Liputan6.com, Jakarta - Ketika cuaca panas, salah satu risiko yang dihadapi adalah kondisi dehidrasi. Mencukupi cairan tubuh dengan minum menjadi cara mengatasi dehidrasi.
Meski demikian ahli gizi Fitri Hudayani dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menyarankan agar tidak mengonsumsi minuman manis untuk mengatasi dehidrasi selama musim kemarau, khususnya di DKI Jakarta.
Baca Juga
Cuaca panas, kata Fitri, membuat tubuh banyak berkeringat. Rasa haus juga jadi indikator meningkatnya kebutuhan cairan dalam tubuh.
Advertisement
"Jika minum minuman kemasan atau yang memiliki rasa untuk menghilangkan rasa haus, maka konsekuensinya akan meningkatkan asupan gula dalam tubuh," ujar Fitri di Jakarta, Jumat, dilansir Antara.
Gula adalah sumber karbohidrat, terang Fitri. Oleh tubuh, gula akan dikonversikan menjadi kalori. Jika kalori dari minuman manis tersebut menambah asupan energi yang sudah didapatkan dari makanan lain, maka asupan gula murni dan energi tubuh akan meningkat.
"Konsekuensinya nanti gula darah bisa naik, kemudian berat badan juga naik," tutur Fitri.
Selain itu, jika konsumsi karbohidrat berlebihan dan tidak dibakar maka akan tersimpan menjadi lemak dalam tubuh.
"Itu berisiko menimbulkan adanya penumpukan lemak di dalam hati," Fitri menjelaskan.
Â
Cairan Paling Baik untuk Atasi Dehidrasi
Cairan paling baik untuk menghilangkan dehidrasi adalah air putih. "Kalau misalnya dalam kondisi haus, untuk menggantikan cairan tubuh atau agar tubuh lebih nyaman, yang paling baik adalah air putih saja," tegas Fitri.
Fitri menganjurkan minum air putih minimal 2 sampai 2,5 liter atau 8-10 gelas sehari. Sumber cairan lain yang bisa dikonsumsi adalah dari buah-buahan yang mengandung air seperti semangka dan makanan yang mengandung kuah seperti sop.
Â
Advertisement
Penyebab Cuaca Panas di Indonesia
Sejumlah wilayah di Indonesia, termasuk DKI Jakarta mengalami suhu panas akibat cuaca ekstrem dalam beberapa waktu terakhir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melaporkan cuaca panas dengan suhu rata-rata 35-39 derajat Celsius diprediksi hingga awal 2024.
Suhu udara yang menyengat itu, dijelaskan peneliti ahli utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN Eddy Hermawan, dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) yang diperkirakan mencapai puncak pada Oktober 2023.
Â
Â