Liputan6.com, Jakarta - Putri sulung Raja Thailand pingsan karena penyakit jantung pada Rabu malam, 14 Desember 2022 kata pihak istana kerajaan Thailand. Putri Bajrakitiyabha, putri tertua Raja Vajiralongkorn, pingsan saat melatih anjingnya di timur laut Bangkok.
Melansir Asiaone, Kamis (15/12/2022), Putri Bajrakitiyabha jatuh sakit dan langsung dilarikan ke rumah sakit di distrik Pak Chong. "Sang putri dirawat di rumah sakit, dan kondisinya stabil di tingkat tertentu," terang pernyataan pihak Kerajaan pada Kamis.
Advertisement
Baca Juga
Pernyataan Kerajaan menambahkan dia diterbangkan dengan helikopter ke Bangkok setelah kondisinya stabil. Namun mereka tidak menjelaskan detail lebih lanjut.
Pihak Kerajaan mengatakan, Putri Bajrakitiyabha sedang melatih anjingnya saat menghadiri kejuaraan anjing pekerja yang diselenggarakan oleh tentara ketika dia kehilangan kesadaran. "Dia dirawat di rumah sakit Chulalongkorn Bangkok pada Kamis dan dia menjalani perawatan dan pemeriksaan kondisinya," katanya. Namun beberapa laporan menyatakan kondisinya jauh lebih serius.
Putri Bajrakitiyabha secara luas dilihat di Thailand sebagai pewaris takhta yang paling masuk akal. Dia adalah salah satu dari tiga anak Raja Vajiralongkorn yang memiliki gelar formal, yang membuatnya memenuhi syarat untuk naik takhta di bawah Hukum Suksesi Istana tahun 1924.
Putri Thailand adalah duta besar Thailand untuk Wina dari 2012 hingga 2014. Sepak terjangnya selama ini membuatnya memenuhi syarat untuk naik takhta di bawah Undang-Undang yang berlaku di Kerajaan Thailand.
Pendukung Reformasi
Dia adalah penggemar kebugaran dan pengacara berkualitas yang telah menjadi pendukung reformasi pidana di Thailand. Pada September lalu, Pengadilan Thailand telah memvonis bersalah seorang aktivis karena dianggap "mengejek" monarki setelah dia berpakaian seperti ratu Thailand selama aksi protes pada 2020 lalu.
Jatuporn Saeoueng (25) dijatuhi hukuman dua tahun penjara pada Senin 12 September 2022 karena menjadi bagian dari protes jalanan di Bangkok. Saat itu dia berjalan di karpet merah mengenakan pakaian tradisional merah muda dengan pengunjuk rasa lain sambil ikut memegang payung untuknya.
Gaunnya sendiri tampak mirip dengan yang dikenakan oleh ratu Thailand di acara-acara publik. Saat Jatuporn berjalan di karpet merah, orang-orang di sampingnya meneriakkan, "Hidup ratu".
Pertunjukan fesyen jalanan itu dimaksudkan untuk memprotes anggota keluarga kerajaan yang diduga menggunakan dana publik sebesar 416 ribu dollar AS atau setara Rp6,2 miliar untuk mempromosikan peragaan busana Putri Sirivannavari, menurut media lokal Coconuts, dikutip dari almostmag.co Kamis 22 September 2022.
Advertisement
Kritik Terhadap Monarki
Di Thailand, ada hukum lèse-majesté yaitu melarang siapa saja menghina, mencemarkan nama baik, atau mengancam raja, ratu, dan anggota keluarga kerajaan lainnya, dan hukuman berkisar antara tiga hingga 15 tahun penjara. Sebelum putusan pengadilan, Jatuporn mengatakan dalam sebuah wawancara bahwa dia "tidak berniat untuk mengejek siapa pun."
"Saya berpakaian untuk diri saya sendiri pada hari itu, untuk versi diri saya dalam pakaian tradisional Thailand," katanya, mengutip AP. Istana dan pengadilan belum mengomentari kasus ini. Semakin banyak aktivis yang dituduh "menghina" monarki di Thailand, sejak Raja Maha Vajiralongkorn menjadi pernguasa pada 2019.
Tak hanya kali ini saja kritik terhadap monarki Thailand terjadi. Sebelumnya, para aktivis telah mengkritik pengeluaran keluarga kerajaan dan penggunaan militer negara untuk mempertahankan kekuasaan monarki.
Pada Januari tahun lalu, seorang mantan pegawai negeri sipil berusia 63 tahun, Anchan dijatuhi hukuman 43 tahun penjara karena membagikan klip audio yang dianggap menghina kerajaan di media sosial.
Hukuman Penjara
Sebelumnya Anchan dijatuhi hukuman 87 tahun penjara, namun hukumannya dipotong setengah karena dia setuju untuk mengaku bersalah. Dia mengatakan hanya membagikan audio dan tidak mengunggah atau mengomentarinya. Menurut kelompok hak asasi manusia di Thailand, anggota keluarga kerajaan telah menggunakan hukum lèse-majesté ini untuk menuduh sekitar 210 aktivis sejak November 2020.
Hal tersebut karena maraknya protes anti-pemerintah di mana para demonstran menuntut perubahan pada monarki. "Pertunjukan busana tiruan adalah satir tentang situasi politik negara - acara publik yang damai mirip dengan festival jalanan," kata Amnesty International, menurut BBC. "Peserta tidak boleh dihukum karena berpartisipasi dalam pertemuan damai.”hukum lèse-majesté
Hukum lèse-majesté, adalah sebuah istilah Perancis yang berarti "melakukan kesalahan terhadap keagungan", adalah pelanggaran terhadap martabat penguasa yang memerintah atau terhadap negara. Perilaku ini pertama kali diklasifikasikan sebagai pelanggaran pidana terhadap martabat Republik Romawi Romawi kuno.
Dalam periode Dominasi, atau Kekaisaran Akhir, para kaisar menghilangkan ornamen republik dari pendahulu mereka dan mulai menyamakan negara dengan diri mereka sendiri. Meskipun secara hukum princeps civitatis (gelar resminya, artinya, kira-kira, 'warga negara pertama') tidak pernah bisa menjadi penguasa karena republik tidak pernah secara resmi dihapuskan, kaisar didewakan sebagai divus, atau dianggap sebagai dewa.
Advertisement