Liputan6.com, Jakarta - Lama tak terlihat di layar kaca artis Baim Cilik kembali jadi perhatian warganet usai membawa kabar menyedihkan terkait sang ayah yang enggan memberi nafkah.
Baru-baru ini pemilik nama lengkap Baim Alkatiri muncul di podcast dan menceritakan soal sikap sang ayah.
Baca Juga
“Sumpah demi Allah aku sekarang sekolah bayar sendiri,” kata Baim dalam podcast Kasisolusi Close the Door dikutip Senin (9/9/2024).
Advertisement
“Ayahku enggak ada, aku enggak tahu di mana orangnya. Dengar-dengan dia di Australia tapi aku juga enggak tahu, aku enggak dengar dari dianya langsung, dengar dari orang,” tambahnya.
Mantan artis cilik yang mewarnai layar kaca Indonesia di tahun 2000-an itu pun mengatakan dia tak pernah menerima uang sepeser pun dari sang ayah sejak 2022.
“Aku udah enggak ada nerima uang sepeser pun sama sekali dari ayahku sejak 2022. Aku masih ingat bulan Agustus 2022 itu terakhir duitku masuk dari ayahku,” ujar binatang “Tarzan Cilik” itu.
Baim berkisah bahwa kedua orangtuanya sudah cerai sejak lama. Dan tak terpenuhinya nafkah bagi Baim dimulai sejak dua tahun lalu, padahal Baim yakin betul bahwa ayahnya masih memiliki kewajiban untuk memberi nafkah.
Ungkapan perasaan Baim pun viral di media sosial dan timbul tanya terkait kewajiban seorang ayah dalam memberi nafkah dalam pandangan Islam.
Kewajiban Ayah Beri Nafkah pada Anak Menurut Pandangan Islam
Melansir NU Online, dalam Islam terdapat istilah hadhanah yakni tindakan menjaga anak yang belum tamyiz dan belum bisa mandiri. Orangtua berkewajiban mendidiknya dengan hal-hal yang baik dan melindunginya dari segala sesuatu yang dapat membahayakannya.
Hadhanah sendiri disebabkan perceraian. Dalam ketentuan fiqih, sang ibulah yang lebih berhak mengasuh anak tersebut hingga usia tujuh tahun. Setelah itu, anak tersebut diberi pilihan antara kedua orangtuanya dan kepada siapa pun yang dipilihnya
Adapun biaya pemeliharaan atau hadhanah dibebankan kepada orang yang berkewajiban menafkahinya yakni sang ayah, jika anak tersebut tidak memiliki harta.
Berikut penjelasan Syekh Ibrahim al-Baijuri dalam kitabnya, Hasyiyah al-Baijuri yang merupakan anotasi dari kitab Syarah Fathul Qarib:
قوله: (ومؤنة الحضانة على من عليه نفقة الطفل) أي أو المجنون كما تقدم في كلامه، ومحل ذلك ما لم يكن له مال، وإلا فهي في ماله
Artinya:
"Perkataan Mushanif (dan biaya pemeliharaan anak ditanggung oleh orang yang berkewajiban menafkahi anak tersebut). Hal ini berlaku selama anak tersebut tidak memiliki harta. Jika anak tersebut memiliki harta, maka biaya pemeliharaannya diambil dari hartanya," (Hasyiyah al-Baijuri, [Beirut, Darul Kutub al-Ilmiyah t.t] jilid II halaman 365).
Advertisement
Nafkah Ditanggung Ayah atau Orang yang Wajib Menafkahi
Senada dengan penjelasan di atas Syekh Wahbah Az-Zuhaili menegaskan bahwa biaya hadhanah diambilkan dari harta anak tersebut. Jika tidak memiliki harta, maka biaya tersebut ditanggung oleh ayah atau orang yang wajib menafkahinya.
Berikut keterangannya:
المكلف بنفقة الحضانة: يرى جمهور الفقهاء أن مؤنة (نفقة) الحضانة تكون في مال المحضون، فإن لم يكن له مال، فعلى الأب أو من تلزمه نفقته؛ لأنها من أسباب الكفاية والحفظ والإنجاء من المهالك. وإذا وجبت أجرة الحضانة فتكون ديناً لا يسقط بمضي المدة ولا بموت المكلف بها، أو موت المحضون، أو موت الحاضنة
Artinya:
"Orang yang berkewajiban menanggung biaya pemeliharaan (hadhanah) menurut mayoritas ulama. Biaya pemeliharaan (nafkah) hadhanah diambil dari harta anak yang diasuh. Jika anak tersebut tidak memiliki harta, maka biaya ditanggung oleh ayahnya atau orang yang wajib menafkahinya, karena hal ini termasuk kebutuhan yang harus dipenuhi, seperti menjaga dan menyelamatkan dari mara bahaya. Jika biaya hadhanah harus dibayar, maka itu menjadi utang yang tidak gugur dengan berlalunya waktu, atau dengan kematian orang yang wajib menanggungnya, kematian anak yang diasuh, atau kematian pengasuh," (Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, [Damaskus: Darul Fikr, 1418 H], jilid X, halaman 7316).
Sampai Kapan Ayah Wajib Beri Nafkah pada Anak?
Dalam hukum positif Indonesia juga mengatur tentang kewajiban biaya hadhanah dan nafkah anak setelah perceraian kedua orangtuanya, di antaranya:
Pasal 156 huruf d Kompilasi Hukum Islam (KHI):
“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).”
Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan:
“Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut."
Mencermati aturan di atas, maka terlihat terdapat perbedaan, pada Pasal 156 huruf d KHI menegaskan seluruh biaya nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah. Sedangkan Pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974 menyatakan walau biaya nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah, namun pengadilan dapat menentukan ibu dari anak menanggung biaya nafkah apabila seorang ayah tidak dapat memenuhi kewajiban nafkah tersebut.
Advertisement
Berapa Besaran Nafkah yang Harus Diberikan?
Lalu, terkait besaran nafkah yang harus diberikan ayah setelah bercerai dalam kitab-kitab fikih klasik tidak ditemukan ketentuan yang baku terkait hal itu.
Dalam KHI pun tidak ada aturan yang mengatur mengenai berapa jumlah nafkah yang wajib diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya ketika terjadi perceraian.
“Oleh sebab itu, penentuan jumlah nafkah anak berdasarkan kebijakan hakim yang memutus perkara setelah melihat fakta-fakta persidangan dan faktor-faktor yang berkaitan dengannya seperti memperhitungkan penghasilannya, jumlah anak, kebutuhan hidup layak anak dan lain sebagainya,” tulis khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo, Ustaz Muhamad Hanif Rahman mengutip NU Online Senin (9/9/2024).