Cerita Akhir Pekan: Tantangan Edukasi Sampah ke Anak Muda

Generasi muda dapat dilibatkan dalam gerakan kepedulian untuk mengurangi sampah sedini mungkin, bahkan melalui kompetisi berupa mencari solusi penanganan sampah dengan teknologi.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 18 Des 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 18 Des 2022, 08:30 WIB
Hari Laut Sedunia, Warga Brasil Bersihkan Pantai Copacabana
Dua wanita memungut sampah dari pantai Copacabana pada Hari Laut Sedunia di Rio de Janeiro, Brasil, Rabu (8/9/2022). Organisasi Route Brasil menyerukan agar orang-orang berkumpul untuk acara yang diberi nama "Pelukan Itu," dan untuk memungut sampah di pantai, untuk menarik perhatian pada pencemaran laut. (AP Photo/Silvia Izquierdo)

Liputan6.com, Jakarta - Program edukasi sampah ke generasi muda bisa dilakukan dengan banyak cara. Bahkan sedini mungkin sejak anak-anak, mereka dapat dilibatkan dalam berbagai gerakan.

Sudah cukup banyak organisasi berbasis komunitas yang membuat gerakan bersih-bersih sampah, mengajak anak muda aktif. Namun edukasi sampah tak terbatas itu, sebuah kompetisi yang menantang anak muda menciptakan solusi sampah juga bisa menciptakan kesadaran baru.

Salah satunya melalui kompetisi berupa mencari solusi penanganan sampah dengan teknologi yang baru-baru ini dilakukan East Asia Summit (EAS) Hackathon yang digelar ASEAN Foundation bersama organisasi terkait. Peserta dari belasan negara yang merupakan generasi muda software enginer diajak untuk menciptakan solusi penanganan sampah.

"Hackathon sebagai kompetisi yang biasa diikuti oleh software enginer kali ini menciptakan suatu solusi berdasarkan tantangan mengurangi sampah plastik di lautan," sebut Yohan Totting, Mentor EAS Hackathon saat ditemui di Jakarta, Jumat, 16 Desember 2022. 

Lebih jauh ia mengatakan, para peserta Hackathon biasanya diminta membuat program aplikasi dengan format standar 1x24 jam untuk menghasilkan sesuatu yang dianggap sebagai solusi, tapi kali ini diubah formatnya menjadi 2x24 jam. Untuk tantangan solusi sampah plastik di lautan ini, peserta diminta membuat sebuah monitoring sistem untuk mengidentifikasi area merah bagaimana sampah datang dari sungai, dibuang oleh masyarakat maupun industri.

"Kita bisa mencegah itu dengan memonitoring sistem untuk kebutuhan melihat di mana sampah tertahan di sungai. Tantangan berikutnya lebih ke bisnis menengah dalam pemakaian kemasan makanan, melihat mekanisme sistem poin sebagai insentif, membuat bisnis menengah peduli dengan insentif itu, hingga cara membuang (kemasan) maupun bagaimana mengolah kembali kemasan sekali pakai," papar Yohan. 

 

Solusi Sampah dengan Teknologi

Aksi Aktivis Sekolah Relawan Bersihkan Sampah Saat CFD
Aktivis yang tergabung dalam Sekolah Relawan memunguti sampah saat aksi Jakarta Clean Action selama Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/12/2019). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Lebih jauh Yohan mengatakan, Hacketon fokus pada solusi kemudian mengeksplore ide tersebut apakah visibel untuk diaplikasikan. Bahkan tahun ini Hackathon melibatkan peserta pemenang 2014 sebagai juri yang kini sudah menjadi CEO. Ia dulunya membuat aplikasi di mana orang bisa menukarkan sampah dengan uang.

Menurut Yohan, bagaimana kompetisi bisa berdampak lebih luas dan aplikasi yang dibuat software enginer bisa digunakan juga memerlukan keaktifan dari peserta. "Saya melihat sebagai software enginer kita di industri tech (teknologi) memang jarang ter-detect dengan isu-isu seperti ini, kepedulian kita di situ belum besar," ujar Yohan lagi.

Namun dengan adanya kompetisi ini peserta yang awalnya tidak memiliki kesadaran akan sampah bisa mulai peduli. Mulanya peserta ikut ajang tersebut bisa jadi karena hadiah atau tertantang untuk membuat solusi. Teknologi sendiri, menurut Yohan bisa masuk di semua lini masalah termasuk penanganan sampah.

"Tapi mungkin kita tidak bisa secara langsung berdampak, tapi lewat teknologi bisa saja itu dipakai untuk menyajikan data dan fakta untuk pemerintah pengambilan keputusan," tambah Yohan. 

 

Teknologi Bisa Berdampak

[Fimela] Ilustrasi Sampah Plasti di Laut
Ilustrasi Sampah Plastik di Laut | unsplash.com/@brian_yuri

Selain itu berbicara solusi yang berdampak langsung, teknologi bisa menjawab permasalahan dan membangun awareness. Salah satu peserta dalam kompetisi bahkan ada yang membuat ide untuk menggunakan satelit dalam memonitoring sampah yang biasanya menggunakan drone dengan biaya cukup besar dan hanya bisa dilakukan sebulan sekali.

Namun berkat ide memanfaatkan satelit, monitoring bisa digunakan harian dan digunakan seluruh belahan negara manapun. "Menurut saya solusi yang mereka buat menarik dan cukup profesional, bukan seperti prakarya anak sekolah," sebut Yohan.

Ada hal menarik lain yang dibuat peserta asal Vietnam untuk memonitoring sampah. Di mana aplikasi yang dibuat bisa mendeteksi bawaan sampah yang bukan berasal dari Vietnam, lantaran sebenarnya sampah di negara tersebut muaranya dari sungai Mekong yang dibawa dari China dan Thailand. 

Sementara peserta dari Indonesia yang kali ini belum masuk penjurian final idenya lebih mengarah ke bisnis. Menukarkan sampah menjadi uang atau reward berupa poin yang bisa ditukarkan dengan sesuatu. "Saya pikir ini tetap menarik, bahwa anak muda diajak bukan dengan paksaan, tapi lebih ke awareness dan didikan untuk anak muda seperti mereka," ia menutup.

 

Kesadaran Sejak Dini

Ilustrasi sampah plastik
Ilustrasi sampah plastik. (dok. RitaE/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

Generasi muda dapat dilibatkan dalam gerakan kepedulian untuk mengurangi sampah sedini mungkin bahkan sejak anak-anak. Seperti yang dilakukan Trash Hero Jakarta, sebuah organisasi yang fokus untuk gerakan membersihkan sampah seperti membuang sampah pada tempatnya dan edukasi jangan pakai kemasan sekali pakai.

"Kami ke semua umur, bahkan balita ada volunternya. Member kami dari balita sampai lansia," ucap I Gusti Krishna Aditama, Chapter Leader di Trash Hero Jakarta saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 15 Desember 2022.

Tujuannya tak lain mengedukasi sedini mungkin, meski berbeda cara dengan orang dewasa untuk kelompok anak-anak biasanya diajak berkontribusi mengurangi sampah lewat buku cerita. Dalam buku cerita makhluk laut akan ada hadiah atau reward dari perbuatan baik yang dilakukan. 

"Biasanya banyak orangtua yang mengajak anak-anak dan guru-guru yang berinisiatif mengajak anak muridnya," sebut pria yang akrab disapa Krishna itu.

Bahkan penggerak Trash Hero untuk Chapter Leader di Bali termasuk yang termuda, masih 12 tahun dan sudah bisa memimpin serta mengajak teman sebayanya untuk aksi gerakan di Trash Hero. "Teman main bola-nya diajak clean up," ungkapnya. 

Trash Hero Jakarta sendiri sudah melakukan kegiatan clean up sejak 2016, sementara pendahulunya Trash Hero Indonesia sudah berdiri sejak 2014. Lokasinya bersih-bersih sampah untuk Jakarta difokuskan di Lapangan Banteng, dengan alasan daerah itu strategis dan meskipun terlihat bersih sebenarnya tetap ada saja sampah di sudut-sudutnya. 

Trash Hero Jakarta juga sering membuat acara clean up di tengah keramaian agar warga yang melihatnya ikut tergerak untuk sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Menurut Krishna cara tersebut bisa menjadi cara edukasi berupa contoh langsung.

Mengenai tantangan edukasi sampah ke anak muda, Krishna mengatakan sebenarnya generasi mudah sudah cukup teredukasi. Hanya saja menurutnya ada beberapa sebab sampah masih sering berserakan, seperti fasilitas tempat pembuangan sampah yang kurang atau tidak jelas di mana seharusnya membuang sampah saat di lokasi tertentu. Selain itu budaya bertanggung jawab terhadap sampah seperti menyimpannya dulu hingga menemukan tempat sampah belumlah disadari semua orang.  

 

 

Infografis  Siklus Hidup Sampah Botol Plastik
Infografis  Siklus Hidup Sampah Botol Plastik    
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya