Liputan6.com, Tanjung Pandan - Berkunjung ke Belitung terasa tak lengkap tanpa menikmati suasana kedai kopi setempat. Bersama rombongan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), saya singgah di Warung Kopi Ake. Lokasinya tak jauh dari simpang lima Tanjung Pandan.
Pelayan lelaki muda langsung menghampiri sesaat kami memasuki warung kopi tersebut. Meja panjang dengan dua bangku berhadapan jadi tempat kami duduk. Di meja sudah tersedia kertas menu dengan sajian kopi di urutan pertama.
Mengingat hari itu cerah dan agak gerah, pilihan saya jatuh pada es kopi. Pelayan dengan cekatan mencatat pesanan dan langsung mengabari 'barista' yang berdiri di balik meja. Jangan bayangkan 'barista' ini seperti peracik kopi di kedai-kedai kekinian.
Advertisement
Baca Juga
Sosok pembuat kopi di salah satu warung kopi legendaris ini adalah lelaki berambut abu-abu keperakan, wajah dengan kerutan, dan hanya mengenakan polo shirt. Ialah Akiong, generasi ketiga pemilik Warung Kopi Ake. Tangannya yang mulai keriput tetap gesit menyiapkan minuman pesanan tamu.
Diawali dengan menyendokkan bubuk kopi yang berada di panci tinggi, ia lalu menuangkan air panas dari ceret tua. Sembari menunggu, Akiong kemudian menuangkan beberapa sendok kental manis ke gelas-gelas belimbing yang disiapkan.
Selanjutnya, ia mulai menarik saringan turun naik di atas gelas stainless besar, beberapa kali. Tekniknya mengingatkan saya pada para pembuat kopi di Aceh. Cairan kopi hasil saringan selanjutnya dituang ke gelas belimbing tadi. Tinggal menambahkan es batu, es kopi susu Warung Kopi Ake siap disajikan.
Gelas yang berembun karena dingin segera menerbitkan air liur. Sebelum menyeruput, tangan harus bersih. Pihak warung menyediakan sebotol hand sanitizer sebagai bagian dari protokol kesehatan, atau kalau mau usaha sedikit, di depan warung tersedia tempat cuci tangan yang sudah dilengkapi sabun.
Rasa es kopi susu itu tak seperti kopi susu kekinian. Perbedaannya terletak pada serbuk kopi halus yang masih terasa. Sekilas, sensasinya membangkitkan kenangan pada rasa kopi susu yang pernah saya cicipi di warung bubur kacang ijo saat masih kecil.
Secara umum, es kopi susu itu memuaskan. Namun, karena tak banyak waktu, segelas es kopi harus diseruput terburu-buru.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sejak 1911
Akiong mengungkap, biji kopi yang digunakan berasal dari Palembang dan Lampung. Selanjutnya, biji digiling sendiri. "Di Belitung enggak ada kopi," ucapnya, Kamis, 4 Februari 2021. Ia mewarisi warung kopi itu dari kakeknya, Abok, yang asli Tionghoa. Sang kakek mendirikan warung kopi ini pada 1911, di bawah pohon, depan bangunan Belanda.
Selanjutnya, ayah Akiong yang bernama Ake meneruskan bisnis tersebut. Dari situlah nama warung didapat. Kini, Akiong mengelola warung didampingi putranya, Willy.
Awalnya, warung menempati bangunan sederhana beratap genteng dan berdinding kayu. Namun, pada 2012, bangunan asli dirobohkan oleh pemda dan dibangun baru berbentuk ruko dua lantai.
Warung Kopi Ake pun menempati ruko itu sejak 2014. "Ini lebih sempit, dulu buat kopinya bisa di depan," kata dia. Meski begitu, beberapa properti lawas tetap digunakan, seperti bejana dari keramik dan ceret logam. Begitu pula dengan meja-meja tamu bulat dilengkapi kursi kayu dengan sandaran.
"Kita buka dari jam 6, baru bisa tidur jam 4 pagi, soalnya jam 1--2 pagi masih aja ada tamu yang ngopi di sini," ia menerangkan.
Suara pelanggan mendistraksi obrolan kami. Lantang ia menyebutkan mau pesan kopi jilid II. Rupanya memang tempat itu bikin betah hingga pelanggan enggan beranjak dari sana. Apakah Anda punya pengalaman serupa?
Advertisement