Liputan6.com, Jakarta - Kehidupan rumah tangga kerap menyimpan beragam cerita yang tak selalu tampak dari luar. Buya Yahya atau KH Yahya Zainul Ma'arif, seorang ulama dan pendakwah, mengungkapkan keprihatinannya terhadap sosok suami yang terlihat baik di depan umum namun berperilaku sebaliknya di dalam rumah tangga.
Dalam salah satu ceramahnya, Buya Yahya menegaskan bahwa manusia harus memiliki hati dalam menjalankan peran sebagai kepala keluarga. Pesan ini disampaikan dalam tayangan di kanal YouTube @buyayahyaofficial.
Buya Yahya mengungkapkan bahwa seorang suami yang bersikap manis dan ramah saat di luar rumah, namun berubah menjadi sosok yang kasar atau tidak peduli ketika di rumah, adalah contoh manusia yang "tak punya hati".
Advertisement
Seorang suami yang baik, menurut Buya Yahya, bukan hanya terlihat akrab dan penuh senyum di hadapan orang lain, tetapi juga memperlakukan istri dan anak-anaknya dengan kasih sayang dan tanggung jawab yang penuh.
Buya Yahya mengingatkan bahwa hidup dengan cara menzalimi orang lain, apalagi keluarga sendiri, adalah tindakan yang sangat dikecam dalam agama.
Suami yang tidak memberikan nafkah atau perhatian kepada istri dan anak-anaknya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat.
“Kalau suami sampai tak mampu memberi nafkah, apalagi berpoligami tanpa tanggung jawab, itu adalah jalan yang mengarah pada kerusakan,” ujar Buya Yahya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Ujung-ujungnya Poligami
Menurut Buya Yahya, ada sebagian suami yang sudah memiliki satu istri namun masih saja memikirkan untuk menikah lagi, padahal tanggung jawab terhadap keluarga yang ada belum dipenuhi dengan baik.
Ia mengingatkan bahwa poligami bukan sekadar hak, tetapi tanggung jawab besar yang harus diemban dengan adil dan bijak. Jika seorang suami tidak bisa memberikan perhatian penuh kepada istri dan anaknya, maka berpoligami hanya akan menambah permasalahan.
Permasalahan dalam rumah tangga seringkali, kata Buya Yahya, berasal dari satu sumber, yakni "tidak punya hati". Maksudnya adalah, ketika seseorang kehilangan rasa kasih sayang dan empati terhadap keluarganya, maka akan sulit baginya untuk menjalankan perannya dengan baik. Ketika suami tak mampu menumbuhkan kasih sayang dan kepedulian, ia hanya akan menimbulkan luka dalam keluarganya.
Lebih lanjut, Buya Yahya juga menyinggung tentang banyaknya suami yang lebih sibuk dengan urusan di luar rumah hingga melupakan tanggung jawabnya di rumah.
Buya Yahya menekankan bahwa seorang suami harus menyeimbangkan antara tanggung jawab sosialnya dan peran sebagai kepala keluarga. Keseimbangan inilah yang menunjukkan keberadaan hati dalam menjalani hidup.
Buya Yahya juga memberi perhatian khusus pada para wanita yang mau dinikahi oleh suami yang sudah berkeluarga namun tidak memperhatikan keluarganya.
Menurut Buya, wanita yang mau menerima lamaran dari pria seperti itu juga menunjukkan kurangnya hati. Ia mengingatkan bahwa dalam Islam, setiap tindakan harus dipertimbangkan dengan rasa kasih sayang dan pertimbangan baik buruk yang matang.
Dalam hal ini, Buya Yahya menekankan pentingnya introspeksi diri bagi seorang suami. Jika ingin menikah lagi, seorang suami harus memastikan bahwa ia telah menyelesaikan urusannya dengan istri dan anak-anaknya.
Advertisement
Pentingnya Nafkah dan Pendidikan
Menurut Buya Yahya, hati yang tulus adalah dasar dari kehidupan rumah tangga yang harmonis dan bahagia, bukan hanya sekadar menjalankan kewajiban secara lahiriah.
Buya Yahya juga memberikan contoh kasus di mana seorang suami menikah lagi namun tidak memberikan nafkah yang layak kepada istri pertamanya.
Hal ini sangat tidak diperbolehkan dalam Islam karena setiap anggota keluarga memiliki hak untuk mendapatkan nafkah yang cukup. Islam sangat memperhatikan hak-hak keluarga dan mewajibkan suami untuk memberikan perhatian yang adil dan penuh kasih sayang.
Pentingnya pendidikan bagi anak-anak juga ditekankan oleh Buya Yahya dalam ceramah tersebut. Ia mengingatkan bahwa seorang suami tidak boleh mengabaikan pendidikan dan perkembangan anak-anaknya, karena itulah yang akan membentuk generasi masa depan. Mengabaikan pendidikan anak berarti mengabaikan masa depan keluarganya.
Selain memberikan nafkah dan pendidikan, Buya Yahya menyoroti perlunya perhatian emosional terhadap anggota keluarga. Suami yang baik, menurut Buya Yahya, adalah yang peduli terhadap perasaan istri dan anak-anaknya.
Sebaliknya, jika hanya memenuhi nafkah materi namun abai terhadap perhatian emosional, maka ia belum menjalankan perannya dengan penuh hati.
Buya Yahya menekankan bahwa manusia harus memperbaiki hati dan niatnya dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Kehidupan berumah tangga bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan materi, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral dan spiritual. Kesadaran akan tanggung jawab inilah yang membedakan manusia yang punya hati dari yang tidak.
Buya Yahya mengajak setiap suami untuk berbenah diri dengan menumbuhkan rasa kasih sayang dalam hati. Menurutnya, jika hati penuh dengan kasih sayang, maka perilaku pun akan menjadi baik, dan keluarga akan merasa dicintai dan dihargai.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul