Kisah Pak Harto dan Bedug Raksasa di Masjid Istiqlal

Bedug raksasa di Masjid Istiqlal kini hanya menjadi pajangan bagi turis mancanegara yang datang ke sana.

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Jul 2019, 17:04 WIB
Diterbitkan 24 Jul 2019, 17:04 WIB
Tabuhan Bedug Menlu Denmark Membahana di Masjid Istiqlal
Menteri Luar Negeri yang juga merangkap sebagai Wakil Perdana Menteri Denmark, Kristian Jensen di Masjid Istiqlal. (Liputan6.com/Andreas Gerry Tuwo)

Jakarta - Masjid Istiqlal di Jakarta menyimpan beragam keunikan yang menjadi destinasi wisata. Salah satunya menyimpan bedug raksasa terbuat dari kayu meranti berusia 300 tahun. Saat ini bedug besar itu sudah tidak lagi ditabuh.

Sekarang bedug yang ada di Istiqlal tidak dipakai lagi. Suaranya kami rekam lalu diperdengarkan setiap sebelum azan," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Masjid Istiqlal, Abu Huraira AS, saat ditemui di Masjid Istiqlal, Selasa, 23 Juli 2019, dilansir Antara.

Ia menjelaskan, bedug tersebut hanya sesekali ditabuh ketika ada kunjungan tamu kenegaraan. Di luar itu, bedug hanya menjadi pajangan bagi turis mancanagera yang datang agar benda itu tetap awet mengingat nilai sejarah dan nasionalisme yang tersimpan dari pembuatan bedug tersebut.

"Keberadaan bedug tersebut memiliki sejarah menarik dibuat pada 1972, sebelum masjid selesai dibangun," kata Abu.

Ia mengatakan bedug sesuatu yang unik karena hanya ada di Indonesia. Bedug tersebut, lanjut dia, terbuat dari kayu meranti merah (shorea wood) asal Kalimatan Timur. Pembuatan bedug milik masjid rancangan arsitek Frederich Silaban itu menghabiskan satu pohon.

"Usia pohon kayunya 300 tahun, bedug dibuat oleh PT Adikarya atas perintah Pak Harto," ujar Abu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kayu Koleksi TMII

Mentan Australia Pukul Bedug di Masjid Istiqlal
Tak cuma melihat-lihat, Joyce juga ditawari untuk memukul bedug oleh pengurus masjid.

Ia menerangkan, Presiden Soeharto awalnya mengunjungi anjungan Kalimantan Timur di Taman Mini Indonesia Indah. Saat itulah, ia melihat kayu meranti berusia 300 tahun ada di anjungan tersebut.

Ia lalu memerintahkan mengubah kayu meranti gelondongan besar itu menjadi bedug, lalu dihadiahkan ke Masjid Istiqlal. Bedug memiliki ukuran yang sangat besar yakni panjang tiga meter, berdiameter 2,7 meter serta berat tiga ton.

"Keberadaan bedug ini jadi pajangan sekaligus untuk pembelajaran bagi generasi muda tentunya, bahwanya nenek moyang kita pernah menggunakan alat ini untuk menunjukkan waktu masuknya salat," kata Abu.

Banyak hal lain yang bisa dilihat dari bedug ini, yakni terdapat simbol-simbol keberagaman seperti bunga lotus, tulisan Arab tetapi berbahasa Jawa, yakni Sengkala, yang artinya simbol tahun matahari menurut kepercayaan orang Jawa.

Terdapat juga ukiran di beduk yang dibuat oleh pengukir kayu dari Jepara dan terdapat tulisan Basmalah serta kalimat syahadat. Ia menegaskan, keberadaan bedug bukan untuk memanggil orang salat, tetapi penanda masuknya waktu shalat.

"Bedug bukan memanggil orang salat, memanggil orang salat memakai azan," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya