Hukuman Mati Bandar Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam, Bolehkah?

Bagaimana pandangan dalam hukum Islam mengenai bandar narkoba yang dihukum mati?

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2023, 02:50 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2023, 02:25 WIB
Ilustrasi narkoba
Ilustrasi narkoba. (Sumber Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini perhatian publik tengah tersedot dalam kasus seorang mantan pejabat tinggi sebuah institusi yang didakwa mengedarkan atau menjadi bandar narkoba. Jaksa kemudian menuntut hukuman mati untuk terdakwa.

Dalam Islam, hukuman mati kerapkali disebut sebagai qishash (qisas). Qisas adalah istilah dalam syariat Islam yang berarti pembalasan dengan memberi hukuman yang setimpal kepada pelaku pidana.

Misalnya, dalam kasus pembunuhan. Seorang pelaku pembunuhan akan dihukum mati (qisas) karena menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja. Hukuman akan dilaksanakan terkecuali wali atau ahli waris (keluarganya) memaafkannya. Biasanya, permaafan ini disusul dengan pembayaran diyat.

Lantas, bagaimana pandangan dalam hukum Islam mengenai bandar narkoba yang dihukum mati?

Pertanyaan serupa ternyata juga pernah ditanyakan oleh seorang pembaca NU Online. Dia bertanya bagaimana pandangan hukum Islam terkait bandar narkoba yang dihukum mati, bolehkah?

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Ini:


Puluhan Nyawa Melayang Tiap Hari Akibat Narkoba

Dalam jawabannya, pengasuh rubrik Bahtsul Masail nu.or.id, menjelaskan bahwa narkoba merupakan momok yang menakutkan bagi kita semua karena besarnya dampak negatif yang ditimbulkan. Bahkan dilaporkan setiap hari ada 40 nyawa melayang akibat keganasab narkoba. Ini artinya setiap satu hari kita kehilangan 40 generasi bangsa kita, meregang nyawa sia-sia.

Memang tidak ada nash yang secara sharih menjelaskan tentang ketentuan hukuman had atau kafarat bagi bandar narkoba. Padahal bandar narkoba jelas merupakan aktor penting yang berperan sebagai penyedia barang haram yang telah memakan korban yang tidak sedikit, merusak generasi bangsa kita, dan menimbulkan efek negatif (mafsadah) yang luar biasa besarnya.

Di dalam hukum Islam dikenal istilah ta’zir. Menurut kesepakatan para ulama, ta’zir merupakan hukuman yang disyariatkan atas pelanggaran atau kemaksiatan yang di dalamnya tidak terdapat ketentuan hukuman had dan kafarat. Hal ini sebagaimana dikemukakan Ibnu Taimiyah.

وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ التَّعْزِيْرَ مَشْرُوْعٌ فِيْ كُلِّ مَعْصِيَّةٍ لاَ حَدَّ فِيْهَا وَلاَ كَفَّارَةَ

“Para ulama telah sepakat bahwa hukuman ta’zir itu disyariatkan untuk setiap pelanggaran (ma’shiyah) yang tidak terdapat ketentuan hukuman had dan kafarat”. (Ibnu Taimiyah, Majmu’ al-Fatwa, Iskandaria-Dar al-Wafa`, cet ke-3, 1426 H/2005 M, juz, 30, h. 39).

Pertanyaan penting yang harus diajukan di sini adalah apakah hukuman ta’zir diperbolehkan sampai pada taraf menghukum mati?

Dalam pandangan kami, jelas diperbolehkan sepanjang pelanggaran yang dilakukan menimbulkan dampak negatif (mafsadah) yang massif. Bahkan memberikan hukuman ta’zir dengan cara menghukum mati pernah dilakukan pada masa sayyidina Umar bin al-Khaththab ra.

Sayyidina Umar bin al-Khaththab ra pernah mengumpulkan para sahabat senior yang alim dan mengajak mereka untuk mendiskusikan tentang hukuman yang setimpal bagi pelaku liwath. Mereka pun kemudian mengeluarkan fatwa agar pelakunya dihukum mati dengan cara dibakar.

…أَنَّ عُمَرَ جَمَعَ كِبَارَ عُلَمَاءِ الصَّحَابَةِ رِضْوَانُ اللهِ عَلَيْهِمْ وَاسْتَشَارَهُمْ فِيْ عُقُوْبَةِ اللاَّئِطِ فَأَفْتَوْا بِإِعْدَامِهِ حَرْقًا، وَهَذَا مِنْ أَشَدِّ مَا يُتَصَوَّرُ فِيْ بَابِ التَّعْزِيْرِ

“…bahwa sayyidina Umar bin al-Khaththab ra mengumpulkan para sahabat senior yang alim dan mengajak mereka bermusayawarah mengenai hukuman yang layak bagi pelaku liwath. Kemudian mereka pun memberikan fatwa hukuman mati bagi pelaku tersebut dengan cara membakarnya. Model hukuman ini merupakan model yang paling mengerikan dalam bab hukuman ta’zir…” (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzahbib al-Arba`ah, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 5, h. 249)


Hukuman Mati Bandar Narkoba Diperbolehkan

Berangkat dari penjelasan ini maka menghukum mati bandar narkoba itu jelas diperbolehkan dengan pertimbangan bahwa ia telah melakukan suatu tindak kejahatan yang membawa dampak negatif yang sangat luar biasa bagi kelangsungan kehidupan manusia.

Bahkan dalam beberapa kasus kami pernah mendengar bahwa para bandar narkoba yang tertangkap kemudian dipenjara, masih saja bisa menjalankan bisnisnya dari dalam penjara.

Ini artinya hukuman penjara ternyata tidak bisa memberi efek jera. Dan sudah berang tentu hukuman mati pantas diberikan kepadanya. Sebab, kejahatan yang ia lakukan ternyata tidak dapat dicegah.

Nahdlatul Ulama sendiri dalam Muktamar ke-31 di Asrama Haji Donohudan-Boyolali-Jawa Tengah telah memutuskan kebolehan untuk menghukum mati bagi pemasok psychotropika dan narkotika. Alasan yang dikemukan dalam keputusan tersebut adalah karena menimbulkan mafsadah yang besar. (Lihat, Ahkam al-Fuqaha`, Khalista dan Lajnah Ta’lif Wan Nasyr, cet ke-1, 2011, h. 618-624)

"Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Dan sudah menjadi kewajiban bagi kita semua untuk berperang melawan narkoba. Semua pihak harus saling bahu-membahu menyelamatkan generai bangsa ini dari ancaman narkoba. Karena ini juga merupakan bagian dari jihad di jalan Allah," tulis pengasuh Bahtsul Masail NU Online.

Wallahua'lam

(Tim Rembulan)

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya