UNICEF Sebut Gaza Tempat Paling Berbahaya bagi Anak-Anak

Kepala Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Rabu, 22 November 2023, menyebut Jalur Gaza, Palestina yang saat ini sedang terkepung sebagai tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak

oleh Winda Syifa Sahira diperbarui 23 Nov 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2023, 13:00 WIB
Seorang anak perempuan menjadi korban serangan roket di RS Gaza, 17 Oktober 2023.
Seorang anak perempuan menjadi korban serangan roket di RS Gaza, 17 Oktober 2023. Dok: AP News/Abed Khaled

Liputan6.com, Jakarta - United Nations International Children's Emergency Fund (UNICEF) pada Rabu, 22 November 2023, menyebut Jalur Gaza, Palestina yang saat ini sedang terkepung, sebagai tempat paling berbahaya di dunia bagi anak-anak. Organisasi itu mengatakan bahwa kesepakatan gencatan senjata yang dicapai dengan susah payah antara Israel dan Hamas adalah sebuah hal yang buruk, dan tidak cukup untuk menyelamatkan hidup anak-anak.

Dikutip dari Channel News Asia, Kamis, 23 November 2023, Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa lebih dari 5.300 anak dilaporkan telah terbunuh di Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel. Jumlah korban tersebut merupakan 40 persen dari total kematian.

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya," kata Russell, yang baru saja kembali dari perjalanan ke Gaza selatan. "Saya dihantui oleh apa yang saya lihat dan dengar." Russell menyambut baik kesepakatan yang dicapai pada Rabu, 22 November 2023 oleh Israel dan Hamas untuk membebaskan sandera dan menghentikan pertempuran sengit dan pemboman di Gaza.

Sekitar 240 orang, mulai dari bayi hingga orang tua yang ditawan dalam serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel dan sebagian besar adalah warga sipil, menurut pihak berwenang Israel. Namun, Russell mengatakan bahwa jeda saja tidak cukup, ia menyerukan gencatan senjata kemanusiaan yang mendesak untuk segera menghentikan pembantaian ini.

"Agar anak-anak dapat bertahan hidup… agar pekerja kemanusiaan tetap tinggal dan memberikan pertolongan secara efektif… jeda kemanusiaan saja tidak cukup," katanya.

Anak-Anak di Gaza Menghadapi Krisis Gizi

Kenzi Al Madhoun, seorang anak Palestina berusia empat tahun yang menjdi korban serangan Israel. Ia dirawat di RS Al Aqsa yang berlokasi di Jalur Gaza. (Ap Photo/Abdel Kareem Hana)
Kenzi Al Madhoun, seorang anak Palestina berusia empat tahun yang menjdi korban serangan Israel. Ia dirawat di RS Al Aqsa yang berlokasi di Jalur Gaza. (Ap Photo/Abdel Kareem Hana)

Russell mengatakan bahwa 1.200 anak lainnya diyakini masih berada di bawah reruntuhan bangunan yang dibom atau belum ditemukan. "Selain bom, roket, dan tembakan, anak-anak Gaza berada pada resiko ekstrem akibat kondisi kehidupan yang sangat buruk," tambah Russell.

"Satu juta anak atau seluruh anak di wilayah ini kini mengalami kerawanan pangan dan menghadapi krisis gizi yang bisa menjadi bencana besar," ungkap Russel. UNICEF memperkirakan bahwa kekurangan gizi akut pada anak-anak dapat meningkat hampir 30 persen di Gaza dalam beberapa bulan ke depan. 

Saat berpidato di Dewan Keamanan PBB, Natalia Kanem, kepala Dana Penduduk PBB, menyoroti penderitaan perempuan hamil di Gaza, dengan sekitar 5.500 orang diperkirakan akan melahirkan bayi dalam kondisi yang memprihatinkan pada beberapa bulan mendatang.

"Pada saat kehidupan baru dimulai, momen yang seharusnya menjadi kegembiraan dibayangi oleh kematian dan kehancuran, kengerian dan ketakutan," kata Kanem.

Sima Bahous, kepala dari UN Women, badan PBB yang bergerak pada pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, mengatakan bahwa anak perempuan dan perempuan dewasa menghadapi bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya. Menurut Bahous, 67 persen korban tewas di Gaza sejauh ini adalah perempuan dan anak-anak. "Itu berarti dua ibu terbunuh setiap jam dan tujuh perempuan setiap dua jam," katanya.

"Kami telah menyaksikan enam rangkaian kekerasan di Gaza dalam 15 tahun terakhir, namun keganasan dan kehancuran yang terpaksa dialami oleh rakyat Gaza di bawah pengawasan kami, telah mencapai intensitas yang belum pernah kami lihat sebelumnya," katanya.

Otoritas Kesehatan Gaza Tidak Mampu Menghitung Jumlah Korban Tewas Akibat Serangan Israel

Evakuasi Korban Serangan Israel di Khan Younis
Para pejabat kesehatan di Gaza mengatakan bahwa ada puluhan orang menjadi korban pengeboman di wilayah selatan. (Mahmud HAMS/AFP)

Sementara itu, Otoritas kesehatan Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas, mengatakan pada Selasa, 21 November 2023, bahwa mereka telah kehilangan kemampuan untuk menghitung jumlah korban tewas menyusul runtuhnya sistem kesehatan di wilayah tersebut dan sulitnya pengumpulan jenazah dari daerah-daerah yang dikuasai tank dan pasukan Israel.

Dikutip dari Global Liputan6.com, Rabu, 22 November 2023, selama lima pekan pertama perang Hamas Vs Israel berlangsung sejak 7 Oktober 2023, otoritas kesehatan Gaza dilaporkan dengan hati-hati melacak korban jiwa. Pembaruan terakhir mereka pada 10 November 2023 menyebutkan bahwa korban tewas tercatat 11.078 orang.

Tantangan dalam memverifikasi jumlah korban tewas semakin meningkat seiring dengan intensifnya invasi darat Israel yang disertai dengan putusnya layanan telepon dan internet, menimbulkan kekacauan di seluruh wilayah. "Disayangkan, otoritas kesehatan belum bisa mengeluarkan statistiknya karena ada gangguan komunikasi antar rumah sakit dan gangguan pada internet," kata juru bicara otoritas kesehatan Gaza Ashraf al-Qudra kepada AP, seperti dikutip, Rabu.

Diyakini Total Korban Jiwa Melonjak Tajam

Evakuasi Korban Serangan Israel di Khan Younis
Kota Khan Younis adalah salah satu kota di Jalur Gaza yang menjadi sasaran pengepungan selama masa pendudukan Israel. (Mahmud HAMS/AFP)

"Basis data elektronik yang digunakan otoritas kesehatan untuk mengumpulkan korban dari rumah sakit tidak lagi mampu menampilkan nama dan statistiknya."

Al-Qudra mengatakan pihaknya sedang mencoba memulai kembali program dan melanjutkan komunikasi dengan rumah sakit. Para petugas medis menuturkan saat ini terlalu berbahaya untuk mengumpulkan banyak sekali mayat di Kota Gaza, di mana buldoser Israel memblokir jalan-jalan dan tank-tank menembaki apapun yang menghalangi mereka.

Para pejabat otoritas kesehatan Gaza, yang telah lama dipandang sebagai sumber lokal yang paling dapat diandalkan mengenai jumlah korban, mengungkapkan keyakinan mereka bahwa angka kematian telah melonjak tajam dalam sepekan terakhir berdasarkan perkiraan dokter pasca serangan udara di lingkungan padat penduduk dan laporan dari keluarga tentang hilangnya orang-orang terkasih.

Namun, mereka menggarisbawahi hampir mustahil untuk mengetahui jumlah korban secara pasti. "Tidak ada yang punya angka pastinya dan hal itu tidak mungkin terjadi lagi," kata pejabat otoritas kesehatan Gaza Mehdat Abbas.

"Orang-orang diusir ke jalanan. Beberapa berada di bawah reruntuhan. Siapa yang dapat menghitung jumlah korban jiwa dan mengumumkannya dalam konferensi pers?," ungkap Abbas.

Pernyataan Abbas dinilai menyentil Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina yang berkedudukan di Ramallah. Otoritas Palestina diakui secara internasional sebagai perwakilan sah Palestina.

Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah memberikan jumlah korban yang serupa dengan otoritas kesehatan Gaza selama lima pekan pertama perang Hamas Vs Israel berlangsung. Namun, setelah otoritas kesehatan Gaza berhenti menghitung, Kementerian Kesehatan Otoritas Palestina di Ramallah terus mengeluarkan laporan rutin mengenai jumlah korban tewas yang terbaru 13.300 tanpa membahas metodologi yang mereka gunakan.

Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tragedi Kemanusiaan 3.000 Lebih Anak Meninggal di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya