Ritual Biksu Jalan Kaki atau Thudong, Tujuan, dan Tata Caranya

Thudong menjadi sarana meditasi bergerak.

oleh Laudia Tysara diperbarui 08 Agu 2024, 21:30 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2024, 21:30 WIB
7 Momen Warga Berbagi Makanan Kepada Biksu dari Thailand, Indahnya Toleransi
Biksu jalan kaki dari Thailand ke Candi Borobudur (Sumber: Twitter/ybaindonesia)

Liputan6.com, Jakarta - Ritual biksu jalan kaki atau Thudong merupakan perjalanan spiritual yang dilakukan oleh para bhikkhu Buddha dengan berjalan kaki ribuan kilometer. Tradisi ini berakar pada zaman Sang Buddha, ketika para bhikkhu harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan ajaran.

Thudong menjadi sarana meditasi bergerak, di mana para biksu merenung sambil menjelajahi alam dan berinteraksi dengan berbagai makhluk hidup.

Para bhikkhu yang melakukan ritual biksu jalan kaki atau Thudong umumnya berasal dari Thailand, meskipun praktik serupa juga ditemukan di negara-negara Buddhis lainnya. Biksu dari berbagai usia dapat berpartisipasi dalam Thudong, asalkan mereka memiliki kekuatan fisik dan mental yang memadai. Ritual ini biasanya dilakukan oleh sekelompok bhikkhu, namun ada juga yang melakukannya secara individual.

Dahulu, ritual biksu jalan kaki atau Thudong dilakukan sebagai kebutuhan praktis untuk menyebarkan ajaran Buddha. Saat ini, meskipun telah ada wihara dan transportasi modern, Thudong tetap dilestarikan sebagai bentuk latihan spiritual. Perubahan signifikan terlihat pada durasi dan rute perjalanan, yang kini dapat disesuaikan dengan kondisi modern tanpa mengurangi esensi spiritualnya.

Thudong modern sering kali memiliki tujuan akhir yang spesifik, seperti Candi Borobudur di Indonesia. Ritual biksu jalan kaki ini tidak hanya menjadi sarana pengembangan spiritual pribadi, tetapi juga sebagai simbol toleransi dan harmoni antar umat beragama.

Para bhikkhu yang melakukan Thudong sering disambut di berbagai tempat ibadah, mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman.

Berikut Liputan6.com ulas penjelasan lengkapnya, Kamis (8/8/2024).

Biksu Jalan Kaki atau Thudong

Pabbaja Samanera
Calon biksu Buddha yang disebut samanera berjalan tanpa alas kaki sekitar empat kilometer dari Candi Mendut ke Candi Borobudur dalam ritual tahunan Pabbaja Samanera, pelatihan moral dan spiritual selama 12 hari bagi calon biksu, di Magelang, Jawa Tengah, 27 Desember 2023. (DEVI RAHMAN/AFP)

Ritual biksu jalan kaki atau Thudong merupakan tradisi spiritual yang mendalam dalam ajaran Buddha. Melansir dari laman Ditjen Bimas Buddha Kemenag RI, Thudong didefinisikan sebagai perjalanan ritual para bhante atau biksu yang dilakukan dengan berjalan kaki sepanjang ribuan kilometer.

Praktik ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan juga sebuah perjalanan batin yang penuh makna.

Akar sejarah ritual biksu jalan kaki atau Thudong dapat ditelusuri hingga zaman Sang Buddha. Pada masa itu, para bhikkhu belum memiliki wihara atau tempat tinggal tetap, sehingga mereka harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain untuk menyebarkan ajaran. Thudong menjadi cara hidup para biksu, menggabungkan penyebaran ajaran dengan praktik spiritual personal.

Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 2568 BE/2024, YM Bhikkhu Dhammavuddho Thera, dalam keterangan tertulisnya kepada media pada 17 April 2024, menegaskan bahwa tradisi Thudong masih relevan di era modern. Beliau menyatakan, "Di zaman modern sekarang, tradisi thudong masih tetap dilestarikan. Akan tetapi, karena saat ini sudah berdiri vihara-vihara dan didukung oleh berbagai fasilitas, maka tradisi thudong boleh dikatakan sebagai sebuah rangkaian perjalanan dengan mempraktikkan ajaran Buddha."

Esensi dari ritual biksu jalan kaki atau Thudong terletak pada aspek spiritualnya. J. L. Taylor dalam bukunya "Forest Monks and the Nation-state: An Anthropological and Historical Study in Northeastern Thailand" menjelaskan bahwa istilah Thudong berasal dari bahasa Pali "dhutanga" yang berarti "latihan keras". Perjalanan ini bukan sekadar berjalan kaki, melainkan sebuah bentuk meditasi bergerak yang menuntut ketahanan fisik dan mental.

Praktik Thudong mencerminkan salah satu dari 13 praktik pertapaan biksu buddhis (dhutanga) yang dianjurkan oleh Buddha Gautama. Selama perjalanan, para biksu tidak hanya berjalan, tetapi juga berinteraksi dengan alam dan makhluk hidup di sekitarnya.

Ritual biksu jalan kaki ini menjadi sarana untuk melatih kesabaran, meningkatkan kesadaran, dan memperdalam pemahaman terhadap ajaran Buddha melalui pengalaman langsung dengan dunia di sekitar mereka.

Tujuan Ritual Biksu Jalan Kaki

Ritual Pabbaja Samanera untuk Calon Biksu Budha
Para calon biksu Buddha bermeditasi dan berjalan tanpa alas kaki mengelilingi candi Borobudur. (DEVI RAHMAN/AFP)

1. Pengembangan Spiritual

Tujuan ritual biksu jalan kaki atau Thudong yang paling fundamental adalah pengembangan spiritual. Perjalanan panjang yang dilakukan para bhikkhu memberikan kesempatan untuk mempraktikkan ajaran Buddha secara intensif.

Selama Thudong, para biksu dapat merenungkan ajaran Buddha, mempraktikkan meditasi, dan mengembangkan kebijaksanaan melalui pengalaman langsung dengan dunia sekitar. Thudong menjadi sarana untuk melatih pikiran, menguatkan tekad, dan memperdalam pemahaman terhadap ajaran Buddha.

2. Latihan Kesabaran dan Ketabahan

Ritual biksu jalan kaki atau Thudong merupakan ujian kesabaran dan ketabahan yang luar biasa. Para bhikkhu harus menghadapi berbagai tantangan selama perjalanan, mulai dari cuaca ekstrem hingga kondisi jalan yang sulit.

Tujuan Thudong dalam hal ini adalah untuk melatih para biksu agar dapat mengembangkan kesabaran dan ketabahan dalam menghadapi segala situasi. Sebagaimana diajarkan dalam ajaran Buddha, kesabaran dianggap sebagai praktik dhamma tertinggi.

3. Penyebaran Ajaran Buddha

Meskipun di era modern penyebaran ajaran dapat dilakukan melalui berbagai media, tujuan ritual biksu jalan kaki atau Thudong untuk menyebarkan ajaran Buddha tetap relevan. Selama perjalanan, para bhikkhu memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai latar belakang.

Mereka dapat memberikan wejangan, menjawab pertanyaan, dan menginspirasi orang-orang yang mereka temui selama perjalanan. Dengan cara ini, Thudong menjadi sarana untuk menyebarkan ajaran Buddha secara langsung dan personal.

4. Penghormatan terhadap Tradisi

Salah satu tujuan ritual biksu jalan kaki atau Thudong adalah untuk menghormati dan melestarikan tradisi yang telah ada sejak zaman Buddha. Dengan melakukan Thudong, para bhikkhu mengikuti jejak Sang Buddha dan para biksu terdahulu. Ini menjadi cara untuk mempertahankan koneksi dengan akar ajaran Buddha dan memberikan penghormatan kepada para guru spiritual yang telah mewariskan ajaran ini.

5. Peningkatan Kesadaran dan Kebijaksanaan

Tujuan ritual biksu jalan kaki atau Thudong juga mencakup peningkatan kesadaran dan kebijaksanaan. Selama perjalanan, para bhikkhu memiliki kesempatan untuk mengamati dan merenungkan sifat sejati dari realitas.

Mereka dapat melihat langsung ketidakkekalan segala sesuatu, saling ketergantungan antara semua fenomena, dan penderitaan yang melekat dalam eksistensi. Pengalaman langsung ini membantu para biksu untuk memperdalam pemahaman mereka terhadap ajaran Buddha dan mengembangkan kebijaksanaan sejati.

Tata Cara Ritual Biksu Jalan Kaki

Ritual Pabbaja Samanera untuk Calon Biksu Budha
Seorang biksu Buddha (kanan) menyaksikan para calon biksu bermeditasi sambil berjalan tanpa alas kaki dalam ritual tahunan 'Pabbaja Samanera', di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, 19 Desember 2023. (DEVI RAHMAN/AFP)

1. Persiapan Spiritual

Tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong dimulai dengan persiapan spiritual yang intensif. Para bhikkhu melakukan ritual berdiam diri dan berpuasa selama empat bulan sebelum memulai perjalanan.

Periode ini biasanya bertepatan dengan musim hujan, saat para biksu tinggal di satu tempat untuk memperdalam praktik spiritual mereka. Persiapan ini bertujuan untuk memperkuat tekad dan mempersiapkan mental para biksu sebelum menghadapi tantangan Thudong.

2. Pemilihan Waktu dan Rute

Tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong melibatkan pemilihan waktu dan rute yang tepat. Thudong biasanya dilaksanakan pada musim kemarau atau musim semi, ketika kondisi cuaca lebih mendukung untuk perjalanan jarak jauh. Rute perjalanan dapat bervariasi, tergantung pada tradisi masing-masing kelompok biksu atau tujuan spiritual tertentu. Beberapa Thudong modern memiliki tujuan akhir yang spesifik, seperti Candi Borobudur di Indonesia.

3. Perlengkapan Minimalis

Dalam tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong, para bhikkhu hanya membawa perlengkapan yang sangat minimal. Mereka biasanya hanya mengenakan jubah biksu, sepasang sandal, dan kaus kaki. Para biksu tidak membawa uang dan hanya mengandalkan derma dari umat Buddha untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pendekatan minimalis ini bertujuan untuk melatih pelepasan dan ketidakmelekatan terhadap benda-benda material.

4. Aturan Makan dan Minum

Tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong mencakup aturan ketat mengenai makan dan minum. Para bhikkhu hanya diperbolehkan makan sebanyak 1-2 kali dalam sehari, biasanya antara pukul 07.00 pagi dan 12.00 siang. Setelah tengah hari, mereka hanya diperbolehkan untuk minum.

Makanan diperoleh melalui pindapata atau derma dari umat Buddha yang mereka temui selama perjalanan. Aturan ini melatih disiplin dan kesederhanaan para biksu.

5. Praktik Meditasi Bergerak

Inti dari tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong adalah praktik meditasi bergerak. Selama berjalan, para bhikkhu melakukan perenungan dan meditasi. Mereka mengamati setiap langkah, nafas, dan sensasi yang muncul selama perjalanan. Praktik ini membantu para biksu untuk mengembangkan kesadaran penuh dan kebijaksanaan melalui pengalaman langsung dengan dunia sekitar.

6. Interaksi dengan Lingkungan

Tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong melibatkan interaksi mendalam dengan lingkungan sekitar. Para bhikkhu berinteraksi dengan berbagai makhluk hidup, termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Mereka juga mengamati fenomena alam dan perubahan cuaca. Interaksi ini menjadi sarana untuk memperdalam pemahaman terhadap ajaran Buddha tentang ketidakkekalan dan saling ketergantungan semua fenomena.

7. Istirahat dan Tempat Tinggal Sementara

Dalam tata cara ritual biksu jalan kaki atau Thudong, para bhikkhu memiliki aturan khusus mengenai istirahat dan tempat tinggal sementara. Mereka dilarang beristirahat di penginapan komersial dan hanya boleh istirahat di tempat-tempat ibadah lintas agama, seperti wihara, kelenteng, atau pesantren.

Saat beristirahat, para biksu tidur dengan alas yang tidak lebih dari 50 cm, bahkan ada yang tidur sambil duduk. Praktik ini melatih kesederhanaan dan ketidakmelekatan terhadap kenyamanan fisik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya