Liputan6.com, Yogyakarta Deret kursi tunggu Poli Psikologi Puskesmas Depok 2 Sleman nampak punya antrean. Menjelang siang, Rabu (26/05/2022), Mahar (21) dapat antrean nomor 5. Ia masih menunggu dua giliran lagi untuk bertemu dengan psikolog.
Baca Juga
Sejak akhir Februari 2022, Mahar memang sudah rutin berkunjung ke psikolog Puskesmas Depok 2 Sleman. Kala itu, ia merasa dirinya tidak baik-baik saja dan butuh bantuan profesional. Berbekal pencarian di media sosial, Mahar mendapat informasi bahwa ada psikolog bagus di Puskesmas Depok 2. Ia pun mencoba melakukan janji temu.
Advertisement
Mahar merasa bahwa ia dibantu mengurai masalah-masalah yang dihadapi. Sejak awal hingga kira-kira 10 pertemuan yang dijalani, psikolog membantu mengurai masalahnya dan menemukan solusinya. Ia juga merasa sangat diperhatikan oleh psikolog tempatnya mencurahkan isi hati.
"Aku merasa benar-benar diperhatikan, karena misal aku udah lama nggak ke sini pasti di-chat ditanyain apa kabar, jadi merasa tidak aku saja yang pengen kesini sendiri," ujar mahasiswa semester 6 di salah satu PTN ini.
Pelayanan penunjang dasar
Tak jauh dari tempat Mahar duduk, Yosi datang ditemani ibunya. Ini kali pertama Yosi datang ke psikolog Puskesmas untuk pengecekan antenatal care (ANC) terkait kehamilannya yang masuk 14 minggu. Ia menunggu giliran untuk berkonsultasi dengan psikolog yang termasuk dalam rangkaian ANC.
Di poli psikologi, ia diberi edukasi tentang bagaimana menjalani kehamilan dan apa saja yang harus dilakukan untuk tetap tenang selama persalinan. Menurutnya, konsultasi psikolog dalam sesi ANC tersebut bisa sangat membantu mencegah risiko baby blues, sindrom ketidakseimbangan mental ibu setelah melahirkan, terutama bagi ibu muda.
"Karena apalagi hormonnya ibu hamil fluktuatif, berubah-ubah, dari segi fisik kita rentan, dari psikologisnya pasti kita juga rentan, jadi penting banget ada konseling psikolog seperti ini," tambah Yosi.
Usai Yosi keluar dari ruang konsultasi, giliran pasangan calon pengantin (catin) Irfan (31) dan Tina (26) yang masuk ruang konsultasi. Seperti catin lainnya, Irfan dan Tina harus melalui proses konseling bersama psikolog sebagai bagian dari paket pranikah yang diadakan oleh pemerintah.
Selama konseling, Tina dan Irfan mengaku mendapat pandangan baru tentang pernikahan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Dalam sesi konsultasi mereka dapat masukan tentang rumah yang tangga artinya menyatukan dua kepala menjadi satu. Hal tersebut membutuhkan kesiapan mental yang matang.
Irfan dan Tina mendapat wejangan terkait pernikahan dan bagaimana menjalaninya dengan sehat. Dari konsultasi tersebut, keduanya menilai peran psikolog sebelum menikah sangat penting untuk mempersiapkan keluarga yang sehat dan kuat.
"Sangat perlu sekali, pemikiran kita kan ya udah, nikah artinya memulai hidup yang baru. Tapi setelah konsultasi, akhirnya menyadari, oh ada sisi lain yang nggak kepikiran juga," ujar Tina.
Aktivitas poli psikologi Puskesmas seperti ini umum ditemui saban hari di 25 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sleman, 18 Puskesmas di Kota Yogyakarta dan 16 Puskesmas di Kabupaten Bantul.
Di Puskesmas, psikolog tidak selalu bekerja mengedepankan unsur kuratif mengatasi masalah kesehatan mental masyarakat. Psikolog juga dilibatkan dalam upaya promotif dan preventif terkait kesehatan jiwa. Contohnya seperti mengedukasi calon pengantin dan ibu hamil. Swastika Ayu, Psikolog Puskesmas Depok 2 mengungkapkan pentingnya peran psikolog untuk mengedukasi masyarakat, terutama dalam mempersiapkan generasi mendatang.
"Ibu yang tidak sehat secara mental, pasti pengasuhannya akan terpengaruh. Mundur lagi, catin yang nggak siap, dia akan menghasilkan pernikahan yang nggak sehat, arahnya ke anak lagi. Akhirnya Indonesia nanti akan punya generasi yang nggak sehat," jelas Swastika.
Ini bukan prospek menggembirakan. Terlebih pada tahun 2020 sampai 2030, Indonesia akan mengalami bonus demografi di mana usia produktif akan meningkat. Untuk memanfaatkannya, penting untuk mempersiapkan kualitas, termasuk dalam hal kesehatan jiwa. Ini sebabnya, penempatan psikolog di fasilitas kesehatan primer menjadi dasar penting.
Advertisement
Deteksi dini di Faskes primer
Penempatan psikolog pada fasilitas layanan kesehatan primer merupakan kebutuhan yang sama penting dengan layanan dasar kesehatan lainnya. Puskesmas yang merupakan gate keeper kesehatan masyarakat dinilai tepat untuk menekan angka masalah kesehatan mental yang diduga seungguhnya bak gunung es di masyarakat.
Pentingnya penempatan psikolog di Puskesmas dijelaskan oleh Guru Besar Universitas Gajah Mada dari Fakultas Psikologi, Sofia Retnowati. Sofia menemukan bahwa masalah-masalah yang dikeluhkan masyarakat bukan hanya perkara sakit fisik, tapi juga berhubungan dengan psikologis. Ternyata, tak sedikit pasien yang datang ke pelayanan primer, juga mengeluh berbagai gejala yang tidak jelas terkait fisik yang sebenarnya adalah kondisi psikosomatik.
"Dengan menempatkan psikolog di primary health care yang jadi ujung tombak kesehatan masyarakat, gejala-gejala ringan (psikologis) yang dialami masyarakat itu bisa terdeteksi," jelas Sofia yang juga mengawal kehadiran psikolog Puskesmas di Yogyakarta.
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, DIY menempati peringkat kedua tertinggi kasus gangguan jiwa skizofrenia/psikosis. Peringkat pertama diduduki oleh Bali dan ketiga oleh NTB. Tingginya angka gangguan jiwa berat di DIY ini salah satunya adalah karena sistem deteksi masalah kesehatan mental sudah kuat di masyarakat, khususnya melalui peran psikolog Puskesmas.
Naiknya kasus ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) terkait deteksinya dilihat langsung oleh Prima Aditama, perawat sekaligus programer jiwa di Puskesmas Gondomanan, Kota Yogyakarta. Prima yang sudah sejak tahun 2012 bertugas di Puskesmas Gondomanan tahu betul peran kehadiran psikolog Puskesmas di masyarakat.
Pada awal tugasnya sebagai programer kejiwaan di Gondomanan, angka gangguan jiwa cukup rendah. Baru ketika program berjalan, angka gangguan jiwa melesat. Ini menunjukkan bahwa kasus masalah kejiwaan adalah gunung es di tengah masyarakat.
"Pas dipasrahi program, pasiennya nggak banyak, cuma 5-8 orang pasien ODGJ. Tapi saya tanya tempat lain kok yang lain banyak, akhirnya kita coba cari data, kita tanya, kok nambah, ternyata ada banyak sampai 30-40 orang. Nah ini memang ternyata kita itu gunung es, kelihatan sedikit padahal banyak banget," cerita Prima yang sudah sejak 2014 turun menjadi programer kejiwaan di Gondomanan.
Psikolog Puskesmas Gondomanan, Rozan Ismatul Maula mengungkapkan, masalah umum yang ditemukan terkait kesehatan jiwa saat ini baik di Gondomanan dan daerah lainnya meliputi depresi, kecemasan, dan bipolar. Jika ketiga isu mental ini tidak ditangani dengan benar berisiko tumbuh menjadi kasus kesehatan jiwa berat atau ODGJ.
"Awal mulanya isu kesehatan mental itu dari faktor pernikahan, ekonomi, pendapatan rendah, itu sebenarnya stressor pertama. Kalau tidak ditangani langsung, akan naik menjadi depresi. Ketika tidak juga ditangani maka muncul gejala psikotik, halusinasi, delusi, penurunan daya ingat, sehingga kemudian menjadi skizofrenia," jelas Isma saat ditemui di Puskesmas Gondomanan, Senin(30/5/2022).
Layanan terintegrasi Puskesmas
Psikolog pun berperan sebagai tenaga penunjang kesehatan. Mereka mendapat rujukan internal dari dokter umum terkait pasien penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes, hingga penyakit menular seperti TB dan COVID-19-19.
Di DIY, tiap Puskesmas yang punya poli psikologi, para psikolognya diikutsertakan dalam integrasi layanan dasar mulai dari ANC, calon pengantin, calon haji, lansia, penyakit kronis, hingga pasien dari poli umum yang ternyata memerlukan intervensi psikolog. Dokter umum Puskesmas Depok 2 Endang Sulistyowati mengungkapkan bahwa dengan adanya psikolog di Puskesmas, pengobatan menjadi lebih lengkap.
"Penting karena saling mendukung. Kita nggak bisa mengobati pasien cuma pakai pengobatan farmakoterapi, kita juga harus mengobati dari sisi yang lain yaitu psikologis, karena semuanya mendukung hasil terapinya," ujar Endang.
Psikolog Klinis Puskesmas Godean 1, Siam Hanifah juga menjelaskan peran psikolog dalam layanan terintegrasi di Puskesmas. Mulai dari skrining yang didapat, kemudian akan menentukan berbagai intevensi, termasuk masalah kejiwaan.
Jika tidak ditemukan masalah kejiwaan, psikolog bertugas mengedukasi bagaimana cara mempertahankan kondisi stabilnya. Jika ditemukan masalah ringan, psikolog juga memberi edukasi supaya pasien bisa mengelolanya agar tidak terjadi kondisi yang lebih serius. Sementara ketika sudah ditemukan kondisi yang serius, maka psikolog bertugas memberi terapi baik kelompok maupun individu. Ketika layanan psikolog ini tidak ada, reisiko terjadi delay terhadap penanganannya.
"Ketika skrining sudah dilakukan tapi tindak lanjut belum sampai ke sana, kan eman-eman. Ketika sudah diskrining ketahuan yang sedang-berat seperti apa, kalau didiamkan kan hitungan tahun saja sudah berkembang risiko-risiko serius. Jadi seperti ada yang terputus ketika tidak ada layanan psikolognya," jelas Hani yang sudah 16 tahun menjadi psikolog klinis di Puskesmas Godean 1.
Advertisement
Peran kala pandemic COVID-19
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama mengungkapkan bahwa psikolog punya peran penting selama pandemi. Ini karena COVID-19 memberi dampak tidak langsung bagi kesehatan mental warga.
"Pada saat pandemi, efek yang berat dari COVID-19 bukan hanya melulu fisik, tapi mentalnya kena: banyak yang harus daring, banyak yang PHK, banyak yang meninggal, itu stressor berat nah inilah peran psikolog kemudian muncul," jelas Cahya saat ditemui di Kantor Dinas Kesehatan Sleman, Selasa(17/5/2022).
Diana Setiyawati yang merupakan Ketua Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM juga menambahkan bahwa orang-orang yang juga sudah rentan mengalami masalah kejiwaan, menjadi paling terdampak karena pandemi.
"Kalau yang sangat berdampak adalah orang-orang yang sudah punya risiko untuk mengembangkan sakit jiwa itu, banyak yang kemudian kesulitan akses layanan. Ada yang sebenarnya sudah sembuh banyak yang relaps (kambuh) karena sistem kesehatannya tersedot mengurusi pandemi," ujar Diana.
Selama pandemi, pelayanan psikolog di Puskesmas tetap berjalan meski mengalami pembatasan. Sejumlah Puskesmas juga membuka pendaftaran dan pelayanan online. Tiap Puskesmas menyediakan nomor yang bisa dihubungi agar pasien bisa langsung merencanakan janji temu.
"Kita ada nomor kontak yang bisa dihubungi, karena kemarin selama pandemi kan juga harapannya pasien tidak berlama-lama di faskes. Layanan ini berlanjut sampai sekarang," ujar Lilis Rosyidah, psikolog klinis di Puskesmas Godean 1.
Meski tidak menghitung detil, para psikolog Puskesmas juga melihat ada peningkatan kunjungan selama pandemi. Masalah yang ditemui beragam: mulai dari kecemasan, penurunan kemampuan bersosialisasi, stres, hingga depresi pada remaja. Kasus depresi anak dan remaja, salah satunya paling banyak ditemui.
"Akhir-akhir ini, pas daring, banyak kasus muncul dari kalangan remaja. Tentang sekolah, penggunaan ponsel yang akhirnya muncul persoalan psikososial," cerita Giyati, psikolog klinis di Puskesmas Gedongtengen, Kota Yogyakarta.
Hal ini yang membuat penempatan psikolog di Puskesmas dirasa tepat untuk mendeteksi masalah tersebut. Selama pandemi, psikolog juga rutin memberi edukasi pada masyarakat tentang cara pengelolaan emosi selama pandemi. Salah satu medianya adalah melalui media sosial.
Sejumlah psikolog bahkan diterjunkan untuk menjadi tim tracing kasusCOVID-19, memberi pendampingan bagi pasien isoman, hingga mendampingi ODGJ dan kelompok rentan lainnya untuk mendapatkan vaksinasi.
Bukan lagi layanan mahal
Sebelum penempatan psikolog di Puskesmas, layanan psikolog masih dianggap sebagai barang mewah. Setidaknya, masyarakat harus mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali bertemu psikolog. Di Puskesmas yang ada di Sleman, masyarakat cukup membayar Rp26 ribu untuk sekali konsultasi. Sementara di Puskesmas Kotamadya Yogyakarta, cukup merogoh Rp7 ribu.
Terjangkaunya layanan psikolog di Puskesmas sekaligus mengenalkan pada masyarakat bahwa konsultasi psikolog bisa mudah dijangkau. Hal ini juga diungkapkan oleh Psikolog Puskesmas Kalasan, Aina Ul Mardiyyah.
"Karena dulu mereka merasa layanan psikologi itu tidak terjangkau, biayanya mahal sehingga mereka tidak berani untuk ke psikolog. Itulah yang membuat kenapa dulu diiinisiasi coba psikolog diterjunkan ke Puskesmas, tujuannya adalah untuk mengedukasi juga bahwa layanan psikolog juga bisa ada di masyarakat," terang Aina yang sudah menjadi psikolog di Puskesmas Kalasan sejak 2017.
Berkat hadirnya psikolog di Puskesmas Kalasan, kini tingkat literasi masyarakat sekitar tentang kesehatan mental mulai meningkat. Hal yang sama juga terjadi di wilayah Puskesmas lain di DIY yang memiliki psikolog.
Tak hanya masalah biaya saja. Penempatan psikolog di puskesmas juga mempermudah akses masyarakat untuk mendapat layanan kesehatan mental, tanpa harus datang ke rumah sakit jiwa atau rumah sakit umum.
Terlebih, masyarakat masih khawatir akan stigma bahwa pergi ke rumah sakit jiwa punya konotasi yang kurang baik. Berbeda dengan di puskesmas yang layanannya sudah terintegrasi satu sama lain. Masyarakat akan lebih nyaman untuk berkonsultasi ke psikolog puskesmas. Dengan mengunjungi puskesmas, tidak ada orang yang akan berstigma. Hal ini dijelaskan oleh Mawaddah Dwi, psikolog di puskesmas Kraton.
“Kalau pasien langsung ke poli jiwa di rumah sakit, itu mereka sudah punya self-stigma, sehingga itu menghambat pengobatan, pemulihan, bahkan di awal, sehingga mundur perawatan pasien” jelas Dwi.
Murahnya layanan psikolog Puskesmas di Yogyakarta didapat berkat adanya subsidi dari pemerintah daerah setempat. Kabupaten dan Kotamadya di Yogyakarta memang sudah punya Perda terkait penempatan psikolog di Puskesmas.
"Biaya psikolog murah di Puskesmas karena ditanggung pemerintah, karena masuk ke sistem. Kalau di luar, di biro konsultasi misalnya, siapa yang menggaji psikolog - makanya jadi mahal. Ini makanya kenapa perlu psikolog Puskesmas masuk ke system," jelas Diana Setiyawati, Ketua Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM ketika dihubungi Jumat(13/5/2022).
Menurut Diana ketika psikolog sudah masuk Puskesmas masyarakat punya kesempatan mendapatkan akses setara untuk kesehatan mental. Hal ini juga sesuai dengan definisi "sehat" menurut WHO. Sehat adalah "keadaan sempurna secara fisik, mental, serta sosial, dan tidak hanya terbebas dari penyakit dan kecacatan".
Kesehatan mental, sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Menempatkan psikolog di Puskesmas adalah upaya menyehatkan masyarakat secara tuntas dan setara.
Advertisement