Liputan6.com, Jakarta - Kasus kematian jemaah haji Indonesia 1444 H/2023 M meningkat tajam. Hingga hari ke-48 operasional haji atau Senin (10/7/2023) pukul 17.30 Waktu Arab Saudi (WAS) atau 21.30 Waktu Indonesia Barat (WIB), jumlah jemaah yang wafat di Tanah Suci mencapai 535 orang.
Kepala Bidang Kesehatan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, M Imran mengatakan, kasus kematian jemaah melonjak terutama pasca-puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, Mina (Armuzna) yang berlangsung pada 9-13 Dzulhijjah 1444 atau 27 Juli-1 Agustus 2023. Kasus kematian pasca-Armuzna naik hingga 3 kali lipat lebih.
Baca Juga
"Sebelum Armuzna ada di angka 154 orang (meninggal di Tanah Suci), kemudian selama Armuzna sampai nafar awal ada 73 jemaah yang meninggal dalam wilayah Armuzna. Nah lonjakannya terjadi setelah Armuzna," ujar Imran saat ditemui di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Senin.
Advertisement
Merujuk pada data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama (Kemenag), kasus kematian ini menjadi yang tertinggi sejak enam tahun terakhir penyelenggaraan haji. Pada periode yang sama yakni hari ke-48 penyelenggaraan haji 2015, jumlah jemaah yang wafat di Tanah Suci adalah 531 orang.
Kemudian 2016 berjumlah 270 orang, 2017 sebanyak 489 orang, 2018 ada 255 orang, 2019 terdapat 323 orang, dan 2022 hanya 67 orang. Jumlah kematian pada 2022 relatif sangat kecil karena ada pembatasan jumlah dan usia jemaah yang diberangkatkan ke Tanah Suci akibat pandemi. Sementara 2020 dan 2021 Indonesia tidak mengirimkan jemaah akibat pandemi Covid-19.
Imran mengungkapkan, salah satu penyebab melonjaknya angka kematian ini lantaran dipicu meningkatnya kasus pneumonia atau radang paru pada jemaah haji Indonesia pasca-Armuzna. Penyakit ini pula yang menyebabkan banyak jemaah dirawat di KKHI dan Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) usai puncak haji.
"Pneumonia ini tidak hanya momok utama rawat inap di RSAS maupun di KKHI, tapi sekarang pneumonia berkontribusi besar dalam peningkatan atau lonjakan kematian pasca-Armuzna," katanya.
Penyakit yang Paling Banyak Diderita
Menurut Imran, penyakit radang paru yang banyak diderita jemaah haji Indonesia muncul akibat faktor kelelahan pasca-puncak haji di Armuzna yang sangat menguras tenaga. Penyakit ini juga sangat rentan terjadi pada jemaah haji lanjut usia (lansia).
Sementara jumlah jemaah haji lansia tahun ini sangat banyak mencapai sekitar 67 ribu orang atau 30 persen dari total kuota. Belum lagi jumlah jemaah risiko tinggi (risti) kesehatan yang tahun ini mencapai 75 persen.
Ditambah lagi, kebanyakan jemaah yang dirujuk ke RSAS dalam kondisi sepsis (komplikasi berbahaya akibat respons tubuh terhadap infeksi). Tingginya infeksi ini dapat menyerang beberapa organ tubuh hingga menyebabkan kematian.
"Ini yang kemudian bisa menjawab mengapa kematian pasca-Armuzna itu melonjak tajam karena pneumonia. Pneumonia ini gejalanya sepele tapi dampaknya masif," ucap Imran.
Meski begitu, kondisi ini belum bisa dikatakan sebagai darurat pneumonia. PPIH Arab Saudi dan KKHI telah melakukan sejumlah strategi untuk mengantisipasi penyebaran dan peningkatkan kasus pneumonia, salah satunya dengan langkah promotif preventif.
"Sudah disampaikan agar jemaah haji selalu pakai masker dengan baik dan benar. Kedua, mengurangi kontak fisik, misalnya salaman setelah sholat. Berikutnya cuci tangan pakai sabun.Pesan-pesan ini kita kuatkan lagi terkait dengan jumlah kasus pneumonia," kata Imran.
Advertisement
Distribusikan Obat-obatan dan Alat Kesehatan
Selain itu, pihaknya juga telah mendistribusikan obat-obatan dan alat kesehatan seperti antibiotik, oksigen, dan lain-lain ke petugas kesehatan yang ada di tiap kloter dan hotel. Pihaknya juga menyuplai susu untuk mencukupi asupan makanan jemaah lansia.
"Bagi jemaah lansia pastikan tercukupi asupan makannya, dan usahakan tetap istirahat," ujarnya menandaskan.