Fenomena Tarawih Kilat di Berbagai Daerah, Secepat Apa?

Setidaknya ada tiga daerah yang memiliki tradisi Tarawih kilat berjemaah.

oleh Panji PrayitnoMohamad Fahrul diperbarui 01 Jun 2017, 19:00 WIB
Diterbitkan 01 Jun 2017, 19:00 WIB
Fenomena Tarawih Kilat di Berbagai Daerah, Secepat Apa?
Ilustrasi salat Tarawih berjemaah.

Liputan6.com, Indramayu - Dengan minimal 11 rakaat, durasi pelaksanaan salat Tarawih umumnya membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. Namun, sejumlah tempat di berbagai daerah memiliki tradisi unik. Mereka menggelar salat Tarawih berjemaah secara kilat. Rata-rata tak lebih dari 10 menit.

Liputan6.com merangkum tiga daerah yang menyelenggarakan tarawih kilat. Berikut daftarnya:

1. Salat Tarawih Kilat ala Indramayu

Ada yang kebiasaan unik yang dilakukan warga di Pesantren Alqu'aniyah di Desa Dukuhjati, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat saat melaksanakan salat Tarawih berjemaah.

Mereka melaksanakan salat Tarawih 20 rakaat ditambah 3 rakaat salat Witir setelah salat Isya berjemaah. Durasinya hanya tujuh menit. Kebiasaan salat Tarawih kilat itu sudah dilaksanakan dalam tujuh Ramadan terakhir.

"Kadang hanya enam menit saja. Bisa lebih juga tergantung kondisi imamnya," kata Azun Mauzun, tokoh masyarakat setempat, Minggu, 28 Mei 2017.

Apa alasan mereka melaksanakan salat Tarawih tercepat? Azun menuturkan, ide melaksanakan Tarawih kilat berawal dari keprihatinan atas kondisi para pemuda di desa. "Banyak anak-anak muda sekitar pesantren yang tidak Tarawih dengan berbagai alasan," ujar Azun.

Salat Tarawih tercepat ini, kata dia, sebagai upaya agar anak muda di Desa Dukuhjati untuk giat tarawih. Maka itu, sebagian besar jemaah yang ikut salat Tarawih kilat tersebut anak muda berusia 25 sampai 30 tahun.

Menurut Azun, selama salat Tarawih kilat dilaksanakan, selalu direspons positif oleh warga lainnya. Apalagi, tak ada bacaan ataupun rukun salat yang dilanggar.

Tidak hanya anak muda, salat Tarawih kilat itu diyakini menjadi solusi bagi warga yang memiliki kesibukan yang padat. "Banyak warga ikut salat Tarawih cepat karena punya usaha dagangan di lingkungannya," ucap dia.  

Dia mengatakan, salat Tarawih kilat juga memiliki efek baik di tubuh. Selain mendapat pahala, jemaah yang ikut Tarawih Kilat ini dapat keringat yang sehat.

"Ya karena saking cepatnya gerakan salat jadi berkeringat dan itu sehat. Tapi lama-lama terbiasa kok," ujar Azun yang menjadi imam salat Tarawih kilat ini.

2. Tak Lebih dari 20 Detik di Sumenep

Fenomena Tarawih Kilat di Berbagai Daerah, Secepat Apa?
Ilustrasi salat Tarawih berjemaah.

Menyusul Indramayu, pengurus Pondok Pesantren Tarete Selatan di Desa Pandian, Sumenep, Madura juga memiliki tradisi salat Tarawih kilat yang berlangsung beberapa tahun lalu. Salat Tarawih ditambah salat Witir sebanyak 23 rakaat dilakukan tidak lebih dari sepuluh menit.

Meski begitu, jemaah tampak khusyuk saat mengikuti gerakan imam salat Tarawih dan Witir. Dikutip dari berbagai sumber, pengasuh pondok pesantren, Kyai Haji Abdurrahem beralasan pelaksanaan serba kilat itu semata agar jemaah lebih khusyuk.

Hal itu diakui salah seorang jemaah, Ahmad Jamik. "Yang penting kan meski salat cepat sudah memenuhi syarat salat, jadi tidak ada masalah," katanya.

3. Bacaan Cepat ala Blitar

Tradisi salat Tarawih kilat juga dilaksanakan secara turun-temurun di Ponpes Mamba'ul Hikam di Kabupaten Blitar. Salat Tarawih 20 rakaat ditambah witir tiga rakaat hanya diselesaikan sekitar 10 menit saja.

Dua rakaat hingga salam, dijalankan dalam tempo sekitar 35-40 detik, dengan bacaan yang cepat pula. Meski demikian, salat Tarawih yang digelar di masjid kompleks ponpes ini selalu diikuti ribuan anggota jemaah dari berbagai wilayah di Blitar, Tulungagung dan Kediri.  

Pimpinan Ponpes KH Dliyauddin Azzamzami mengaku meski salat Tarawih berlangsung cepat, tidak mengurangi rukun atau syarat salat atau keluar dari syariat hukum Islam.

"Ini sudah tradisi sejak mbah saya dulu, derek dawuh poro sepuh (semua orangtua) kita tidak mengubah tradisi, tidak melanggar syariat, tidak lepas dan keluar dari ajaran Islam, tidak keluar syariat tidak mengurangi syarat-syarat rukun salat," kata KH Dliyauddin.

Pimpinan ponpes yang biasa disapa Gus Dliya' ini menambahkan, Tarawih ini pertama kali dikenalkan pendiri pondok almarhum KH Abdul Ghofur pada 1907 bersamaan dengan berdirinya masjid. Selepas Tarawih dan Witir, para santri pondok biasanya melantunkan puji-pujian diiringi irama beduk masjid.

Seorang anggota jemaah mengaku sengaja mengikuti salat Tarawih kilat semata untuk ibadah, bukan untuk tujuan lain. "Bukan karena tarawihnya lebih cepat atau tujuan lainnya. Niat saya hanya untuk ibadah salat Tarawih," kata dia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya