Usia Pasien Kanker Paru di Indonesia Lebih Muda 10 Tahun dari Negara Lain, 2 Faktor Ini Penyebabnya

Bila di luar negeri rata-rata di usia 60-an terkena kanker paru, di Indonesia banyak pasien kanker tersebut terdiagnosis di 50-an tahun

oleh Benedikta Desideria diperbarui 13 Jan 2024, 18:26 WIB
Diterbitkan 06 Des 2023, 14:40 WIB
Kanker paru di Indonesia
Kanker paru di Indonesia (Ilustrasi: Freepik)

Liputan6.com, Jakarta Pasien kanker paru di Indonesia ternyata sekitar 10 tahun lebih muda dibandingkan rata-rata negara lain.

Bila di luar negeri rata-rata di usia 60-an terkena kanker paru, di Indonesia banyak pasien kanker tersebut terdiagnosis di usia 50-an tahun seperti disampaikan Ketua Kelompok Kerja Onkologi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Sita Laksmi Andarini.

"Menurut penelitian di mana-mana, dibandingkan data negara lain angka kanker paru di Indonesia lebih muda. Kalau di negara lain sekitar 63 - 68 tahun sementara di Indonesia 58-an tahun rerata kanker paru," kata Sita dalam media briefing bersama Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beberapa waktu lalu.

Sita mengatakan ada dua faktor yang membuat pasien kanker paru di Indonesia terkena kanker paru di usia muda. Pertama, di Indonesia usia awal merokok lebih muda dibandingkan negara-negara lain. Seperti diketahui banyak usia anak atau remaja yang menjadi perokok. 

Kedua, tingginya jumlah perokok membuat banyak anak cucu terkena pajanan rokok di usia muda.

"Banyak perokok itu laki-laki, yang membuat pajanan asap rokok pada anak cucu (anak-anak terpapar asap rokok sejak kecil). Sehingga membuat angka kanker paru di Indonesia lebih muda," kata dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi (paru) di Universitas Indonesia ini.

Faktor Penyebab Kanker Paru

Sita menerangkan bahwa sekitar 85 persen penyebab kanker paru itu karena rokok.

"Perokok aktif itu 14 kali lipat berisiko terkena kanker paru dibandingkan dengan yang tidak merokok sama sekali," kata Sita.

Sementara itu, perokok pasif juga rentan terkena kanker paru, kata Sita. Risikonya perokok pasif terkena kanker paru sekitar 4 kali lipat dibandingkan yang tidak merokok sama sekali.

Selain itu, pajanan asbes, penyakit tuberkulosis dan riwayat keluarga punya risiko terkena kanker paru.

Sita juga mengingatkan hal-hal lain yang merupakan faktor risiko kanker paru adalah menggunakan rokok elektrik atau e-cigarette. Kerap menghirup shisa juga meningkatkan risiko kena kanker paru. Serta kebiasaan membakar sampah juga.

 

Gejala Kanker Paru

Ilustrasi kanker paru-paru/dok. Naional cancer Unsplash
Ilustrasi kanker paru-paru/dok. Naional cancer Unsplash

Sita menegaskan bahwa kanker paru stadium dini tidak memiliki gejala. Hal ini lantaran paru tidak memiliki saraf perasa. Bila sudah sampai terasa gejala, itu berarti sudah masuk stadium empat.

"Paru kita itu tidak memiliki saraf perasa, tapi saraf perasa ada di lapisan dalam, sehingga kalau sudah kena sampai sana maka sudah stadium empat," kata Sita lagi.

Maka dari itu ia menyarankan agar melakukan deteksi dini guna mengetahui status kanker paru. Deteksi dini terbagi menjadi dua: skrining dan diagnosis dini. 

Skrining adalah tindakan melakukan tes pada populasi sehat yang belum ada gejala. Disarankan mereka yang berusia 45 tahun, perokok aktif atau bekas perokok aktif 10 tahun lalu, punya riwayat pekerjaan terkait bahan kimia, silika dan pertambangan untuk melakukan skrining.

Sementara itu, deteksi dini adalah ketika orang mempunyai gejala dan dilakukan pemeriksaan lanjutan. Salah satunya dengan pemeriksaan CT Scan dosis radiasi rendah.

Bila kanker paru ditemukan dini, maka angka ketahanan hidup jadi lebih tinggi seperti disampaikan Sita.

 

 

Infografis: Redam Kanker dengan Cukai Rokok (Liputan6.com / Abdillah)
(Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya