Liputan6.com, Jakarta Marak di berbagai media sosial, kabar banyak anak muda yang terjebak dalam hubungan yang tidak sehat atau istilahnya toxic relationship. Toxic relationship dalam hubungan pasangan kerap mendatangkan 'bencana' bagi perempuan, seperti kekerasan dan pemerkosaan.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyoroti upaya pencegahan agar anak muda tidak terjebak ke dalam toxic relationship. Salah satunya, ia menekankan pentingnya pendidikan kesehatan reproduksi.
Baca Juga
Penting Supaya Tidak Terbawa Emosi Seks
Selain itu, ada juga upaya BKKBN dengan kehadiran program Bina Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Remaja (BKR).
Advertisement
"Di Indonesia ini, orang semakin terbuka dengan media sehingga emosional seks lebih maju, tapi pengetahuan seks tidak maju. Sehigga yang terjadi adalah pemerkosaan, hamil di luar nikah, dan ada tuh namanya toxic relationship di mana itu anak-anak muda kita yang toxic lebih banyak," jelas Hasto saat acara diskusi Festival 6 di Senayan Park, Jakarta pada Sabtu, 8 Juli 2023.
"Oleh karena itu, BKKBN ini ada program Bina Keluarga Balita dan Bina Keluarga Remaja. Ini kita melakukan pencegahan, tapi real problem adalah pendidikan kesehatan reproduksi, sexual education penting supaya mereka tidak terbawa emosi seks tapi pengetahuannya juga maju."
Masih Dianggap Tabu oleh Masyarakat
Sayangnya, menurut Hasto Wardoyo, pendidikan seks atau kesehatan reproduksi di Indonesia masih dianggap tabu. Padahal, hal itu dapat memberikan edukasi agar terhindar dari kekerasan dan penyimpangan perilaku.
"Kita itu tantangannya pendidikan kesehatan reproduksi dan seks masih dianggap tabu oleh masyarakat. Padahal, sebetulnya sangat penting buat anak-anak dan keluarga," terangnya.
"Sehingga mereka tahu masalah seksual, bukan ke pendidikan sex intercoures (cara berhubungan seks), tapi education (edukasi)."
Selamatkan Reproduksi Laki-laki dan Perempuan
Pendidikan kesehatan reproduksi bertujuan untuk melindungi reproduksi laki-laki dan perempuan.
"Jadi, intinya bagaiamna menyelamatkan reproduksi laki-laki dan perempuan. Karena begini, orang yang paham masalah kesehatan reproduksi, maka di situ akan menurun penyimpangan perlakuan masalah reproduksi," pungkas Kepala BKKBN Hasto.
"Di beberapa negara, semakin dia tidak melek masalah reproduksi, maka dia semakin besar kekerasan yang terjadi."
Advertisement
Kekerasan Akibat Terjebak dalam Toxic Relationship
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Eni Widiyanti mengungkapkan tidak sedikit perempuan di Indonesia yang terjebak dalam hubungan toxic yang mendasari terjadinya kekerasan.
“Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) Tahun 2022 menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KtP) sebanyak 11.266 kasus terlapor dengan 11.538 korban dimana 45,28 persennya merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan 1.151 kasus dengan pelakunya adalah pacar," ujar Eni dalam keterangannya, Jumat (17/2/2023).
"Sedangkan, untuk korban kekerasan seksual sebanyak 2.062 korban. Hal tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap kali terjadi di ranah dosmetik atau di dalam suatu hubungan."
Perkuat Hubungan Orangtua dan Anak
Eni Widiyanti menuturkan, banyak perempuan dan remaja tidak menyadari tengah terjerat di dalam suatu hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship. Tekanan-tekanan yang dirasakan secara emosional oleh satu pihak dalam hubungan kerap kali berujung pada kekerasan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan sedini mungkin agar perempuan dan remaja terhindar dari hubungan yang tidak sehat.
“Orangtua dan keluarga memiliki peran krusial dalam pencegahan dengan memperkuat hubungan antara orangtua dan anak. Jalin komunikasi terbuka dan perhatikan keseharian anak," tutur Eni.
"Selain itu, lingkungan yang nyaman dan aman, penyebaran informasi dan penyediaan dukungan pun tidak kalah penting dalam mendukung anak menjalin hubungan yang positif."
Advertisement