Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Lebih Rendah dari Inggris Maupun India

Tak hanya jika dibandingkan dengan negara maju seperti Inggris, tapi juga ketika dibandingkan dengan India, jumlah dokter spesialis Indonesia masih lebih rendah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 30 Jan 2025, 12:05 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2025, 12:05 WIB
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Lebih Rendah dari Inggris Maupun India
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Lebih Rendah dari Inggris Maupun India, Kamis (30/1/2025). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa Indonesia kekurangan dokter spesialis.

Tak hanya jika dibandingkan dengan negara maju seperti Inggris, tapi juga ketika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya yakni India.

“Kita sangat kekurangan dokter spesialis, lulusan dokter kita 12 ribu per tahun. Negara seperti Inggris kan seperlima kita, lulusannya bisa 9000 sampai 10.000. Harusnya kalau kita kayak Inggris, ya dikali lima kan, 45 ribu sampai 50 ribu per tahun. Kita cuma 12 ribu per tahun,” kata Budi saat ditemui di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Kamis (1/30/2025).

Begitu pula jika dibandingkan dengan India. Negara ini memiliki lulusan dokter spesialis hingga 100 ribu per tahun.

“Padahal, penduduknya cuma lima kalinya kita, sehingga harusnya kita 20 ribu atau 25 ribu per tahun, sekarang kita cuma 12 ribu,” tambah Budi.

Dengan kata lain, lulusan dokter spesialis Indonesia tetap lebih rendah dibanding negara maju maupun berkembang.

“Itu yang menunjukkan bahwa dibandingkan negara maju kita kekurangan, dibandingin negara india yang lebih rendah dari kita aja kita kekurangan,” imbuhnya.

Budi menilai, masifnya kekurangan dokter di Indonesia diperparah dengan distribusinya yang tidak merata.

Penyebab Tak Meratanya Dokter Spesialis di Indonesia

Distribusi dokter yang tak merata di kota dan di daerah menurut Budi dipicu tak seimbangnya lulusan dokter asal kota dan desa.

“Kadang mekanisme pendidikan kita hanya orang kota yang bisa dapat, yang umumnya masuk, orang daerah tuh porsinya kecil. Padahal, harusnya yang dokter spesialis adalah orang yang akan bekerja di daerah-daerah rumah sakit yang enggak ada dokternya.”

“Sekarang yang masuk jadi dokter spesialis kebanyakan adalah orang-orang kota. Itu yang sekarang kita ubah dengan sistem hospital base di mana rumah sakit-rumah sakit yang akan kita kasih alat akan mendapatkan prioritas untuk belajar dokter spesialis, bukan orang-orang yang tinggal di kota.

Dokter Spesialis Harus Mau Bertugas di Daerah

Budi juga mengimbau agar dokter-dokter dari kota harus bersedia ditempatkan di daerah.

“Dia (dokter dari kota) harus mau ke daerah, kalau enggak, enggak akan selesai, orang meninggal di daerah-daerah.”

Guna mengatasi hal ini dalam jangka pendek, maka Budi membuka kesempatan untuk dokter-dokter dari luar negeri datang ke Indonesia untuk membantu. Contohnya, dokter dari Rumah Sakit King Salman, Arab Saudi yang membantu operasi penyakit jantung bawaan pada anak.

“Supaya bisa lebih cepat lagi, kita enggak bisa nunggu pendidikan spesialis empat tahun. Sementara 500.000 meninggal per tahun (akibat penyakit jantung dan pembuluh darah), kalau kita tunggu empat tahun, telat, kan 2 juta yang meninggal, apa iya kita mau?”

Jalin Kerja Sama dengan Dokter dari Arab Saudi

Oleh karena itu, sambung Budi, perlu ada percepatan-percepatan termasuk kerja sama dengan Arab Saudi seperti ini.

Dalam kesempatan ini, Budi mengumumkan kerja sama antara Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dengan dokter-dokter dari RS King Salman Arab Saudi.

“Jantung itu kan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Nah, kita sudah memperluas akses dan menjaga kualitas untuk layanan jantung. Yang teregister meninggal akibat jantung dan pembuluh darah itu sekitar 500 ribu.”

Salah satu tindakan paling sulit adalah bedah jantung anak. Padahal, dari 4,8 juta bayi lahir setiap tahunnya, ada 15 ribu yang harus dioperasi. Sejauh ini, bayi yang berhasil ditangani sekitar 4.900 hingga 5.000, sisanya 9.000 meninggal.

“Nah ini yang harus kita percepat, kita kekurangan dokter, kita juga tidak punya keahlian, tapi kita tidak bisa menunggu pendidikan selesai 4 tahun. Itu sebabnya kita bawa mereka (dokter dari Arab Saudi) datang untuk ngajarin ke Harapan Kita. Karena beda, kalau kita kirim ke sana kan cuman satu orang yang bisa, kalau kita undang ke sini, mereka bisa bawa 10 hingga 15 dokter.”

Budi berharap, dokter-dokter ini tak hanya bisa berbagi ilmu di Harapan Kita tapi juga di daerah lain seperti Bali sehingga masyarakat sekitarnya seperti dari NTT bisa pula tertangani.

Infografis 5 Alasan Kemenkes Datangkan Dokter Asing dan Payung Hukumnya. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis 5 Alasan Kemenkes Datangkan Dokter Asing dan Payung Hukumnya. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya