Liputan6.com, Tiongkok - Islam memiliki sejarah panjang di Republik Rakyat China. Keberadaan etnis muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, China menjadi buktinya. Akar budaya dan tradisi islam di etnis ini masih dipegang erat selama berabad-abad lamanya.
Menurut data sensus terakhir, penduduk Xinjiang yang berjumlah 22 juta orang, 46 persen di antaranya atau lebih dari 10 juta jiwa adalah etnis Uighur yang mayoritas muslim.
Baca Juga
Salah satu tempat yang jejak-jejak peradaban islamnya masih terjaga adalah di Universitas Islam Urumci. Satu-satunya perguruan tinggi islam di Xinjiang.
Advertisement
Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, secara geografis, wilayah Xinjiang berbatasan dengan beberapa negara pecahan Uni Sovyet. Seperti Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan. Hal ini membuat etnis Uighur juga tersebar di negara-negara tersebut. Â
Baca Juga
Dari catatan sejarah, etnis Uighur merupakan keturunan bangsa Turki yang menetap di wilayah Turkistan Timur atau Uighuristan sejak dua abad silam. Namun China mengklaim Turkistan Timur sebagai wilayahnya.Â
Hal inilah yang kemudian kerap memicu ketegangan yang berkepanjangan antara etnis Uighur dengan pemerintah China.Â
Lewat pendidikan, umat islam Uighur mencoba mendapatkan kesetaraan melaksanakan keimanannya, terutama kebebasan beribadah.
"Tidak ada pembatasan dalam beribadah salat bagi umat muslim di Xinjiang. Termasuk bagi pegawai pemerintah. Namun mereka harus beribadah di tempat lain karena kantor tidak menyediakan tempat ibadah," kata tokoh muslim Uighur Hilijiang Anayiti.
"Tidak ada masalah waktu ibadah. Kami bisa pergi ke masjid di luar sekolah," tutur Deliar, siswa etnis Uighur.
Meski di tengah keterbatasan yang dilakukan pemerintah komunis China, nilai-nilai keislaman etnis Uighur terus digenggam erat melalui keragaman budaya dan tradisi.Â
Â