bahwa orangtua harus mencermati sikap anak. Dari sana, bisa terlihat apakah kecemasan yang dialami oleh anak sudah berkurang atau belum.

"Setelah dia bisa kembali, cermati dalam beberapa hari tersebut. Kalau misalnya dia sudah kembali seperti biasa sama sekali enggak ada perubahan, itu bisa berkurang kecemasan kita," kata Nina.

5. Ajak Anak Ngobrol soal Apa yang Dialami

Ilustrasi Anak dan Orangtua
Ilustrasi Anak dan Orangtua Credit: pexels.com/Andrea

Terakhir, tahapan yang mungkin paling sulit adalah mengajak anak bicara soal apa yang baru saja ia alami. Dalam hal ini berarti soal penculikan yang menimpanya.

Percakapan soal penculikan baru boleh dilakukan setelah poin-poin di atas sudah dilakukan.

"Ajak anak ngobrol soal apa yang terjadi selama di sana, apa yang ditakutkan, ketika kembali perasaan dia gimana. Perlu ada diskusi semacam itu supaya benar-benar lega anak ini," ujar Nina.

"Kalau sama sekali enggak ada diskusi, dianggap bahwa dia sudah baik-baik saja, anak akan merasa bahwa kemarin yang terjadi dia hilang adalah hal biasa. Dengan adanya diskusi ini, anak akan paham bahwa ketakutan dia selama dia terpisah dari orangtua itu sangat mungkin dialami anak-anak seusia dia," dia menambahkan.

Saat tengah membicarakan hal ini, Nina menyarankan orangtua untuk mendengarkan dengan baik.

Jika anak terlihat cemas dan ada perubahan-perubahan pada sikap anak, penting untuk meminta bantuan psikolog atau tenaga profesional lainnya.

Infografis Dosis Vaksin Covid-19, dari Bayi 6 Bulan hingga Anak Usia 11 Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Dosis Vaksin Covid-19, dari Bayi 6 Bulan hingga Anak Usia 11 Tahun. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya