Liputan6.com, Jakarta - Dampak asap rokok memang sudah dikenal secara signifikan buruk untuk kesehatan. Tidak hanya bagi pelaku namun juga bagi orang-orang disekitarnya. Apalagi untuk anak-anak dan ibu hamil.
Kini diketahui bahwa anak dengan orangtua perokok memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami berbagai macam kelainan dan stunting. Bahkan dampak tersebut dimulai sejak anak masih di dalam kandungan.
Baca Juga
Ketua Umum IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) mengatakan pertumbuhan janin akan terhambat jika ibu terpapar asap rokok.
Advertisement
"Ibu hamil yang terpapar asap rokok akan banyak mengalami masalah pada pertumbuhan janinnya," ucapnya dalam acara Temu Media Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024 di Jakarta (29/5/2024).
Pada materi yang ia bawakan, paparan polusi serta asap rokok pada ibu hamil dapat mengakibatkan hal-hal berikut pada janin:
- Keterbelakangan korteks serebral
- Perubahan struktural pada corpus callosum
- Tanda-tanda awal degenerasi saraf
- Lingkar kepala kecil
- Cacat tabung saraf
Hal tersebut akan mengakibatkan skor IQ, fungsi motorik serta perkembangan mental yang rendah, juga menjadi rentan terkena autisme, meningkatnya kecemasan dan depresi serta disfungsi memori spasial.
Lalu, saat anak tersebut lahir, ia berpotensi dihadapkan pada keadaan dimana orangtua yang cenderung memilih untuk membeli rokok dari pada bahan makanan untuk pemenuhan gizinya.
"Nutrisi keluarga itu bisa teralihkan ke pembelian rokok orangtuanya. Sehingga anak yang seharusnya konsumsi protein hewaninya tinggi, menjadi berkurang dan akhirnya bisa mengakibatkan stunting," lanjut Piprim.
Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey pembelian rokok dalam sebuah keluarga mencapai Rp382.000 per bulan.
Anak dengan Orangtua Perokok Tumbuh Lebih Kecil Dari Pada yang Tidak
Dilansir dari Kementerian Kesehatan, sebuah penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial UI pada tahun 2018 mengungkapkan bahwa balita yang tinggal dengan orangtua perokok tumbuh kurang 1,5 kg dari anak-anak yang tinggal dengan orangtua bukan perokok.
Dalam penelitian tersebut juga disebutkan 5,5% balita yang tinggal dengan orangtua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting. Hal ini dikaitkan dengan pengelolaan keuangan keluarga yang banyak tersita untuk membeli produk tembakau tersebut.
Hal ini diperkuat oleh data Survei Sosial Ekonomi Nasioanl (Susenas) yang disampaikan oleh Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, selaku Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan.
"Dalam survey Susenas itu, masyarakat indonesia itu utamanya membeli besar, kedua membeli rokok daripada telur dan daging," tuturnya dalam kesempatan yang sama.
Â
Advertisement
Lebih Rentan Terkena Kanker
Risiko kanker kebanyakan hanya digaungkan pada para perokok aktif. Namun ternyata, dalam meta-analisis, risiko relatif anak untuk terkena kanker adalah 1,10 (95% Cl 1.30-1.19). Sedangkan untuk spesifik leukimia sebesar 1,05 (95% Cl 0.82-1.34) jika memiliki ibu yang pernah merokok, merokok saat hamil atau pun saat menyusui.
"Ada asosiasi, apabila ayah merokok risiko leukemia myeloid akut pada anak-anak itu juga ada hubungannya," ucap Piprim.
Hal ini diketahui lebih berefek pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Namun, tetap saja menjadi berbahaya untuk setiap anak.