Kurangi Sampah Makanan, Konsumsi Produk Obral Hampir Kedaluwarsa Jadi Tren di China

Tren ini kian tampak setelah China mengesahkan Undang-Undang Anti-Limbah Makanan, April lalu.

oleh Asnida Riani diperbarui 27 Mei 2021, 07:30 WIB
Diterbitkan 27 Mei 2021, 07:30 WIB
Menikmati Berbagai Makanan Lezat Selama Libur Hari Nasional China
Foto pada 1 Oktober 2020 memperlihatkan berbagai makanan khas lokal dalam festival makanan yang digelar di Wilayah Burqin, Daerah Otonom Uighur Xinjiang, China. Masyarakat di seluruh China menikmati beragam makanan lezat selama libur Hari Nasional dan Festival Pertengahan Musim Gugur. (Xinhua/Sadat)

Liputan6.com, Jakarta - Mengonsumsi makanan hampir kedaluwarsa menyeruak jadi tren di China. Ini, melanir laman South China Morning Post, Rabu, 26 Mei 2021, jadi semakin menarik dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak pengesahan Undang-Undang Anti-Limbah Makanan yang baru, April lalu.

Aturan tersebut menyatakan bahwa restoran yang "membujuk atau menyesatkan" pelanggan untuk memesan secara berlebihan akan didenda. Undang-undang tersebut juga melarang "acara makan" atau "pemakan kompetitif," yang lebih populer dengan istilah mukbang, di media sosial.

Menurut laporan Kongres Rakyat Nasional tahun 2020, kota-kota di China tercatat membuang hampir 18 miliar kilogram (kg) makanan setiap tahun. Bahkan sebelum undang-undang baru berlaku, beberapa supermarket di China telah membuat baris khusus untuk makanan hampir kedaluwarsa yang sengaja diobral.

Di Supermarket Yongwang di Shenzhen, Provinsi Guangdong, misalnya, di mana ada sekeranjang penuh pasta, teh, minyak, dan saus hot pot di ujung setiap lorong. Seorang penjual bermarga Liu mengatakan, makanan di sana dijual dengan diskon 70 persen, dan staf memeriksa produk setiap hari untuk memastikan tidak ada yang melewati tanggal kedaluwarsa.

"Ini tentu memangkas banyak pemborosan," katanya. Pasalnya, supermarket diharuskan membuang makanan yang sudah melewati tanggal kedaluwarsa. Selama bertahun-tahun, para lansia sebenarnya telah berburu barang murah hampir kedaluwarsa untuk menghemat uang. Namun lambat laun, kaum muda mulai mengadopsi tren tersebut.

Salah satunya adalah Lily. Ia bercerita bahwa pada awalnya, ia bertanya-tanya apakah makanan hampir kadaluwarsa dapat mengganggu kesehatan seseorang, tapi menganggap harganya menarik.

"Sebuah toko roti menjual roti dengan harga 50 persen setelah pukul 4 sore setiap hari," katanya. "Toko lain menjual dengan diskon 70 atau 80 persen. Jika saya bisa memakannya dengan cepat, saya akan memilih untuk membelinya."

Ia bahkan memprakarsai grup bernama "Saya suka makanan yang hampir kedaluwarsa," yang mana para anggotanya bertukar kiat tentang merek, toko online, serta makanan mana yang memiliki rasa lebih enak. Ketika ditanya apakah malu membeli makanan hampir kedaluwarsa, sebagian besar menjawab bahwa tidak ada salahnya menghemat, sekaligus mengurangi sampah makanan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Belum Ada Pengaturan Pasar

Produksi Ikan di Kota Donggang
Pekerja mengemas produk ikan di pabrik sebuah perusahaan makanan di Donggang, Liaoning, China, 10 September 2020. Perusahaan-perusahaan produk ikan di Donggang sedang mengembangkan sejumlah produk olahan baru dan memperluas saluran pemasaran untuk memastikan penjualan mereka. (Xinhua/Yao Jianfeng)

Di kota-kota seperti Beijing dan Shanghai, toko, serta area penyimpanan yang didedikasikan untuk makanan hampir kedaluwarsa juga bermunculan guna memenuhi permintaan konsumen. HotMaxx, toko yang secara eksklusif menjual makanan hampir kedaluwarsa dengan diskon 50 hingga 80 persen, telah berkembang pesat sejak 2020, dengan lebih dari 50 toko di Shanghai.

Pihaknya telah menjalin kesepakatan dengan lebih dari 200 merek makanan terkenal, termasuk perusahaan kembang gula Italia, Ferrero, dan produsen makanan ringan Taiwan, Want Want.

Namun, makanan hampir kedaluwarsa saat ini masih merupakan pasar khusus, karena pemerintah China tidak memiliki kebijakan yang mendorong perilaku atau pengaturan pasar tersebut. Kendati, industri ini telah meningkat sejak undang-undang anti-limbah makanan disahkan.

Propaganda media juga meningkat. Bulan ini, CCTV menampilkan inisiasi Lily sebagai contoh kampanye anti-limbah makanan. "Meski orang-orang seperti kami selalu ada, itu karena hukum yang mulai diperhatikan orang-orang," katanya. "Sebelumnya banyak yang tidak pernah memberikan perhatian khusus."


Diplomasi Lewat Jalur Kuliner

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya