Gangguan Hormon Harus Diatasi untuk Hindari Penyakit Lain

Penderita Polycystic Ovary (PCO) atau ketidakseimbangan hormon harus diterapi untuk mencegah adanya risiko hipertensi, obesitas dan diabetes

oleh Kusmiyati diperbarui 20 Jan 2014, 13:30 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2014, 13:30 WIB
caroline-1-140117b.jpg
Terapi pada penderita Polycystic Ovary (PCO) atau tidak seimbangnya hormon menurut Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Subspesialis Fertility dan Hormon Reproduksi Ahli Bedah Laparoskopi, Kiel, Jerman, Dr. Caroline Tirtajasa, Sp.OG(K) diperlukan agar dapat menghindari konsekuensi lanjutan yang bisa terjadi.

"Kalaupun tidak ingin hamil, penderita PCO tetap harus diterapi untuk menghindari resistensi insulin yang dapat menyebabkan hipertensi ( tekanan darah tinggi), hiperkolestrolemia (kolestrol tinggi), hipertrigliseridemia (trigliserida atau lemak darah tinggi), obesitas, dan diabetes," ujarnya pada Liputan6.com, ditulis Senin (20/1/2014).

Terapi yang dilakukan bergantung pada keluhan dan gejala klinis yang ditentukan serta kelainan hormon yang didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis PCO ditentukan berdasarkan dua dari tiga gejala klinis yang ditemukan seperti haid tidak teratur, tanda-tanda hiperandrogen, dan gambaran indung telur polikistik pada pemeriksaan USG.

"Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan profil hormon untuk menentukan apakah ada resistensi insulin, peninggian hormon LH atau kelainan hormon reproduksi yang lainnya. Untuk terapi lini pertama dilakukan perubahan gaya hidup dan pola makan (Life style Modification)," kata Dr. Caroline.

Pasien juga dianjurkan berolahraga teratur seperti jalan pagi atau bersepeda 30 menit setiap hari atau 3-4 x per minggu. Juga disarankan menurunkan berat badan 10 persen dengat berolah raga dan konsumsi makanan sehat.

"Hidup seorganik mungkin dengan menghindari junk food (makanan instan, ayam goreng, burger), dan daging olahan yang mengandung zat pengawet dan pewarna (misalnya sosis, bakso, siomay). Hindari juga makanan dengan kadar gula atau garam yang tinggi. Hindari polutan lingkungan dan zat kimiawi dalam makanan. Perbanyak makanan berserat yaitu buah-buahan dan sayuran," kata Dr. Caroline menjelaskan.

Terapi tersebut dijalankan bersaman dengan terapi obat-obat yang diperlukan. Pasien PCO yang ingin hamil akan diberi obat yang akan memperbesar sel telurnya sehingga dapat terjadi ovulasi dan dibuahi oleh sperma.

"Obat untuk memperbesar sel telur ada bermacam-macam dan biasanya akan dimulai dari yang paling sederhana dan dapat ditingkatkan atau diganti jenisnya bergantung dari respons indung telur penderita PCO. Respons yang baik dapat terlihat dari adanya sel telur yang besar saat pemeriksaan USG pada hari ke 11 siklus haid," ujar istri dari Dr. Martasono ini.

Ketika terapi tersebut belum berhasil maka terapi selanjutnya dapat ditingkatkan dengan melakukan LOD (Laparoscopy Ovarian Drilling) atau dengan menyuntikkan FSH (Follicle Stimulating Hormone) rekombinan.

"LOD adalah prosedur operatif dengan prinsip minimal invasive. Melalui lubang kecil (0,5 – 1 cm) di perut akan dimasukkan kamera dan alat kecil untuk melakukan drilling atau membuat lubang kecil-kecil sebanyak 4 sampai 6 lubang kecil pada indung telur yang polikistik, " ujar Caroline.

Tindakan drilling ini dimaksudkan untuk mengeluarkan hormon LH dan androgen yang berlebih untuk mencapai keseimbangan hormonal sehingga indung telur akan memberi respons yang lebih baik terhadap obat-obat yang akan memperbesar sel telur.

"Tindakan ini hanya memerlukan 1 hari rawat inap dan pasien dapat beraktivitas normal kembali keesokan harinya," kata wanita kelahiran 22 Desember 1970 ini.

Selain LOD ada juga pilihan lain yaitu dengan menyuntikkan FSH rekombinan setiap hari sampai didapatkan sel telur yang besar.

"Pada pasien PCO yang resisten terhadap obat stimulan seperti Clomiphene Citrat, diperlukan FSH rekombinan untuk memperbesar sel telurnya jika tindakan LOD tidak dilakukan. FSH diberikan dengan dosis kecil dan lama, ditingkatkan secara bertahap sampai didapatkan sel telur yang besar," ujar Dr. Caroline yang berpraktek di Rumah Sakit Omni Hospital Pulomas.

(Mia/Mel/*)

Baca Juga:

Risiko Kematian Bayi Kembar Siam Lebih Tinggi
Antara Inseminasi dan Bayi Tabung, Beda Banget Lho!
Setahun Menikah Belum Punya Anak? Segera Cek ke Dokter!

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya