Liputan6.com, Ankara - Di luar tenda darurat, seorang wanita yang merupakan pengungsi asal Suriah, Mona Mutayr, terlihat sedang menyiapkan hidangan untuk persiapan buka puasa bagi keluarganya yang juga tinggal di kamp pengungsian itu.
Menunya sederhana, hanya kentang dan mentimun. Santapan ini dia sajikan sejak perang yang memaksa Mutayr dan keluarganya meninggalkan rumah mereka pada awal Mei ini, tepat ketika Ramadan tiba.
Baca Juga
Mulanya, dia sekeluarga mendirikan kemah di hutan zaitun dekat perbatasan Turki.
Advertisement
"Hari-hari itu terasa sangat panjang dan berat," kata Mutayr, ibu berusia 31 tahun, seperti dikutip dari France 24 pada Selasa (28/5/2019).
"Kami menghabiskan Ramadan di sini (pengungsian) bukanlah kemauan kami," lanjutnya lagi, sembari disaksikan oleh anak-anak yang bertelanjang kaki, menunggu makanan mereka di bawah tenda kanvas yang digantung di sekitar batang pohon.
Menurut situs berita asal Prancis tersebut, rezim Damaskus dan sekutunya, Rusia, telah melakukan pemboman mematikan dalam beberapa pekan terakhir di wilayah barat laut Suriah, Idlib, yang dipegang oleh mantan afiliasi Al-Qaeda.
Serangan ini menyebabkan lebih dari 200.000 orang mengungsi, menurut laporan PBB. Lebih dari sepertiganya sekarang tinggal di area terbuka, setelah gagal menemukan tempat berlindung di kamp-kamp pengungsi formal.
Tidak Punya Apa-Apa Lagi
Di bawah tenda pengungsian, di daerah Atme, Mutayr duduk bersila di atas tanah merah yang kering, sembari mengupas kentang dengan pisau kecil.
"Aku membuat kentang lebih sedikit untuk mereka hari ini," ujarnya.
Kenyataan ini jauh dari Ramadan masa lalu dia di kampung halaman yang terletak di Humayrat, sebelah utara provinsi Hama, sebuah kota di tepi Sungai Orontes di barat-tengah Suriah.
Biasanya, dia dan keluarganya berbuka puasa di taman, di bawah naungan pohon anggur.
"Ada banyak air dan listrik. Itu kehidupan yang baik. Lihat apa yang terjadi pada kami sekarang ... Terkadang tidak ada cukup makanan," kenang Mutayr.
Badan amal, kata Mutayr, menyumbangkan makanan selama Ramadan berupa nasi dan ayam untuk mereka yang berada di kamp sementara, tetapi Mutayr mengaku keluarganya belum menerima bantuan seperti itu dalam empat hari terakhir.
Di sekeliling pengungsian Mutayr, ada beberapa keluarga yang mendirikan tempat penampungan yang terbuat dari kanvas, digantung di antara pohon-pohon. Atasan mereka diikatkan pada ranting-ranting dan bagian bawah ditancapkan dengan kayu ke dalam tanah.
Hussein al-Nahar yang berusia 42 tahun, istrinya yang sedang hamil. Berdua bersama enam anak mereka, pun menjadi tunawisma pada Ramadan tahun ini.
"Kau pasti tahu rasanya dipaksa keluar dari rumah sendiri selama Ramadan," cerita Hussein yang merupakan buruh pertanian. "Sangat tragis. Kami tidak punya apa-apa."
Tidak Ada Baju untuk Idul Fitri
Hussein tiba di Atme lebih dari dua minggu lalu, setelah melarikan diri dari rentetan bom yang dihempaskan ke kota kelahirannya di Kafr Nabuda, di utara provinsi Hama.
Dikelilingi oleh anak-anaknya, istri Hussein, Rihab yang berusia 30 tahun, membelai rambut bocah lelakinya yang meletakkan kepalanya di pangkuan sang ibu.
Hamil anak ketujuh, Rihab bahkan tidak tahu bagaimana keluarganya akan merayakan Idul Fitri, di mana identik dengan anak-anak yang menerima pakaian baru.
"Mereka menginginkan baju baru untuk Idul Fitri, tetapi kita tidak punya uang," ungkapnya. "Kami bahkan tidak punya cukup selimut."
Saat matahari terbenam, keluarga Rihab mengumpulkan sebagian kecil ayam dan nasi yang disumbangkan oleh badan amal, dan sepiring kentang goreng yang telah disiapkannya.
"Pada Ramadan sebelumnya, kami tidak akan menginginkan apa pun. Tapi hari ini, kami duduk menunggu makanan dari badan amal, meskipun kadang-kadang kami tidak mendapatkannya", ucapnya sedih.
Advertisement
Ucapan Selamat Berpuasa dari Bocah-Bocah Suriah untuk Warga Aceh
Anak-anak di Suriah mengirimkan salam untuk umat muslim yang ada di Provinsi Aceh. Salam diberi sebagai bentuk terima kasih atas bantuan kemanusiaan dari provinsi berjuluk Serambi Makkah itu.
Salam diisampaikan melalui unggahan di media sosial. Beredar luas foto anak-anak tersebut tengah memegang kertas Houtvrij Schrijfpapier atau HVS berisi berbagai ucapan untuk umat Islam di Aceh.
"Salam dari bumi Suriah untuk kaum muslimin di bumi Serambi Makkah," salah satunya.
"Selamat berpuasa untuk ayah dan bunda di Atjeh (Aceh)," lainnya.
Menurut aktivis kemanusiaan untuk Suriah yang berasal dari Aceh, Fazel J. Haitamy, anak-anak tersebut mengungsi di Kafarouma, Idlib, kota yang terletak di barat laut negara tersebut. Banyak di antara mereka yang menjadi yatim, karena orangtuanya tewas dalam perang.
"Salah satu namanya Fatimah. Mereka mengirim salam untuk berterima kasih dan mengingatkan kaum Muslimin Aceh tentang kondisi mereka," ujar Fazel saat dihubungi Liputan6.com, Sabtu malam, 18 Mei 2019.
Fazel mengatakan bahwa ofensif militer Suriah bersama sekutunya, Rusia, mengeskalasi sejak April. Korban tewas sejak 2011 mencapai 370 orang, dan menyebabkan jutaan orang mengungsi.
"Kondisi Idlib selama Ramadan sangat mengenaskan. Dibombardir roket rezim Assad dan Rusia siang dan malam," ungkapnya.
Hadiah Hari Raya
Bantuan dari lembaga kemanusiaan disalurkan ke kantong-kantong pengungsian. Termasuk dari Aceh, yang diinisiasi aktivis kemanusiaan dari provinsi paling barat itu.
"Sudah sejak 2015 saya dan teman-teman aktif membantu Suriah. Kita salurkan melalui lembaga yang kita dirikan di Aceh. Alhamdulillah selama ini bantuan kemanusiaan dari Aceh telah meringankan musibah mereka," sebutnya.
Fazel dan rekan-rekan menginisiasi program hadiah Hari Raya menjelang Idul Fitri. Tujuannya, agar anak-anak tersebut dapat merasakan kebahagiaan yang sama dengan anak-anak lainnya pada hari yang fitri.
"Bantuan yang terkumpul akan kita belanjakan baju baru dan makanan sebagai hadiah Hari Raya untuk anak-anak Suriah," dia mengatakan.
Menurut Fazel, kondisi di Suriah tak ubah Palestina. Hanya saja, isu kemanusiaan tentang Suriah tidak populer seperti Palestina.
"Suriah kondisinya tragis sebagaimana Gaza Palestina. Namun, sering luput dari perhatian, beda dengam Gaza yang sudah sangat populer di tengah masyarakat Indonesia," Fazel menandaskan.
Â