Siapa ASEAN SOGIE Caucus yang Semula Akan Selenggarakan Pertemuan LGBT se-Asia Tenggara di Jakarta?

Semula, pertemuan LGBT se-Asia Tenggara bertajuk "ASEAN Queer Advocacy Week" dijadwalkan berlangsung di Jakarta pada 17--21 Juli 2023.

oleh Asnida Riani diperbarui 13 Jul 2023, 09:58 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2023, 09:31 WIB
Sejarah Bendera Pelangi, Simbol Bagi Para LGBT Seluruh Dunia
Ilustrasi bendera pelangi lambang komunitas LGBT yang pertemuan se-Asia Tenggaranya batal berlangsung di Jakarta. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta resmi batal jadi tuan rumah pertemuan LGBT se-ASEAN setelah menerima rentetan ancaman keamanan dari berbagai pihak. Semula, ASEAN Queer Advocacy Week dijadwalkan akan diadakan di ibu kota pada 17--21 Juli 2023, mempertemukan para aktivis LGBTQ dari seluruh wilayah untuk terhubung dan mendiskusikan tantangan bagi masyarakat.

ASEAN SOGIE Caucus diketahui sebagai pihak di balik terselenggaranya pekan advokasi tersebut. Siapa mereka? Melansir situs webnya, Kamis (13/7/2023), mereka mendekripsikan diri sebagai organisasi regional pembela HAM dari berbagai negara di Asia Tenggara.

"Kami mengadvokasi pemajuan, perlindungan, dan pemenuhan hak semua orang terlepas dari orientasi seksual, identitas dan ekspresi gender, serta karakteristik seks mereka (SOGIESC)," sebutnya. Organisasi ini mendukung kapasitas advokat lokal untuk terlibat dalam mekanisme HAM domestik, regional, dan internasional.

Sebelumnya, ASEAN SOGIE Caucus juga sudah menyampaikan laporan tematik ahli independen tentang perlindungan terhadap kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender untuk sesi ke-41 Dewan Hak Asasi Manusia, merujuk laman Komisi Hak Asasi Manusia PBB.

"Pengajuan singkat ini disiapkan oleh ASEAN SOGIE Caucus (ASC), dengan bantuan anggota dan organisasi mitra kami, untuk memberi informasi dan wawasan berkaitan kegiatan negara yang melibatkan pengumpulan data untuk mengatasi masalah kekerasan dan diskriminasi atas dasar orientasi seksual dan identitas gender," katanya.

Mereka menyambung, "Hal ini untuk menjawab seruan pakar independen tentang perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender (IE-SOGI) untuk laporan tematik mereka ke sesi ke-41 Dewan Hak Asasi Manusia."

Laporan ASC

Ilustrasi LGBT
Ilustrasi LGBT | Via: istimewa

Di laporan tersebut, ASC salah satunya menulis tentang "risiko-risiko di Indonesia." "Banyak yurisdiksi lokal telah memberlakukan kebijakan yang secara khusus menargetkan orang-orang LGBT," katanya. "Saat informasi ini dikumpulkan, ada 11 provinsi dengan yurisdiksi lokal dengan peraturan yang menargetkan tindakan 'keterlaluan moral.'"

"Sementara, Daerah Istimewa Aceh jadi berita utama pada 2017 dan 2018 karena hukuman cambuk di depan umum terhadap laki-laki gay dan penggerebekan terhadap bisnis yang dipimpin perempuan transgender, provinsi lain membuat peraturan tersebut pada awal tahun 2000."

"Ada juga instruksi kebijakan dari pejabat setempat pada polisi dan militer untuk mengidentifikasi dan memburu orang-orang LGBT, seperti pada Januari 2019, di mana wali kota Padang, ibu kota Provinsi Sumatra Barat, mengaku bekerja sama dengan TNI demi memburu orang-orang LGBT untuk 'mengusir' dan 'menanamkan nasionalisme' terhadap mereka," klaimnya.

"Di tingkat nasional, KUHP 1982 dan UU Anti-Pornografi 2008 juga telah digunakan untuk mengkriminalisasi kelompok LGBT dalam berbagai kesempatan. Sayangnya, kami tidak mengetahui perkembangan positif dalam hal mencabut atau menantang tata cara ini, dan tidak mengetahui detail spesifik mengenai sejauh mana data yang dikumpulkan pada SOGI berdasarkan undang-undang ini."

"Namun mengingat pengalaman mitra kami dan orang-orang LGBT lain di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, kami juga dapat menduga hal terburuk terkait bagaimana data yang dikumpulkan di SOGI digunakan," sebutnya.

"Ketakutan ini semakin meningkat dengan komunikasi bersama baru-baru ini tertanggal 19 Februari 2019 oleh pelapor khusus PBB yang merinci komunikasi oleh Komisi Penanggulangan AIDS Cianjur pada Wakil Bupati Cianjur yang menyatakan bahwa mereka akan memberikan nama dan alamat pria yang diduga gay pada pejabat pemerintah," tandasnya.

Pindah Lokasi ke Luar Indonesia

Ilustrasi LGBT
Ilustrasi LGBT(SatyaPrem/Pixabay).

Di agenda terbaru, mengutip Manila Times, ASEAN SOGIE Caucus yang berbasis di Filipina, menyebut, "Penyelenggara ASEAN Queer Advocacy Week memutuskan memindahkan tempat acara ke luar Indonesia setelah menerima serangkaian ancaman keamanan dari berbagai kelompok."

"Keputusan itu dibuat untuk memastikan keselamatan dan keamanan para peserta dan penyelenggara," tambahnya.

ASC, yang menyelenggarakan acara tersebut bersama kelompok Indonesia Arus Pelangi dan Forum Asia untuk Hak Asasi Manusia dan Pembangunan Thailand, mengatakan telah memantau "gelombang sentimen 'anti-LGBT' di media sosial." Mereka tidak mengatakan kapan atau di mana acara yang direlokasi akan berlangsung karena alasan keamanan.

Merujuk laporan kanal News Liputan6.com, penyelenggara mengatakan, "Visi bersama kami tentang kawasan ASEAN yang inklusif didasarkan pada keberadaan ruang aman bagi masyarakat sipil dan pemegang hak untuk belajar tentang lembaga tersebut. Untuk membahas masalah yang penting bagi mereka."

"Kebencian di dunia maya, serangan langsung terhadap para pembela hak asasi manusia, serta pembalasan terhadap pelaksanaan hak-hak sipil dan politik merupakan masalah yang kami hadapi dan harus ditangani pemerintah," sebutnya.

Penolakan MUI

Pride Month dan bendera LGBT.
Pride Month dan bendera LGBT. Dok: Pixabay/AndrzejRembowski

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas meminta agar pemerintah tidak mengizinkan agenda pertemuan para kaum sodom dan pendukungnya. Pasalnya, itu dinilai melanggar ketentuan yang telah ditetapkan konstitusi yang dimuat dalam pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Maka, LGBT diklaim bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama, terutama enam agama yang diakui di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. "Tidak ada satupun dari agama-agama tersebut yang mentolerir praktik LGBT," tegas Anwar, dilansir dari Merdeka.com.

Sementara itu, kepolisian mengaku belum mendapatkan informasi soal pertemuan LGBT Se-ASEAN di Jakarta. Bahkan, disebut belum ada surat pemberitahuan yang masuk ke polisi.

"Oh, saya belum monitor. Ini saya sama Dirintel, dia juga belum tahu. (Acaranya belum tahu?) Belum-belum," ucap Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol Komarudin. Bukan kali pertama, acara LGBTQ lain telah dibatalkan di Indonesia setelah perlawanan dari kelompok Islam dalam beberapa tahun terakhir, termasuk kunjungan utusan khusus LGBTQ AS Jessica Stern pada Desember 2022.

Infografis 7 Gelagat Pria Ketika Selingkuh via Ponsel
Infografis 7 Gelagat Pria Ketika Selingkuh via Ponsel. (Liputan6.com/Lois Wilhelmina)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya