Liputan6.com, Yogyakarta - Dalam era digital dan globalisasi yang semakin maju, keberadaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian negara. Namun, meskipun memiliki kontribusi yang sangat signifikan, banyak pemilik UMKM di Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan yang menghambat kemajuannya sendiri.
Salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya pemahaman dalam hal pengelolaan keuangan bisnis yang efektif. Melihat kenyataan ini, konsultan bisnis UMKM, Ardhi Setyo Putranto mengenalkan buku baru berjudul MSME is Wonderful.
Sebagai seseorang yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang pengelolaan usaha kecil, ia ingin membantu UMKM di Indonesia agar bisa lebih maju dan berkembang dengan buku ini. MSME is Wonderful merupakan karya kedua Ardhi setelah merilis buku pertamanya pada 2018 lalu.
Advertisement
Baca Juga
Ia banyak menemukan hal menarik dan penting dalam lima tahun terakhir, sehingga memutuskan untuk menulis buku kedua ini
"Saya ingin menghilangkan stereotype bahwa enterpreneur tidak butuh sekolah. Saya ingin pengetahuan saya dirasakan banyak orang, agar UMKM bisa tumbuh maksimal," kata Ardhi pada Minggu (18/11/2024) di Yogyakarta.
Menurut Ardhi, ketidaktahuan pemilik UMKM tentang bagaimana mengelola sebuah bisnis dapat menjadi bumerang di kemudian hari. Ia berharap buku ini dapat menjadi pedoman para pemilik UMKM agar tidak salah langkah kala mengambil sebuah keputusan, terutama dalam hal pendanaan.
"Salah satu masalah utama UMKM adalah pendanaan. Mereka yang kebanyakan tidak memiliki aset tetap, maka akhirnya berutang. Alternatif pinjaman akhirnya membuat UMKM membabi buta untuk berutang," kata Ardhi.
Padahal menurutnya, UMKM dapat memanfaatkan utang sebagai investasi produktif. Namun sebaliknya, utang yang mereka punya justru jadi bumerang, apalagi bila digunakan untuk konsumtif.
Hal inilah yang membuat banyak pelaku UMKM yang masih terjebak dalam pola keuangan konsumtif. Para pemilik UMKM harus memahami pentingnya memisahkan keuangan bisnis dan pribadi.
Akibatnya, meski mendapat keringanan utang, mereka berpotensi terjebak utang baru karena pola pengelolaan yang keliru.