Hong Kong Bersiap Ucapkan Selamat Tinggal pada Produk Plastik Sekali Pakai, Alat Makan hingga Perlengkapan Mandi di Hotel

Hong Kong meloloskan amandemen Undang-Undang Produk Ramah Lingkungan yang menerapkan larangan menyeluruh terhadap penjualan dan penyediaan berbagai produk plastik. Kapan mulai berlaku?

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Okt 2023, 06:30 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2023, 06:30 WIB
Objek Wisata di Hong Kong
Aneka dimsum di Islamic Centre Canteen di Masjid Ammar and Osman Ramju Sadick Islamic Centre, Wan Chai, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Liputan6.com, Jakarta - Hong Kong meloloskan amandemen Undang-Undang Produk Ramah Lingkungan yang menerapkan larangan menyeluruh terhadap penjualan dan penyediaan berbagai produk plastik. Tahap pertama aturan ini mulai berlaku bertepatan dengan Hari Bumi, 22 April 2024.

Artinya, menurut AFP, dilansir dari CNA, Kamis (19/10/2023), "Peralatan makan berbahan polistiren yang diperluas (EPS), serta alat makan plastik sekali pakai lain yang berukuran kecil dan sulit didaur ulang akan dilarang untuk layanan makan di tempat dan dibawa pulang di 28 ribu restoran di seluruh kota," kata pengumuman pemerintah.

Menyajikan sup dalam wadah plastik juga tidak boleh, meski menggunakannya untuk dibawa pulang masih diperbolehkan, setidaknya sampai tahap kedua pemberlakuan aturan dimulai. Otoritas Hong Kong mengatakan, dimulainya tahap kedua akan "tergantung pada ketersediaan dan keterjangkauan bahan-bahan alternatif non-plastik atau bahan-bahan yang dapat digunakan kembali."

Barang gratis di hotel dan maskapai penerbangan Hong Kong juga akan terlihat sangat berbeda. Pasalnya, botol plastik berisi air atau perlengkapan mandi, seperti sikat gigi bergagang plastik, serta penutup telinga sekali pakai juga akan dilarang.

Toko-toko yang menjual glow stick, topi pesta, hiasan kue, dan cotton bud juga akan terdampak. Pelanggaran dalam bentuk apapun akan didenda antara dua ribu--100 ribu dolar Hong Kong (sekitar Rp4 juta--Rp202 juta).

Selama sesi tersebut, legislator Peter Koon mengkhawatirkan ketidaknyamanan yang ditimbulkan akibat penghapusan barang-barang plastik ini, serta biaya tambahan bagi penduduk lokal dan wisatawan.

 

Berikan Pilihan Alternatif

Hong Kong
Kwok Kam Kee, toko roti legendaris pembuat bakpao hoki di Cheung Chau, Hong Kong. (Liputan6.com/Asnida Riani)

Koon berkata, "Saya punya pengalaman membeli sup panas untuk dibawa pulang dari toko yang menggunakan wadah kertas, tapi sesampainya di rumah, wadahnya rusak dan supnya habis. Dalam masyarakat yang didominasi masakan China, saya mendesak pihak berwenang lebih berhati-hati. Jika tidak, hal ini akan berdampak sebaliknya dari apa yang kita inginkan."

Pekerjaan sebenarnya dari RUU ini akan dimulai setelah pengesahannya, kata legislator Michael Tien. "Bagaimana memperkenalkan pilihan-pilihan alternatif pada masyarakat, bagaimana mendukung industri (terdampak di Hong Kong). Ini akan jadi tanggung jawab yang sangat berat dan penting bagi Biro (Lingkungan Hidup dan Ekologi kota itu)," sebut dia.

Menyambut berita ini, juru kampanye Greenpeace Leanne Tam mengatakan Hong Kong telah membahas masalah ini selama "sekitar satu dekade." "Hong Kong kini berhasil mengejar ketertinggalan dari kota-kota lain di kawasan ini dalam hal pengurangan sampah plastik," menurutnya.

Meningkatnya produksi plastik di seluruh dunia telah menciptakan lebih banyak polusi. Kepala Lingkungan Hidup PBB pun memperingatkan bahwa manusia tidak bisa hanya mendaur ulang untuk keluar dari permasalahan sampah. Mengutip Japan Today, 5 Oktober 2023, ia menyerukan perubahan total dalam menggunakan plastik.

Hilangkan Sebanyak Mungkin Plastik Sekali Pakai

Ilustrasi sampah plastik (pexels)
Ilustrasi sampah plastik (pexels)

Direktur Program Lingkungan Hidup PBB, Inger Andersen, menggarisbawahi pentingnya menghilangkan sebanyak mungkin plastik sekali pakai. "Menghilangkan hal-hal yang sejujurnya tidak diperlukan, seperti benda-benda yang dibungkus plastik yang sama sekali tidak ada gunanya," katanya dalam wawancara dengan AFP. 

Saat memasuki supermarket, dia langsung pergi ke lorong sabun untuk melihat apakah versi padat tersedia. "Kita juga harus mengurangi keseluruhan pasokan polimer mentah baru," sebutnya, sambil mencatat bahwa ini adalah salah satu opsi dalam rancangan teks perjanjian tersebut.

Ia melanjutkan, "Kita memang harus mendaur ulang sebanyak mungkin. Namun jika kita lihat sekarang, penggunaan plastik semakin meningkat. Jadi, kita tidak bisa hanya mendaur ulang untuk keluar dari kekacauan ini."  

Produksi plastik tahunan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam 20 tahun terakhir, mencapai 460 juta ton. Angka ini bisa meningkat tiga kali lipat pada 2060 jika tidak ada perubahan berarti. Dari jumlah itu, hanya sekitar sembilan persen yang didaur ulang.

Produk Sekali Pakai

Ilustrasi
Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Saat ini, sampah plastik dalam berbagai ukuran dan jenis, mengingat variannya begitu banyak dan kebanyakan merupakan produk sekali pakai, telah ditemukan di dasar lautan, di perut burung, dan di puncak gunung. Sementara, mikroplastik telah terdeteksi di darah, ASI, dan plasenta.

"Jika kita terus memasukkan semua polimer mentah baru ini ke dalam perekonomian, kita tidak akan bisa menghentikan aliran plastik ke lautan," katanya. 

Di sisi lain, kesehatan lautan begitu penting bagi masa depan umat manusia. Perjanjian mengenai polusi plastik di masa depan akan melengkapi persenjataan global untuk melindungi lautan, termasuk perjanjian bersejarah untuk melindungi laut lepas yang ditandatangani sekitar 70 negara, awal Oktober 2023.

"Fakta bahwa kita akan bergerak maju dan melindungi bagian lautan di luar batas negara adalah hal yang sangat penting," kata Andersen. "Itu sesuatu yang membuat saya sangat, sangat gembira, dan seluruh dunia seharusnya merasa gembira karena ini adalah warisan kita bersama." 

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya