Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia menyebut kebijakan perdagangan yang dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, khususnya terkait dengan tarif dagang dengan China memiliki dampak yang signifikan terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.
Diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif dagang 10 persen terhadap China. Kemudian, Pemerintah China menetapkan tarif impor bagi komoditas-komoditas asal AS sebagai balasan dari kebijakan Presiden AS Donald Trump.
Advertisement
Baca Juga
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi & Moneter (DKEM) Juli Budi Winantya, mengatakan meskipun ada banyak risiko yang dihadapi, tidak sedikit pula peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
Salah satu dampak utama yang dirasakan Indonesia dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh Trump, adalah risiko yang terkait dengan hubungan dagang Indonesia dengan China.
"Dampak dari peningkatan, dari ketidakpastian ini yang terutama terkait dengan tarif. Itu di satu sisi memang ada risiko, terutama terkait dengan Tiongkok," kata Juli dalam media briefing di Aceh, Jumat (7/2/2025).
Dampak ke Ekspor Indonesia
Juli menjelaskan, sebagai mitra dagang utama, pertumbuhan ekonomi China yang melambat dapat mempengaruhi permintaan ekspor Indonesia.
Penurunan permintaan ekspor ke China bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama dalam sektor-sektor yang bergantung pada pasar Tiongkok.
"Tiongkok itu mitra dagang utama kita. Sehingga yang terjadi dengan Tiongkok tentunya akan berpengaruh ke kita. Risikonya bisa dari ekspor kita yang melambat. Karena pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat," ujarnya.
Selain itu, kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat juga menyebabkan produk-produk dari Tiongkok yang sebelumnya diekspor ke AS, kini terhambat.
Hal ini bisa mengakibatkan produk-produk tersebut mencari pasar alternatif, salah satunya Indonesia. Dampaknya, pasar dalam negeri bisa jadi terhambat oleh peningkatan produk impor yang membanjiri pasar Indonesia, sehingga bisa merugikan industri dalam negeri.
"Produk Tiongkok itu tidak bisa dijual lagi ke Amerika Serikat. Sehingga, bisa juga jadi membanjiri masuk ke Indonesia. Itu dari sisi risikonya ya," jelasnya.
Peluang yang Bisa Dimanfaatkan Indonesia
Namun, meskipun ada risiko, kebijakan tarif juga membuka sejumlah peluang bagi Indonesia. Salah satu peluang tersebut adalah dengan merebut pangsa pasar ekspor yang sebelumnya dimiliki oleh China.
"Jadi, selain risiko ada juga opportunity-nya. Opportunity-nya bisa kita ambil dari peluang ekspor yang bisa kita ambil dari pangsa ekspor yang ditinggalkan Tiongkok. Jadi kita juga udah melihat kayak misalkan assessment terkait dengan produk similarity," katanya.
Maka dengan adanya peningkatan tarif antara AS dan China, ada potensi bagi Indonesia untuk mengambil alih sebagian dari pasar ekspor yang ditinggalkan oleh China, terutama pada produk-produk yang memiliki kesamaan dengan produk asal China, seperti yang dilakukan oleh negara-negara seperti Vietnam.
Menurut Juli, para pengusaha dalam negeri yang memiliki keunggulan dalam beberapa produk yang sebanding dengan produk China, dapat memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan ekspornya. Penyesuaian terhadap produk similarity bisa menjadi strategi yang efektif untuk memperbesar pangsa pasar Indonesia di pasar global.
"Banyak produk-produk dari Amerika Serikat, Vietnam ini yang punya kesamaan. Sehingga, apabila nanti tarif ini diterapkan, peningkatan tarif ini juga bisa kita manfaatkan peluang untuk juga meningkatkan ekspor," ujarnya.
Advertisement
Peluang RI Realokasi Investasi
Selain itu, realokasi investasi yang sebelumnya berfokus di China juga dapat memberikan peluang bagi Indonesia. Ketika tarif tinggi diterapkan oleh Amerika Serikat, banyak perusahaan besar yang memindahkan operasinya dari China ke negara-negara lain, termasuk Vietnam.
Namun, saat ini, Vietnam sudah tidak lagi menjadi tujuan utama karena surplus yang mereka miliki, yang membuat mereka juga terkena dampak tarif.
Alhasil Indonesia, dengan berbagai potensi dan daya tarik investasi yang dimilikinya, kini berada di posisi yang baik untuk memanfaatkan aliran investasi yang berpindah dari China dan Vietnam.
"Realokasi dari investasi yang semula di Tiongkok, bergeser ke negara lain karena ada penerapan tarif ini ya," pungkasnya.
