Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pihak bersepakat mengelola menajemen ekowisata berbasis masyarakat di Desa Melemba, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Upaya ini menjadi bagian dari pengembangan pariwisata yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan di kawasan taman nasional.
Nota kesepahaman tersebut diteken oleh WWF-Indonesia Program Kalbar, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kapuas Hulu, Taman Nasional danau Sentarum (TNDS), Kesatuan Pengelolaan Hutan (KOH) Model Kapuas Hulu, dan Pemda Melemba di Putussibau.
Melalui siaran pers-nya yang diterima Tim Liputan6.com, Kamis (25/6/2015), Antonius, Kepala Disbudpar Kapuas Hulu mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan dokumen Roadmap Pengembangan Kawasan Ekowisata Kabupaten Kapuas Hulu pada 2014.
Advertisement
“Upaya kolaboratif ini merupakan salah satu bentuk implementasi bagi pengembangan ekowisata yang nyata di Kapuas Hulu,” ujarnya.
Lebih jauh Antonius mengatakan, operator pengelolaannya kelak akan dilakukan oleh masyarakat Desa Melemba yang didorong melalui pendekatan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Ini menjadi salah satu sistem pengelolaan hutan yang lestari dan bertanggung jawab
Nota kesepahaman ini diharapkan dapat menjadi modal bagi masyarakat Desa Melemba dalam memiliki akses pengelolaan ekowisata yang lebih baik. Selain itu, melalui kesepahaman ini pula, pengembangan ekowisata di Desa Melemba diharapkan dapat mempercepat langkah menuju Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) pengembangan ekowisata.
Sementara itu menurut Kepala Balai TNDS, Sahdin Zunaidi, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu telah menetapkan KSK di koridor antara Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan TNDS.
“Ini merupakan kawasan strategis untuk melindungi fungsi dan daya dukung lingkungan. TNDS sangat mendukung sekaligus memperkuat komitmen ini guna mewujudkan ekowisata yang lebih baik, khususnya di wilayah kelola TNDS,” jelasnya.
Lain halnya menurut Kepala KPH Model Kapuas Hulu, Welli Azwar, 59 persen kawasan hutan yang dikelola oleh masyarakat Desa Melemba merupakan wilayah kerja dari KPH Kapuas Hulu.
“Dengan menerapkan pengelolaan hutan yang lestari di kawasan KPH, akan memberikan dampak positif di mana hutan dapat memproduksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) seperti madu, rotan, dan bambu,” ucapnya.
Melalui nota kesepahaman ini, para pihak diharapkan semakin solid mendukung dan berbagi peran untuk pengembangan ekowisata di Melemba. WWF-Indonesia akan terus mendorong konsep skema sertifikasi jasa lingkungan yang sedang berjalan agar mendapatkan sertifikasi jasa lingkungan berbasis pengelolaan hutan lestari.
“Dalam lingkup konservasi pulau yang dihubungkan dengan keberadaan HoB (Heart of Borneo), upaya kolaboratif ini bisa dipandang sebagai implementasi program di tingkat kabupaten. Ini bermuara pada terwujudnya skema jasa lingkungan yang berkeadilan melalui konsep sertifikasi jasa lingkungan khususnya di Dusun Meliau, Desa Melemba, agar mendapatkan sertifikasi jasa lingkungan berbasis pengelolaan hutan lestari,” kata Manajer Program Kalbar WWF-Indonesia, Albertus Tjiu.
Pada akhirnya nota kesepahaman ini dapat memberikan manfaat lebih, sekaligus memberikan gambaran bagaimana pengelolaan kawasan bisa dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat sekitar hutan, serta dilakukan secara lestari dan bertanggung jawab dengan mengedepankan prinsip ekologi dan ekonomi. (RadenAMP/Ibo)