Liputan6.com, Jakarta - Dalam Al-Qur'an, perempuan diangkat sebagai contoh teladan yang mencerminkan kebajikan, keteguhan, dan kebijaksanaan.
Kisah Maryam, ibu dari Nabi Isa, adalah salah satu contoh utama. Maryam digambarkan sebagai perempuan yang saleh, taat pada Allah, dan teguh dalam imannya, bahkan dalam menghadapi cobaan yang besar.
Siti Khadijah juga menonjol sebagai sosok perempuan ideal dalam Al-Qur'an. Sebagai istri pertama Nabi Muhammad SAW, Khadijah terkenal dengan kecerdasan bisnisnya, kebijaksanaannya, dan dukungannya yang tak tergoyahkan terhadap dakwah Nabi.
Advertisement
Siti Aisyah, istri yang paling terkenal dari Nabi Muhammad SAW, juga disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai contoh perempuan yang cerdas, berpengetahuan, dan berbakti pada suami serta agama.
Kecerdasannya dalam memahami ajaran Islam, kebijaksanaannya dalam memberikan nasihat, serta kesetiaannya pada Nabi Muhammad menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan dalam menyokong dakwah dan menjaga keutuhan keluarga dalam Islam.
Lalu, seperti apa perempuan ideal dalam Islam, seperti apa konsepnya? Apakah seperti perempuan-perempuan di atas tadi?
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
4 Citra Perempuan Ideal dalam Islam
Menukil Bincangmuslimah.com, dalam buku pengantar untuk buku Argumen Kesetaraan Jender Perspektif Alquran karya Prof Nasaruddin Umar, tulisan Prof Komaruddin Hidayat mencoba menguraikannya.
Menurut Prof Komaruddin Hidayat, ada banyak temuan penting dalam penelitian disertasi yang kemudian dicetak menjadi buku ini. Salah satunya adalah tentang citra perempuan ideal dalam Alquran. Berikut penjelasannya:
Citra perempuan ideal dalam Alquran tidak sama dengan citra perempuan yang berkembang dalam sejarah dunia Islam. Citra perempuan yang diidealkan dalam Islam ialah sebagai berikut:
1. Perempuan yang memiliki kemandirian politik (al-istiqlal al-siyasah). Hal ini tercantum dalam QS al-Mumtahanah/60:12. Seperti Ratu Balqis, seorang perempuan penguasa yang mempunyai kerajaaan superpower, laha arsyun adzim seperti yang tercantum dalam QS al-Naml/27:23.
2. Perempuan yang memiliki kemandirian ekonomi (al-istiqlal al-iqtishadi), tercantum dalam QS al-Nahl/16:97 yakni kisah pemandangan yang disaksikan Nabi Musa di Madyan, perempuan pengelola peternakan (QS al-Qashash/28:23). Dari kisah ini kita bisa menyimpulkan bahwa perempuan juga bisa memiliki dan mengelola peternakannya sendiri.
3. Perempuan memiliki kemandirian dalam menentukan pilihan-pilihan pribadi (al-istiqlal al-syakhshiy) yang diyakini kebenarannya meskipun mesti menghadapi suami bagi perempuan yang sudah berkeluarga (QS al-Tahrim/66:11), atau menantang opini publik bagi perempuan yang belum berkeluarga (QS al-Tahrim/66:12).
4. Perempuan dibenarkan untuk menyuarakan kebenaran dan melakukan gerakan oposisi terhadap berbagai kebobrokan (QS al-Taubah/9:71). Bahkan Alquran pun menyerukan perang terhadap suatu negeri yang menindas kaum perempuan (QS al-Nisa/4:5), karena laki-laki dan perempuan sama-sama berpotensi sebagai khalifatun fil ardl (QS al-Nahl/16:97) dan sebagai hamba (abid) (QS al-Nisa/4:124).”
Advertisement
Kenalilah Potensi Diri
Menyuarakan kebenaran memang bukan tugas laki-laki semata. Banyak orang mempunyai pendapat bahwa fisik perempuan tidak cukup kuat untuk menghadapi banyak hal terutama untuk menyuarakan kebenaran. Padahal, menyuarakan kebenaran adalah tugas manusia yang mana terdiri dari perempuan dan laki-laki, bukan hanya laki-laki saja.
Saat Alquran menegaskan bahwa perempuan adalah manusia, maka laki-laki dan perempuan sama-sama menjadi subjek kehidupan seutuhnya. Mereka sama-sama hanya menghamba pada Allah SWT (Tauhid) dan sama-sama mengemban amanah kekhalifahan di muka bumi untuk wujudkan kemaslahatan seluas-luasnya, termasuk dalam rumah tangga.
Dalam QS Al-Hujurat/49:13, Allah SWT menegaskan bahwa nilai manusia ditentukan oleh taqwanya, yakni sejauh mana tauhidnya mempunyai daya dorong sekuat mungkin untuk melahirkan kemaslahatan seluas-luasnya pada makhluk Allah SWT, dan sebaliknya punya daya tahan sekokohnya untuk tidak melahirkan kerusakan pada semesta.
Bukankah Rasulullah SAW juga sudah mengingatkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia? Maka, salah satu ciri orang yang bertakwa adalah hidupnya bermanfaat seluas-luasnya. Begitu pun ciri perempuan yang bertaqwa, hidupnya mesti bermanfaat.
Dari tulisan ini, kita bisa belajar bahwa mengenali potensi diri masing-masing termasuk dalam fisik, akal, dan hati. Tidak hanya perempuan tapi juga laki-laki. Selain itu, kita juga mesti mengenali modal sosial yang dimiliki seperti kesehatan, pemikiran, pengetahuan, pengalaman, jaringan, posisi, profesi, harta, dan lain-lain kemudian bersinergi dengan yang lain agar hidup bisa bermanfaat dengan maksimal.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda Cingebul