Liputan6.com, Jakarta - Masa demi masa yang berganti beriringan pula dengan transformasi dalam karya para seniman. Pengamat seni Agung Hujatnikajennong mengatakan kecenderungan seni rupa kontemporer sangat beragam dan luas.
"Yang paling up-to-date parameternya banyak karena seni rupi kontemporer secara umum di luar Indonesia pun memang yang dirayakan keragaman itu," kata Agung kepada Liputan6.com, Senin, 20 November 2023.
Baca Juga
Ia menyebut terjadi perubahan besar pada era 1998 pada seniman-seniman muda di Indonesia. Kala itu, dikatakan Agung, menjadi momentum besar untuk semua, termasuk untuk kesenian dan kebudayaan secara umum.
Advertisement
Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain(FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengatakan dilihat dari pasca-reformasi, semangat independensi menguat. Ia menyebut seniman membuat ruang, membentuk kelompok, populer istilah kolektif, dan karya-karya yang diusung juga beda dengan yang sebelumnya sangat bergantung pada pasar.
"Hal yang baru, saya kira bukan dari segi karya, tapi inisiatif menjadi independen memunculkan gerakan alternatif itu menguat sampai sekarang masih aktif mereka, bikin desain-desain sendiri," tambahnya.
Agung melanjutkan, "Irisannya dengan perkembangan teknologi, jelas ada karya yang disebut new media art yang mayoritas pelakunya seniman muda yang melek teknologi, lebih dekat dengan internet, dulu tidak semua orang bisa beli kamera dan mengusai tekniknya."
Lepas 2010-an, ia menyebut bahwa teknologi visual digital lebih dekat dengan semua orang termasuk seniman. Fenomena ini kemudian populer dengan jenis kesenian new media art tersebut.
"Medianya bukan lagi lukisan atau patung, tapi media yang lebih baru, misalnya video, fotografi, karya seni yang dibuat dengan komputer, computer-based art, karya seni yang menggunakan internet sebagai data, belakangan menggunakan AI itu. Saya pikir bukan cuma di Indonesia, tapi di seluruh dunia itu gejala yang global," ungkapnya.
Mengusung Isu Terkini
Pria yang juga kurator dan penulis ini menjelaskan bahwa seniman lebih mendalam terkait riset dalam mencipta sebuah karya. "Lebih riil, basisnya riset, dengan persoalan-persoalan aktual seperti global warning atau climate change," tutur Agung.
Dikatakannya, kini juga fokus tertuju pada seniman-seniman perempuan. "Terutama pameran yang misalnya mengkhususkan karya seniman perempuan, ada juga yang reguler diadakan 2--3 tahun sekali yang hanya menampilkan seniman perempuan, itu menurut saya menarik karena ada kesadaran baru tentang kesetaraan gender di seni rupa," jelasnya.
Fenomena itu, menurut Agung mendorong sesuatu yang baik dan percaya diri. "Sebelumnya selalu di bawah bayang-bayang seniman laki-laki, sekarang saya kira berangsur-angsur berubah," tambahnya.
Pria yang meraih gelar Doktor dalam bidang seni dari FSRD ITB ini menyebut perkembangan mutakhir yang dapat dilihat kini, meliputi pemanasan global, perubahan iklim, internet dan teknologi digital, hingga media sosial. "Yang menarik irisan antara dunia seni yang riil ada di pameran, semakin beririsan dengan dunia media sosial, bahkan melahirkan seniman-seniman jenis baru yang mereka sangat populer di media sosial sampai kemudian dampaknya pada kepopuleran mereka di dunia yang riil, bisa jadi ini mungkin agak ekstrem, seniman dilihat karena kepopulerannya di media sosial itu menurut saya baru di semua bidang, bukan hanya seni rupa," terangnya.
Advertisement
Adi Sundoro
Seniman visual Adi Sundoro biasa menggunakan medium frame seni grafis cetak dalam suguhan karya. Dengan kemajuan zaman kini, ia mengatakan tak ingin karyanya harus terbatas mencetak kertas saja.
"Karya terbaru saya ada pakai new media, semacam video yang dicampur dengan performance sulap kartu. Ada juga karya tesis S2 saya yang mengeksplorasi materialnya cukup jauh," kata Adi kepada Liputan6.com, Selasa, 21 November 2023.
Karya tesis Asun, begitu ia akrab disapa, mengusung tajuk "Spread and Distribute: Ferrofluid Materials as Expanded Printmaking". Karya ini mengulik material yang dapat digerakkan mesin, karya visualnya yang dihasilkan dari material bergerak.
"Kalau di karya pribadi sekarang tematik kontemporer hari ini banget yang belakangan lagi bicara soal diseminasi informasi, sejauh mana manusia bisa mengerti atau memahami nilai-nilai informasinya, sejauh mana manusia mencerna dengan baik berita yang didapatkan setiap harinya. Apa yang saya kerjakan sudah sangat keep up dengan perkembangan hari ini," jelasnya.
Kehadiran karya ini berawal dari ketertarikannya untuk mencipta karya dengan menggunakan material analog. Suatu ketika, ia pernah mewarnai kertas gorengan dari seri karya lainnya menggunakan bubuk fotocopy atau fotocopy toner yang dicampur material cair.
"Setelah itu saya tinggal itu di studio selama dua minggu. Pas balik mau ngebersihin, fotocopy toner cair yang ditinggal kok jadi kental. Saat dimain-mainin mirip karakter Venom, musuh Spiderman," kata peraih Medali Perunggu UOB Painting of the Year Indonesia 2022 tersebut.
Pria kelahiran 1992 itu pun kian penasaran. Ia akhirnya menjalani riset dan menemukan bahwa ada material bernama ferrofluid.
"Ferrofluid magnet cair warna hitam juga, pertama kali di-develop sama NASA buat dicampur ke bahan bahar biar saat kondisi nol gravitasi itu bahan bakar terdistribusi dengan baik," terang Asun.
Dikatakannya, "Setelah itu, lihat cara kerja ferrofluid mau bikin ini, walaupun material ferrofluid enggak ada, jadi bikin sendiri versi saya. Ini bisa bereaksi dengan medan magnet dari gundukan lumpur saat magnet didekatkan, dia akan berubah mengikuti pola magnet."
Syaura Qotrunadha
Seniman visual Syaura Qontrunadha menyebut tidak pernah berusaha beradaptasi dengan perkembangan zaman karena dirinya juga beraktivitas seperti masyarakat umumnya. "Karena mau enggak mau pasti ada di dalamnya," kata Syaura kepada Liputan6.com, Selasa, 21 November 2023.
"Yang saya lakukan sebagai seniman adalah memindahkan dan merespons pengalaman-pengalaman tersebut, termasuk mengadaptasi alat-alat yang kita pakai sehari-hari ke dalam karya," tambahnya.
Tak dipungkiri beriring dengan kemajuan teknologi juga memengaruhi diri dalam berkarya. Saat ini segala hal yang serba digital, dikatakannya mempermudah kerja banyak orang, termasuk dirinya.
"Belum lagi kalau punya ide pengen bikin karya pakai sensor-sensoran, kinetik dan bikin karya interaktif. Dulu mungkin harus kontak si mas insinyur A, atau cari tukang-tukang yang bisa ngoprek elektronik. Kalau sekarang tinggal cari di Google dan YouTube, seenggaknya udah dapet pengantar konsep bikinnya," lanjutnya.
Perempuan kelahiran 1992 ini menyebut isu yang dilihatnya secara langsung dan alami akan diangkat dalam inspirasi karya. "Waktunya kapan? belum tentu linear," lanjutnya.
Seniman yang tengah menempuh studi Master Fine Art di Goldsmiths, University of London ini mengungkapkan seringkali apa yang dialami kini, sebenarnya telah pernah terjadi mungkin puluhan atau ratusan tahun lali dengan format berbeda. "Kebetulan saya bukan termasuk seniman yang reaktif karena selalu ada keinginan untuk membaca lebih dalam suatu isu baik dari perspektif masa lalu, ataupun sekadar dengar pendapat dari teman-teman yang latar belakang bidangnya berbeda jauh sama saya saat ini," terangnya.
Syaura menambahkan, "Dengan harapan apa yang kemudian saya sampaikan lewat karya setidaknya bisa menjadi sesuatu yang informatif atau solutif. Tentu saja ini butuh proses mencerna yang lumayan panjang karena kadang beberapa isu hanya baru bisa diproses dengan baik jadi karya setelah kita melewati fase hidup tertentu."
Perupa asal Daerah Istimewa Yogyakarta ini sebelumnya berhasil jadi salah seorang finalis VH Award ke-4, penghargaan yang diprakarsai Hyundai Motor Group dalam mengapresiasi perupa media di Asia dari ragam latar belakang yang mengeksplorasi karya dengan media baru. Syaura menyuguhkan karya bertajuk "Fluidity of Future Machines (Ketidakstabilan Mesin Masa Depan) (2021)". Karyanya terangkum dalam video dua kanal berdurasi 12 menit dan tiga detik.
Ia mengeksplorasi hubungan antara air dan migrasi makhluk hidup yang dapat disaksikan melalui mikroskop. Bukan hanya itu, ia juga menyertakan beragam elemen dan sentuhan dalam karyanya, termasuk penggalan sejarah.
Advertisement