Bagaimana Cara Pandang Sufi Melihat Harta dan Kebutuhan? Simak Penjelasan Gus Baha

Gus Baha: Orang awam mengejar harta berlimpah, sufi cukup dengan satu piring nasi

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Jun 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 15 Jun 2024, 08:30 WIB
gus baha 23
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak dari kita cenderung memiliki ambisi tak terbatas, seperti ingin memiliki lebih dari satu rumah, mobil, atau harta berlimpah, mungkin untuk kepuasan atau gengsi semata.

Cara pandang orang awam dan sufi sangatlah berbeda ketika menilai kehidupan dunia.

Namun, realitasnya, apa yang diinginkan manusia seringkali tidak sebanding dengan kebutuhannya yang sesungguhnya sangat terbatas.

Misal memiliki rumah tidak cukup satu, punya mobil atau kendaraan harus banyak, harta melimpah, entah karena alasan gengsi atau kepuasan.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) pernah menyentil hal ini melalui cerita sufi, dan diunggah dalam media sosial platform Youtube channel @Santri Gayeng.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Begini Pandangan Gus Baha soal Harta

7 Desain Rumah Jadul dan Klasik yang Lagi Hits, Sentuhan Nostalgia Masa Lalu
ilustrasi rumah (Sumber: Pinterest/desneldi dausmar)

Dalam kisahnya, Gus Baha menggambarkan bahwa bagi seorang sufi, kebutuhan akan makanan sudah terpenuhi hanya dengan satu piring, dan minum segelas air sudah membuatnya merasa cukup.

Sufi tersebut bertanya, mengapa harus mengejar harta berlimpah jika yang dia butuhkan hanyalah satu piring saja?

Mengapa harus memiliki 100 kamar jika pada akhirnya dia hanya akan tidur di satu kamar saja?

“Saya cukup dengan satu piring untuk kenyang. Tidur di satu kamar pun sudah membuat saya merasa puas. Meskipun memiliki 100 kamar, saya hanya tidur di satu kamar saja. Tidak ada gunanya membagi waktu tidur ke-5 menit di masing-masing kamar, karena kamar lainnya hanya akan kosong,” ujarnya.

Kebanyakan Malah Bikin Repot

Ilustrasi rumah mewah
Ilustrasi rumah mewah. (Gambar oleh giovanni gargiulo dari Pixabay)

Gus Baha menekankan bahwa memiliki banyak rumah justru akan menimbulkan kebingungan.

Pemiliknya akan kebingungan untuk merawat rumah-rumah yang tidak digunakannya.

Selain itu, belum tentu memiliki banyak rumah dianggap sebagai prestasi oleh masyarakat, sebab akhirnya, pemilik rumah malah dipusingkan oleh berbagai pertimbangan, seperti mencari rumah mana yang akan ditempati untuk tidur.

“Jika memang dianggap sebagai prestasi, tapi jika dianggap sebagai sumber kebingungan karena sulit menentukan di rumah mana dia akan tidur, maka itu bukanlah sesuatu yang diinginkan,” tandasnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya