Liputan6.com, Wamena, Papua Upacara bakar batu merupakan salah satu tradisi yang dilakukan orang Papua sebagai ungkapan rasa syukur. Upacara bakar batu dilakukan berupa memasak daging babi melalui batu yang dipanaskan membara. Tradisi ini bisa dilakukan dalam satu desa atau beberapa desa.
Baca Juga
Advertisement
Liputan6.com bersama Tim Wahana Visi Indonesia (WVI) berkesempatan menyaksikan proses upacara bakar batu bertepatan pada Hari Kemerdekaan ke-72 RI, dua minggu lalu. Lokasi upacara bakar batu dilakukan di Kantor Bupati Distrik Napua, Kabupaten Jayawijaya, Wamena, Papua.
Menuju ke lokasi upacara bakar batu, kami melakukan perjalanan dari kota Wamena. Tak butuh waktu lebih dari 20 menit, kami sudah tiba di lokasi pukul 08.30 WIT. Menurut infromasi dari rekan WVI, upacara bakar batu terbilang jarang dilakukan.
Hanya pada hari tertentu, seperti perayaan hari besar kemerdekaan RI digelar. Hal ini dikarenakan babi yang digunakan dalam upacara ini sangat mahal. Harga satu ekor babi yang besar mencapai Rp 30 juta.
Untuk meringankan beban harga babi tersebut biasanya satu desa tidak membeli satu babi utuh. Mereka saling mengumpulkan dana untuk membeli babi dengan desa lain. Dana dari dua desa bisa cukup membeli satu ekor babi.
Simak video menarik berikut ini:
Persiapan upacara bakar batu
Persiapan yang dilakukan, yaitu mempersiapkan batu yang dipanaskan terlebih dahulu. Batu ini banyak diambil di sungai atau kali. Namun, tak sembarang batu kali biasa. Batu yang diambil harus bertekstur keras dan tidak mudah hancur.
Batu yang sudah dikumpulkan ditumpuk kayu dan dibakar dengan api. Proses pemanasan batu memerlukan waktu sekitar dua jam.
Ketika batu dipanaskan, asap yang keluar sangat pekat. Dari kejauhan sebelum tiba di lokasi, kepulan asap dari pemanasan batu sudah terlihat.
Sesekali api harus dipantau agar tidak mati. Sembari menunggu proses pemanasan batu, masyarakat mengolah daging babi dan mempersiapkan sayuran.
Advertisement
Membuat lubang
Tampak suasana kerja sama selama proses upacara bakar batu. Para lelaki bertugas memotong babi yang masih utuh menjadi beberapa bagian.
Daging babi yang sudah dipotong ditaruh di atas rerumputan atau beralaskan daun pisang. Anak laki-laki juga ikut membantu memotong dan membersihkan daging babi dari darah.
Sementara itu, para wanita bertugas memoton sayuran dan mempersiapkan rerumputan juga ilalang untuk proses bakar batu.
Selain itu, para lelaki juga menggali lubang untuk menaruh daging babi yang akan dibakar nanti. Artinya, seluruh daging babi yang digunakan dalam upacara ini tidak dimasukkan dalam satu lubang.
Ada beberapa lubang yang dipakai. Ini demi memudahkan daging babi masak. Sebagai pelengkap makan daging babi, ubi dan sayuran juga tengah dipersiapkan untuk dibakar.
Ubi dan sayuran tersebut dibawa di dalam noken--tas tradisional orang Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu.
Menunggu daging babi matang
Setelah segala persiapan selesai, batu panas yang dimasukkan ke dalam lubang. Lalu daging babi dipotong-potong, kemudian ditaruh di atas batu beralaskan daun pisang ke dalam lubang. Di atas daging babi itu, ditutup daun pisang dan diletakkan batu panas lagi, ditutup daun.
Pada bagian di atas daun, masyarakat menaruh ubi jalar, singkong, dan sayur-sayuran lainya, dan ditutup daun lagi. Pada daun pisang paling atas ditumpuk lagi batu panas, yang kemudian ditutup daun pisang dan rerrumputan juga ilalang.
Batu panas yang dimasukkan dibawa menuju lubang menggunakan kayu atau bambu yang dibentuk seperti penjepit. Batu panas berwarna kehitaman dan berasap itu dibawa satu persatu.
Demi membakar semangat, masyarakat yang berada di lokasi meneriakkan semacam yel-yel. Mereka juga menari-nari dan bernyanyi. Keriuhan pun terjadi.
Proses daging babi matang memakan waktu 4 jam. Selama itu, masyarakat tetap menunggu di lokasi. Meski panas cukup terik, mereka rela menunggu daging babi matang.
Ada pula beberapa orang berlindung dari terik matahari menggunakan payung. Di dekat gerbang masuk kantor bupati juga tampak masyarakat yang menggelar tikar.
Mereka duduk berkelompok untuk beristirahat sejenak sambil makan. Karena waktu proses masih lama, kami tidak menunggu sampai daging matang.
Advertisement
Dibagi rata
Anda mungkin penasaran, bagaimana pembagian daging babi yang sudah matang. Masyarakat sangat antusias menyambut daging babi hasil upacara bakar batu yang matang.
Daging babi yang matang akan dipotong-potong lagi dan dibagi rata, tutur rekan dari WVI. Tidak ada namanya saling berebut lantas ada masyarakat yang tidak mendapat jatah.
Pembagian daging babi dilakukan adil. Di lokasi upacara bakar batu, masyarakat duduk berkelompok. Adanya kelompok yang terbagi ini akan memudahkan pembagian daging babi.
Dalam kelompok tersebut, ada seorang koordinator. Dialah yang membagikan daging babi secara rata. Tiap orang mendapat jatah daging babi.
Yang menarik, jatah daging babi juga ikut dibagikan kepada seluruh orang yang hadir di lokasi acara. Bahkan tamu yang diundang pun ikut mendapatkan jatah daging babi.
Walaupun kami tidak melihat proses daging matang, kami juga diberi jatah daging babi. Daging babi matang ini berwarna putih hingga sedikit hitam karena terkena batu panas.
Bagaimana rasa daging babi hasil upacara bakar batu? Salah satu rekan WVI memberikan kesan saat pertama kali makan daging babi.
"Saya baru pertama kali makan daging babi hasil upacara bakar batu. Hmm... rasanya lucu. Ada rasa seperti bumbu kacang gitu. Tapi kurang garam. Yang paling terasa itu aroma bakar dari batu panasnya," ujarnya.