Air Mineral dan Teh Masih Dominasi Penjualan Produk Minuman Kemasan di Indonesia

Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan teh tetap menjadi minuman ringan dengan penjualan tertinggi per 2023 di tengah menurunnya kinerja industri penjualan ringan. Pengusaha minuman ringan sebut dampak dari kebiasaan orang Indonesia.

oleh Rusmia Nely diperbarui 18 Mar 2024, 12:02 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2024, 12:02 WIB
Air Minum dalam Kemasan
Produk air minum dalam kemasan dibagikan di tempat distribusi Koalisi Respons Cepat Mississippi pada 31 Agustus 2022 di Jackson, Mississippi, Amerika Serikat. (BRAD VEST/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/GETTY IMAGES VIA AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo menyebutkan bahwa kinerja industri minuman ringan di Indonesia pada 2023 menurun. Meski begitu, dua produk masih menunjukkan tren pertumbuhan positif dengan mendominasi penjualan produk minuman kemasan di Indonesia, yakni air mineral dan minuman teh.

"Variatifnya jenis air teh kemasan juga jadi penyebab tingginya tren penjualan pada kategori ini," tambahnya ketika ditemui pada konferensi pers "Kinerja Industri Minuman Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan Tahun 2024", Rabu, 13 Maret 2024 di daerah Kuningan, Jakarta Selatan.

Sementara, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Merrijantij Punguan Pintaria menilai alasan air minum dalam kemasan (AMDK) masih mendominasi karena kebutuhan air harian selalu ada. Kepraktisan juga menjadi alasan tingginya angka penjualan AMDK dalam kategori minuman ringan berkemasan.

Selain dua faktor di atas, Merri menambahkan bahwa ketiadaan tap water yang bisa langsung dikonsumsi membuat orang Indonesia menganggap AMDK sebagai kebutuhan pokok harian ataupun tambahan dalam olahan pangan. Sejauh ini, hanya daerah tertentu yang menyediakan air keran yang bisa langsung diminum.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE), manambahkan bahwa meningkatkan sektor jasa pariwisata turut mendongkrak penjualan minuman kemasan di Indonesia. Pasalnya, produk tersebut dinilai lebih praktis dibandingkan harus membawa botol minum yang bisa diisi ulang.

Dugaan Penyebab Penjualan Minuman Kemasan Menurun

AMDK dan Teh Tetap Puncaki Tren Penjualan Karena Kebiasaan Orang Indonesia
(Ki-ka) Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Republik Indonesia Merrijantij Punguan Pintaria, S.T., M.Eng. dan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, Ph.D pada Konferensi Pers oleh ASRIM bertajuk “Kinerja Industri Minuman di Tahun 2023, serta Peluang dan Tantangan di Tahun 2024” Rabu, 13 Maret 2024, di daerah Kuningan, Jakarta.

Triyono mengatakan bahwa kinerja industri minuman kemasan mengalami pertumbuhan negatif di angka 2,6 persen pada 2023, dengan pengecualian pada lini AMDK. Meski tingkat penjualan secara umum bertumbuh sebesar 3,1 persen dari 2022 hingga 2023, kinerja penjualan kategori Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) secara spesifik menurun pada 2023.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti laju inflasi pangan yang berdampak pada daya beli masyarakat, peningkatan harga bahan baku terutama gula, hingga keadaan geopolitik yang tidak stabil menyebabkan kenaikan biaya logistik. Belum lagi soal kenaikan harga bahan pokok.

"Kemarau berkepanjangan telah menurunkan produktivitas pertanian di berbagai negara yang berakibat pada meningkatnya harga bahan baku. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa harga beras naik tinggi di 179 daerah di Indonesia," sebut Triyono.

Padahal, Merri menyatakan bahwa industri makanan dan minuman (mamin) berkontribusi signifikan terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Industri ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar berdasarkan data Kementerian Perindustrian pada 2023.

Industri Makan dan Minum Jadi Salah Satu Penyerap Tenaga Kerja Terbesar

Pekerja di pabrik
Ilustrasi: Pekerja pabrik (Sumber: Getty Images)

Industri makanan dan minuman berkontribusi 39,10 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) di sektor nonmigas serta 6,55 persen terhadap PDB nasional. Menurut Data BPS, hingga saat ini industri mamin mempekerjakan sekitar 300 ribu pekerja di seluruh rantai pasokan.

Untuk itu, pemerintah berjanji mendorong mendorong penulihan kinerja industri lewat berbagai program, seperti rekstrukturisasi mesin peralatan, tax allowance dan super deduction tax, program pameran produk makanan dan minuman di dalam maupun luar negeri, hingga transformasi industri 4.0.

Dikutip dari Antara, Kamis, 14 Maret 2024, Merri mengatakan bahwa sektor minuman ringan berkontribusi hampir 53 ribu serapan tenaga kerja, investasi yang mencapai Rp7,7 triliun, serta nilai ekspor sebanyak 99 juta dolar AS pada 2023. Data BPS 2022 mengungkapkan bahwa sektor manufaktur menyerap hingga 14,2 persen dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia.

Salah satu penyumbang penyerapan tenaga kerja terbesar berasal dari industri makanan dan minuman. Data BPS tersebut menyebutkan jumlah tenaga kerja pada industri makanan dan minuman mencapai 4,23 persen dari jumlah pekerja di seluruh Indonesia.

Dampak Gerakan Boikot Produk Israel?

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo. (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Dilansir dari kanal Bisnis Liputan6.com, Triyono menyatakan bahwa gerakan boikot produk Israel tidak berpengaruh terhadap industri minuman di Indonesia. "Secara overall kalau dilihat dari industri, kalau ke industri kita tidak terlalu terdampak ya," kata Tri.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya lebih fokus untuk menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap produk-produk minuman dalam negeri. "Jadi, memang itu sangat spesifik, kalau secara industri agregat kelihatannya kita lebih fokus pada menjaga daya beli dan bagaimana menjaga beban usaha terjaga, mungkin ke arah sana," ujarnya.

Tri juga menyampaikan bahwa efek dari COVID-19 masih terasa dalam industri minuman ringan yang angka penjualannya menurun hingga 50 persen. "Kita semua tahu COVID-19 itu dampaknya bagaimana, bagi industri minuman sangat-sangat signifikan. Kita melihat penurunan penjualan bisa mencapai 45-50 persen," kata Tri pada acara tersebut.

Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner
Infografis Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya