Liputan6.com, Pekalongan - Sosok haji pejalan kaki nyata berwujud pada diri Muhammad Khamim Setiawan (29). Pemuda asal Pekalongan, Jawa Tengah, itu sengaja berjalan kaki demi bisa menunaikan ibadah haji.
Saofani Solichin, ayahanda Khamim, menuturkan perjalanan putra bungsunya ke Tanah Suci dilalui penuh liku. Keluarga juga sempat sangsi Khamim mampu tiba di Mekah karena medan yang dilalui cukup berat.
Saofani mengungkapkan, barang bawaan Khamim beberapa kali sempat akan dirampok atau dirampas saat dalam perjalanan. Hambatan itu pertama kali dialami saat dia melintasi wilayah pantura Cirebon dan Palembang.
Kejadian yang sama juga hampir dialaminya saat berada di Thailand. Namun, perampokan itu tidak benar-benar terjadi.
"Dan juga saat di India beberapa orang yang bertemu Khamim juga agak jahil. Mereka ditanya rute malah memberikan rute yang memutar cukup jauh," kata dia, Sabtu, 27 Mei 2017.
Tak hanya perampok, Khamim juga pernah melewati perjalanan tanpa membawa perbekalan apa pun. Hal itu bermula saat ia berjalan kaki dari Banten ke Palembang saat ditemani seorang kawan.
Karena sang rekan mendadak harus pulang karena keluarganya sakit, Khamim pun memutuskan berjalan kaki seorang diri. Ia memberanikan diri melintasi wilayah meski perjalanan dilakukan di malam hingga dini hari.
Baca Juga
"Sampai-sampai, semua barang bawaan Khamim termasuk handphone, GPS, sebagian pakaiannya dititipkan oleh rekannya untuk diantarkan hingga ke perbatasan Malaysia. Jadi, melalui jalur lintas Sumatera, anak saya benar-benar tidak membawa apa-apa, mungkin hanya beberapa pakaian saja," tutur Saofani.
Oleh karena itu, Khamim mengandalkan masjid dan musala sebagai tempatnya melepas lelah. Saat tiba di rumah Allah itu, ia mendapatkan petunjuk dan sedikit bantuan dari sesama muslim.
Dukungan yang sama juga diterima calon haji backpacker itu saat melintasi wilayah Malaysia, India, dan Dubai. Ia tak kesulitan mendapatkan makanan halal dari rekan-rekan muslim yang ternyata juga berasal dari Indonesia.
"Saat di Malaysia, dia ada teman seorang habib, begitu juga saat di India. Di Dubai, Khamim juga berkesempatan bertemu Kedubes Indonesia di sana dan disambut baik," katanya.
Kedatangan Khamim ke kedubes tidak semata mencari pertolongan dan tempat berteduh sementara. Ia sengaja bersilaturahmi sambil mengurus visanya agar bisa melintas ke daerah tujuan. Kini, calon haji pejalan kaki sudah sampai di perbatasan Dubai - Uni Emirat Arab.
"Ya syukur Alhamdullilah. Ternyata kekhawatiran keluarga selama ini tidak menjadi kendala. Kami berjalan kaki hampir tanpa hambatan hingga ke Dubai," kata Saofani.
Kurus tetapi Gembira
Dalam perjalanan, Khamim menyempatkan diri berkomunikasi dengan keluarganya. Dalam penuturannya, ia mengaku menikmati perjalanan meski tidak jarang mengalami rintangan.
Salah satu yang membuatnya semringah adalah saat diajak makan oleh warga negara setempat. Tentunya, makanan khas setempat dan halal.
Selain itu, Khamim juga terlihat menikmati cuaca terik di negara Timur Tengah dengan berswafoto di beberapa masjid besar di sana. Ia juga mencoba menaiki unta di padang pasir sambil berfoto bersama dengan warga setempat.
Foto-foto itu lalu ditunjukkan kepada keluarganya di Pekalongan. Keluarga melihat tak ada kesan capai atau kurang bergairah yang terpancar. Hanya saja, badan Khamim terlihat lebih kurus dari biasanya dibanding sebelum keberangkatannya dari Pekalongan.
"Ya mungkin karena sedang perjalanan jauh. Tapi raut wajahnya semringah. Mungkin dijalaninya menikmati dengan penuh khidmat," ucap Saofani.
Sang ayah pun meyakini perjalanan Khamim ke Mekah akan segera terwujud paling lambat saat musim haji tiga bulan mendatang. "Informasinya tinggal 500 kilometer saja, Khamim sudah sampai Mekah setelah menempuh perjalanan mencapai 13.800 kilometer dari Pekalongan," ujarnya.
Panggilan BatinÂ
Kepada sang ayah sebelum berangkat, Khamim mengungkapkan niatnya berhaji dengan berjalan kaki menuju Mekah merupakan panggilan batin untuk mencari rida Allah SWT.
Khamim pun berujar, selama perjalanan ke tanah suci Mekah dirinya tak melulu meminta bantuan orang-orang. Namun, Khamim pun tak akan menolak jika ada orang yang ikhlas memberi bantuan saat berpapasan atau bertemu dengannya di suatu tempat.
Khamim tidak menargetkan sampai berapa lama dia bisa sampai ke Mekah. Utamanya, Khamim lebih fokus untuk mencari strategi untuk menyiasati lamanya visa yang diberikan setiap negara dengan prediksi jarak tempuh yang harus dilaluinya dengan berjalan kaki.
Keluarga Khamim di Pekalongan pun tak mengetahui pasti kapan Khamim akan pulang ke Indonesia setelah berhaji dan apakah Khamim akan kembali dengan berjalan kaki.
"Saat ditanya pulang kapan, Khamim hanya menjawab sampai saat ini saya belum mendapat petunjuk dan menentukan ke arah situ," kata Saofani.*
Advertisement