Daun Kratom, Tanaman Herbal Indonesia yang Dikecam Amerika

Manfaat daun kratom untuk kesehatan memang banyak, namun jika digunakan berlebihan bisa berbahaya.

oleh Putu Elmira diperbarui 13 Okt 2019, 03:03 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2019, 03:03 WIB
kratom
Kratom (Mitragyna speciosa), hanya karena sedikit penelitian, tanaman kratom dianggap berbahaya dan diusulkan dilarang. (foto: Liputan6.com/FB)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia terkenal dengan kekayaan tumbuh-tumbuhannya yang bisa dijadikan sebagai obat herbal, salah satunya adalah daun kratom. Daun kratom berasal dari pohon cemara tropis di keluarga kopi yang tumbuh subur di tanah Kalimantan.

Eksistensi daun kratom kini juga sudah menyebar ke seluruh dunia. Daun kratom dalam dunia medis dapat dijadikan sebagai penawar rasa sakit (pain killer) dan sebagai pengganti opioid. Secara tradisional, masyarakat di Kalimantan menganggap tumbuhan dengan nama latin Mitragyna speciosa dianggap sebagai anugerah Tuhan yang dapat digunakan untuk menunjang kehidupan.

Bagaimana tidak, daun yang biasa disebut dengan daun ketum ini bisa digunakan untuk menghilangkan berbagai penyakit seperti diare dan memberikan energi. Namun, daun ini bisa menjadi berbahaya jika dikonsumsi dalam dosis besar karena mengandung alkaloid, mitraginin dan kandungan lainnya yang bisa memberikan efek sedatif sehingga menyebabkan kecanduan. Efek lainnya, kratom bisa memberikan efek sakau, kejang-kejang, gagal ginjal dan lain-lain.

Dilansir dari South China Morning Post, 10 Oktober 2019, Badan Pengawasan Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat karena mendapati lebih dari 130 orang meninggal setiap hari akibat overdosis opioid. Salah satu kasusnya terjadi di Florida, seorang perawat ditangkap karena pasiennya meninggal di mobilnya. Saat diinvestigasi, ditemukan pasien tersebut tertidur setelah mengonsumi dua bungkus bubuk kratom.

Di Indonesia, tanaman obat ini diklasifikasikan sebagai psikotropika golongan satu, seperti heroin dan kokain. Bagi yang menyalahgunakan menjadi narkoba, akan mendapatkan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

Tapi, pihak dari Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan bahwa saat ini mereka sedang mengajukan ke Kementerian Kesehatan untuk menaikkan klasifikasi kratom sebagai narkoba golongan satu. "Kratom itu sepuluh kali lipat lebih berbahaya dibandingkan kokain atau marijuana," ujar Yunis Farida Oktoris Triana, perwakilan bidang rehabilitasi BNN.

Berdasarkan data dari The American Kratom Association, estimasi penduduk Amerika sebagai pengguna daun kratom per Juni 2019 mencapai 15,6 juta orang. Melihat efek yang ada, Badan Pengawasan Narkotika Amerika Serikat mengawasi penggunaan kratom ini dan beberapa kota di Amerika dan Eropa juga telah mengilegalkan daun kratom.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pohon Uang Bagi Petani

Liputan 6 default 4
Ilustraasi foto Liputan 6

Terlepas dari efek baik dan buruknya, penjualan daun kratom kini juga mudah didapatkan di Indonesia. Banyak pihak yang menjualnya melalui internet dan dibungkus sebagai bubuk teh. Penjualan yang tinggi membuat para petani juga mendapatkan hasil yang serupa.

Iksan Maulana, salah satu masyarakat yang tinggal di Tuana Tuha, sebuah kampung di Kalimantan Timur yang banyak ditumbuhi daun kratom mengatakan, dia bisa mendapatkan Rp400 ribu per hari dari memetik 200 kg daun kratom.

"Kalau memancing, saya terbakar panasnya matahari sepanjang hari tapi saya tidak tahu seberapa banyak yang bisa saya dapatkan. Meskipun kini saya masih terkena matahari (saat memanjat pohon), ini tidak seburuk memancing. Kademba (sebutan lokal daun kratom) sudah seperti pohon uang," kata Iksan.

Masa subur daun ini ada di rentang Januari hingga Mei. Dikatakan, sebanyak 300 petani bisa mendapatkan 50 ton daun kratom per bulan. Tak tanggung-tanggung, keuntungan yang didapatkan dari hasil tersebut mencapai satu triliun rupiah.

Melihat kesempatan yang ada, seorang penduduk lokal, Sauqani memutuskan untuk membudidayakan pohon tersebut. Dia mengatakan bahwa bisnis kratom sangat menjanjikan karena dapat dijual dengan harga tinggi dan siklus produksinya cepat.

"Kami dapat memanen daunnya hanya delapan bulan setelah penanaman. Lebih cepat dari tumbuhan lainnya, seperti kelapa sawit yang membutuhkan enam tahun untuk dipanen," Sauqani menerangkan.

Sebelumnya, penduduk lokal di Kalimantan tidak mengetahui bahwa daun kratom dapat dikonsumsi sebagai obat. Mereka hanya menggunakan kulit pohonnya untuk diseduh dan diminum oleh ibu setelah melahirkan agar proses penyembuhannya lebih cepat. Tapi, setelah mendapatkan informasi bahwa permintaan luar negeri banyak atas daunnya, mereka akhirnya menjadi petani daun kratom.

Menanggapi pernyataan BNN yang berencana untuk menaikkan klasifikasi kratom sebagai narkoba, Sauqani menunjukkan kekhawatirannya terhadap bisnisnya di masa depan.

"Kami sedang meyakinkan pemerintah bahwa kratom tidak akan disalahgunakan di Indonesia. Jika kratom disalahgunakan di Amerika, ini bukan salah petani di Indonesia. Bandingkan dengan rokok, jelas itu menyebabkan kanker dan serangan jantung, tapi masih dijual dengan bebas. Kratom juga harus diperlakukan seperti itu," kata Sauqani. (Novi Thedora)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya