Liputan6.com, Jakarta Tradisi Munggahan merupakan tradisi unik masyarakat, khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah, yang dilakukan sebagai penanda datangnya bulan suci Ramadan.
Kata munggahan sendiri berasal dari kata "munggah" yang berarti naik atau meningkat, melambangkan peningkatan spiritual dan persiapan menyambut bulan penuh berkah ini. Lalu, munggahan juga diartikan sebagai perubahan ke arah yang lebih baik.
Advertisement
Baca Juga
Tradisi ini biasanya dilakukan beberapa hari sebelum Ramadan dimulai.
Advertisement
Saat munggahan melibatkan seluruh anggota keluarga dan kerabat berkumpul untuk mempererat tali silaturahmi, dan memanjatkan doa bersama untuk kelancaran ibadah puasa.
Kegiatan saat munggahan pun beragam, mulai dari berkumpul bersama keluarga besar, makan bersama hidangan khas, hingga bermaaf-maafan untuk membersihkan hati sebelum memasuki bulan Ramadan.
Di beberapa daerah, masyarakat bahkan mengadakan kegiatan seperti piknik bersama di tempat wisata, menambah semarak suasana munggahan.
Makna Spiritual Munggahan
Makna spiritual dalam Munggahan sangatlah kental. Tradisi ini dimaknai sebagai upaya meningkatkan keimanan dan kedekatan dengan Allah SWT sebelum menjalankan ibadah puasa.
Momen ini menjadi kesempatan untuk membersihkan diri dari dosa dan kesalahan, mempersiapkan hati dan pikiran untuk menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk dan penuh keikhlasan.
Di beberapa daerah, kegiatan keagamaan seperti tahlil dan doa bersama dipimpin oleh tokoh agama setempat, menambah kekhusyukan suasana.
Munggahan, Sarana Mempererat Silaturahmi
Munggahan juga berfungsi sebagai sarana mempererat silaturahmi. Tradisi ini menjadi momen berkumpul bersama keluarga, kerabat, dan tetangga. Mereka makan bersama, bercerita, dan saling memaafkan. Hal ini meningkatkan kebersamaan dan solidaritas antar anggota masyarakat.
Advertisement
Munggahan dan Akulturasi Budaya
Ada pendapat yang menyebutkan bahwa tradisi Munggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga sebagai metode akulturasi budaya saat menyebarkan agama Islam di Jawa. Tradisi ini berhasil menggabungkan unsur-unsur budaya lokal dengan ajaran Islam, sehingga mudah diterima oleh masyarakat Jawa.
Di beberapa wilayah lain ada banyak istilah untuk kegiatan seperti munggahan. Di Jawa Tengah, misalnya, tradisi ini dikenal sebagai Punggahan. Di Bandung, dikenal dengan nama Papajar, sedangkan di Bogor disebut Cucurak. Keragaman nama ini menunjukkan kekayaan budaya lokal yang masih terjaga hingga saat ini.
Makanan yang disajikan dalam tradisi Munggahan juga beragam, tergantung daerah masing-masing. Namun, beberapa makanan memiliki filosofi tersendiri yang berkaitan dengan bulan Ramadan. Contohnya, apem, wajik, pisang raja, dan ketan. Makanan-makanan ini dipercaya memiliki makna dan simbol tersendiri dalam menyambut bulan suci.
Â
