Liputan6.com, Jakarta - Pendekatan budaya dan kebiasaan lokal di masing-masing daerah dinilai menjadi kunci sukses program makan bergizi gratis dapat berjalan optimal.
Menurut Kepala Biro Pelayanan Kesehatan Terpadu Universitas Gadjah Mada (UGM), Andreasta Meliala, pemahaman mendalam tentang konteks sosial budaya masyarakat sangat penting dalam merancang dan melaksanakan program besutan Presiden Prabowo Subianto ini.
Advertisement
Baca Juga
"Kami lihat basisnya evidence atau bukti. Bukti-bukti ini sudah dihasilkan dan sudah dipraktikkan, dampaknya sudah terlihat," ujar Andreasta dalam Forum Merdeka Barat (FMB9) dengan tema Makan Bergizi Gratis: Dari Sini Kita Mulai! Senin (4/11/2024).
Advertisement
Dia menambahkan, makanan bergizi telah terbukti secara ilmiah dapat membantu mengatasi masalah kesehatan, termasuk obesitas dan kurang gizi, yang saat ini menjadi tantangan serius di Indonesia. Dalam konteks ini, program makan bergizi gratis yang dikembangkan diharapkan dapat menyasar dua isu penting tersebut secara bersamaan.
Menurut Andreasta, penyesuaian budaya tidak dapat diabaikan dalam program makan bergizi gratis. Pendekatan ini harus mempertimbangkan kebiasaan dan preferensi makanan sehari-hari masyarakat setempat.
“Misalnya, di daerah pantai, masyarakat mungkin lebih terbiasa dengan konsumsi ikan, sementara di pegunungan, pola makan mereka bisa berbeda. Untuk itu, kita harus buat matriks yang jelas," ujarnya.
Pentingnya Kolaborasi Berbagai Pihak
Dalam rangka menciptakan program ini berjalan efektif, Andreasta juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi berbagai pihak dan stakeholder.
Hal ini bertujuan saat program dilaksanakan, sudah ada skema yang tepat sehingga dapat menemukan satu model yang bisa diterapkan di berbagai lokasi.
"Harus dibedah berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakatnya dan kapasitas sumber daya lokalnya untuk menyuplai bahan makanan sampai dengan kesiapan dapur," jelasnya.
Advertisement
Pastikan Efektif dan Sesuai Kebutuhan Masyarakat Setempat
Lebih lanjut, Andreasta menjelaskan penelitian dan kajian dari akademisi sangat diperlukan untuk memastikan program makanan gizi gratis benar-benar efektif dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Karenanya, kementerian terkait harus memberikan mandat kepada peneliti untuk melakukan kajian di area-area spesifik.
“Misalnya kajian model A sangat cocok untuk diterapkan di lokasi ini,” ujarnya.
Faskes Dukung Kelancaran Program MBG
Andreasta menekankan, keberadaan fasilitas kesehatan juga dapat menjadi salah satu sumber yang mendukung kelancaran program ini. Instansi seperti TNI dan Polri pun memiliki jaringan yang dekat dengan masyarakat di daerah-daerah terpencil, yang bisa dimanfaatkan untuk mendistribusikan makanan bergizi.
"Ada instansi-instansi seperti TNI/Polri, mereka punya titik-titik di ujung sana yang dekat dengan masyarakat," jelasnya.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang konteks lokal dan kolaborasi antar lembaga, program makanan gizi gratis dapat dijalankan secara efektif.
Andreasta optimis bahwa dengan strategi yang tepat, program ini tidak hanya akan membantu meningkatkan status gizi masyarakat, tetapi juga mendukung keberlangsungan budaya lokal dalam konsumsi makanan sehat.
Secara keseluruhan, adaptasi program makanan gizi gratis dengan budaya daerah masing-masing menjadi kunci dalam mencapai tujuan yang lebih besar.
“Melalui pendekatan yang tepat, program ini berpotensi memberikan dampak positif yang signifikan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia secara menyeluruh,” pungkasnya.
Advertisement